Sekarang zamannya enak dan seru, pria-pria kemayu banyak sekali bertebaran. Mereka itu eksis, bahagia dan bebas dari bully.
aneuk aceh (dokumen pribadi)
Kita lihat forum-forum. Laki-laki kemayu memamerkan foto dengan gaya melambai. Menamai diri mereka dengan pesohor-pesohor perempuan. Â Berkomunikasi dengan bahasa yang dipercayai sebagai bahasa ibu mereka. Yuuk, Maree, Cap Cus dan lain sebagainya.
Dan manusia-manusia lain yang dikatakan normal, mereka itu dikatakan pria dan wanita normal, mendukung laki-laki kemayu itu—kerap berbaur dan menjadikan bahasa yuuk mare seperti telah menjadi bahasa kesatuan nasional.
Pepara laki-laki kemayu itu eksis di mana-mana. Di sekolah mereka tenar. Ketika ada acara di sekolahan, mereka salah bintang. Menjadi MC atawa menjadi pengisi acara. Ketika presentasi di kelas, sistemnya pede minta ampun dan hajar meski presentasi tidak nyambung. Â Jika sudah bekerja, eksis menjadi berlipat-lipat. Â Seperti merasa menjadi bintang di dalam kegelapan gedung.
Itu kini. Pada masa silam saya mengalami hal kebalikannya.
Teman-teman saya kata, saya ini laki-laki kemayu. Suara saya, cara berjalan saya, wajah, bahkan cara menyisir rambut saya. Â Mereka-mereka itu, akan bersedia menjadi pacar saya, kalau itu perempuan. Itu kata mereka.
Tapi..
Saya padahal tidak seperti laki-laki kemayu masa kini yang berusaha menjadi sekemayu mungkin. Ikhtiar saya menjadi  selaki-laki mungkin. Jalan saya dilaki kan. Suara dibuat seberat mungkin. Rambut diplontosin biar terkesan lakik.
Tapi saya tetap kemayu bagi mereka.
Dan mereka-mereka itu memanggil saya BENCONG.
Dari masa SD hingga SMP saya hidup dengan bully. Panggilan bencong untuk saya di mana-mana. Kadang di waktu istirahat pada saat antrian membeli jajan. Atau pada saat di dalam kelas sebelum guru masuk.
Mereka itu ramai. Seperti bersatu padu menghancurkan hidup saya.
Dan pada ketika itu saya sama sekali belum siap menerima hina dina itu. Saya tidak bisa balas hina itu dengan senyum. Atau malah mencecar mereka. Â Saya diam, bermuka merah, tergopod meninggalkan mereka yang terkekeh.
Bahkan yang sangat menyakitkan, guru terbaik bagi saya menyebut saya bencong di hadapan kelas. Setelah peristiwa itu, berhari saya tidak masuk ke sekolah. Tuhan saya rasai terlalu buruk member saya kehidupan.
Di sini saya menceritakan segala peristiwa buram dalam kehidupan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H