Saya tidak bisa membayangkan ekspresi wajah para pendukung fanatik kedua kubu ketika akhirnya Jokowi dan Prabowo berada dalam satu kabinet. Mereka yang telah begitu lama berseteru akhirnya melihat realita bahwa politik itu kadang hanya sebuah permainan semata.
Saya hanya tersenyum sendiri ketika kabinet itu diumumkan. Prabowo menjadi menteri pertahanan. Sungguh sebuah kejutan. Pendukung Prabowo tentu syok berat melihat jagoan mereka akhirnya berada di posisi sebagai pembantu Jokowi.
Segala perjuangan seakan sia-sia. Pemimpin yang digadang-gadang memimpin perjuangan menyeberang ke fihak lawan. Hidup menjadi hambar. Genderang perang yang ditabuh dengan gegap gempita akhirnya harus senyap seketika. Para panglima perang pun segera tiarap. Berharap tidak terkena imbas dari bias politik yang tidak diduga.
Jargon perang suci tinggal kenangan. Pemimpin yang disanjung tinggi bahkan siap dibela sampai mati akhirnya pergi ikut Jokowi. Perang badar hanya jadi sebuah angan. Para prajurit akhirnya pulang dengan kepala tertunduk lesu. Malu, marah, sedih, dan kecewa berkecamuk di dalam jiwa. Tapi entah harus dilampiaskan kepada siapa.
Inilah keajaiban politik, atau mungkin kemustahilan politik. Jokowi yang dibilang planga-plongo berhasil menundukkan seorang jendral mantan komandan pasukan komando. Semua berawal hanya dengan bincang santai di tengah deru commuter line.
Tapi salahkah Prabowo ketika menerima tawaran Jokowi untuk menjadi pembantunya? Saya kira tidak. Anda jangan suudzon. Jangan langsung memvonis Prabowo gila jabatan.
Mari berprasangka baik. Ditengah usianya yang sudah terbilang senja, saya menduga Prabowo hanya ingin membaktikan sisa umurnya. Sebagai seorang ksatria, jiwa dan raganya adalah untuk bangsa dan negara. Lagi pula jabatan yang ditawarkan sesuai bidang ilmunya. Dan adalagi kepentingan yang lebih besar dari segala-galanya, yakni persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.
Dan bagi Jokowi, tidak ada salahnya menawarkan jabatan itu kepada sang mantan rival. Walaupun mungkin masih banyak jenderal lain yang punya kemampuan.
Prabowo punya kelebihan, memiliki gerbong penuh muatan yang siap ditabrakkan. Jokowi tidak ingin itu terjadi. Tidak ada gunanya mendahulukan keegoisan tapi kemudian terjadi perpecahan. Jokowi juga tidak ingin terjadi gangguan sepanjang masa pemerintahannya lima tahun ke depan.
Bagi kita masyarakat awam, mari ambil pelajaran. Mari dukung jagoan kita tanpa harus cakar-cakaran. Jangan menghasut, jangan memfitnah, jangan menyebarkan hoax. Berdebat boleh, tapi dalam wacana keinginan luhur untuk memajukan negeri ini.
Kita tidak boleh terkecoh oleh tipuan tim pemenangan. Mereka bisa menghipnotis pendukung seolah calon lawan adalah musuh yang harus dimusnahkan. Segala cara dilakukan, tidak perlu lagi mengindahkan aturan agama atau norma ketimuran. Yang penting hanya "calon kita harus menang".
Janganlah ketika anda menjadi pemilih Prabowo, seakan-akan Jokowi adalah setan yang harus dienyahkan, dan Prabowo adalah malaikat yang tidak punya kesalahan dan harus selalu dimuliakan. Demikian pula sebaliknya jika anda adalah pemilih Jokowi.
Jokowi dan Prabowo adalah manusia biasa seperti kita, dan manusia biasa itu pasti punya khilaf dan dosa. Kecuali anda merasa diri anda suci, berarti anda telah mengangkat diri sendiri sebagai nabi.
Yang harus kita semua sadari adalah bahwa politik itu kadang tidak lebih dari sebuah permainan. Ketika para pendukung berdebat sengit dan cakar-cakaran, mungkin saja para elit sedang berkumpul bersama sambil tertawa-tawa.
Politik itu bisa jadi sebuah anomali. Tidak ada kawan abadi dan tidak ada lawan abadi. Yang ada hanya kepentingan abadi. Kawan bisa menjadi lawan, lalu menjadi kawan, kemudian menjadi lawan lagi.
Saya hanya berharap di Pilpres 2024 nanti jangan ada lagi perseteruan seperti cebong versus kampret, sebuah perseteruan seru yang berakhir indah tapi membuat malu para pendukung fanatik kedua kubu.
Pilpres hanyalah sebuah kontestasi politik untuk memilih pemimpin terbaik, bukan ajang jihad untuk mati syahid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H