Mohon tunggu...
Aneke Sandra
Aneke Sandra Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Terdampar di perancis sejak 16 tahun yg lalu. Anak tiga. Webmaster & guru pelatihan komputer di instansi pemerintah di perancis.. \r\n\r\nDemen masak, ngejahit, melukis, main gitar, kongkow kongkow sama teman-teman sekampung, ikutan cawe cawe aktivitas kampung, bantu-bantu manula setempat....dan banyak lagi.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Kekerasan di sekolah

27 Agustus 2012   15:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(artikel ini saya tulis tahun kemarin by facebook)

Kemarin,.. jam makan siang, .. seperti biasa saya makan siang di rumah bersama si bungsu, ketika tiba tiba telepon berdering. Anakku Sarah diujung telepon.

"Mama, Marc (anak keduaku) dicekik oleh Kevan (teman sekelasnya), sekarang dia ada di ruang perawatan sekolah. Cepat datang kesini mama, dia sangat pucat !!"

Berita yang datang seperti petir di siang bolong. Setelah wanti wanti ke Brice si bungsu untuk berangkat sendiri ke sekolah, saya langsung meluncur ke college (setara SMP).

Pintu gerbang sekolah dibuka dari dalam oleh pengawas, dan tanpa ba bi bu, saya langsung menuju  la recre (halaman sekolah) dimana anak anak SMP semuanya menunggu kelas berikutnya.

Saya langsung mencari si Kevan yang sudah mencekik anakku ! saya teriak-teriak histeris, "Kevan ! Keluar kamu !!! Sekali lagi kamu sentuh anakku, saya hancurkan moncongmu ("je te casse ta gueule", ungkapan perancis)... Semua anak anak SMP terdiam ketakutan melihat ibu marah (LOL). Si Kevan sendiri bersembunyi di WC karena ketakutan. Marc anakku sudah berkali kali mengeluh sering di hina 'gros porc' (babi gendut), 'tas de graisse' (tumpukan lemak) dan ejekan lainnya oleh si Kevan ini. Ketambahan lagi Marc sering dipukul dibagian pundaknya...kemarin sampai ada biru di pundak !

saya sudah pernah juga mendatangi sekolah untuk mensinyalir hal ini..., dan sudah 2 kali mendatangi orang tua si Kevan yang kebetulan temanku di desa tempat tinggalku.

Guru pengawas mencoba menenangkan saya, tapi saya justru balik marah kepada si guru yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik ! Saya damprat dia dan menanyakan dimana dia saat anak saya dicekik !!!!

Karena tidak menemukan si Kevan, saya langsung mendatangi 'l'infirmerie' (ruang perawatan sekolah). Disana Marc ditemani oleh kakaknya, dan sekitar 6 orang sahabatnya,.. terbaring dengan wajah pucat. Anakku Marc adalah pengidap asma sejak lahir, karena itu di tasnya selalu ada ventolin dan beberapa obat anti asma yang selalu menemaninya kemana mana. Syukur alhamdulillah ada obat itu sehingga sesak nafasnya bisa terobati segera.

Marc lalu menceritakan bagaimana hal tsb bisa terjadi : Ternyata Marc kali ini tidak membiarkan dirinya dihina oleh si Kevan, dia mendorong si Kevan sampai si Kevan jatuh ke genangan air hujan. Si Kevan tidak terima dan mencekik Marc dengan bagian dalam siku tangannya !! Untung saja ada beberapa sahabat Marc yang menolong si Marc. Saya tidak berani membayangkan seandainya saat itu anakku Marc sendirian, karena bagi anak penderita asma, cukup 15 detik tanpa oksigen untuk membunuhnya ! 10 detik untuk melumpuhkan otaknya.

Saya segera membawa Marc ke rumah sakit untuk diperiksa, dan benar saja, Dokter mencatat ada hematome (biru-biru) di kedua sisi samping lehernya ! Dokter segera membuat foto dan membuat sertifikat yang menjelaskan semua itu.

Keluar dari rumah sakit, saya langsung bawa Marc ke kantor polisi untuk pengaduan (la main courante). Saya tidak "porte plainte" (meminta aksi hukum), tapi cukup mengadukan dan meminta kepada polisi untuk mencatatnya. Apabila terjadi hal hal lain, maka saya akan mengajukan "porte plainte" yang bisa berakhir dengan pengadilan dan ganti rugi keuangan ! Saya tidak melakukan ini karena masih ada respect pada orangtuanya yang masih teman saya.

Polisi bilang "Ibu terlalu baik, kalau saya di posisi ibu, saya akan porte plainte (menuntut secara hukum)".

Saat itu juga polisi menginterogasi Marc dan mengeluarkan surat yang yang mencatat semua perbuatan Kevan disertai bukti bukti dari rumah sakit. Surat itu akan dikirim juga ke orang tua Kevan, diarsipkan di kantor polisi dan cc ke sekolah.

Sebelum pulang ke rumah, saya bawa Marc ke rumah Lydi (ibunya Kevan), saya tunjukkan semuanya didepan mata, termasuk nama nama saksi yang dengan sukarela mau menjadi saksi untuk Marc  ! Dia yang selama ini selalu menyangkal kenakalan anaknya kali ini diam membisu !... Saya ancam dia : "Saya minta kamu, suamimu dan anakmu datang malam ini ke rumahku untuk minta maaf atas perlakuan Kevan. Kalau tidak, saya akan merubah sifat pengaduan saya kepada polisi menjadi tuntutan. Tidak ada pilihan lain."

Malamnya, mereka datang ke rumah untuk minta maaf kepada Marc. Tentu saja kami memaafkannya, tapi kami menekankan kepada Kevan bahwa memaafkan bukan berarti melupakan. Memaafkan berarti memberi kesempatan memperbaiki, bukan untuk diulangi atau disepelekan. Marc memeluk temannya yang gemetar ketakutan didepan kita.. dan mengatakan "sudahlah, kita lupakan saja.. kita kan teman, saya hanya minta jangan menyakiti saya".  Saya dan ibunya Kevan menangis melihatnya.

Hari ini saya sedang membuat surat panjang lebar yang meminta pertanggungjawaban dalam bentuk pengawasan yang lebih baik dari guru pengawas di SMP. Surat ini akan saya tujukan kepada direktur sekolah, CC kan ke kantor polisi, Inspecteur Academic (badan pengawas P dan K) dan juga kepada orangtua Kevan.

Kepada Marc anakku, saya tunjukkan rasa banggaku sebagai ibu, memiliki anak yang baik, memiliki nilai terbaik di kelas sejak bertahun tahun, selalu siap membantu teman, sabar dan pemaaf. Kali ini dia menunjukkan bahwa dia juga tidak membiarkan harga dirinya diinjak.

Aku juga berterima kasih kepada anakku Sarah yang sangat menyayangi adiknya. Yang menelponku walaupun menentang larangan guru pengawas untuk memanggilku. Sarah sadar bahwa guru pengawas sekolah tidak tahu (lupa ?) bahwa Marc penderita asma, dan guru pengawas terlalu meremehkan kejadian ini.

Semoga kejadian ini bisa memberi manfaat bagi teman teman lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun