Mohon tunggu...
Andi Udique
Andi Udique Mohon Tunggu... Perawat - Rakyat Biasa

Saya hanya ingin menjadi warga negara yang baik dan benar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hikmah Perseteruan Cebong-Kampret untuk Pilpres 2024

24 Juni 2020   20:42 Diperbarui: 24 Juni 2020   22:28 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak bisa membayangkan ekspresi wajah para pendukung fanatik kedua kubu ketika akhirnya Jokowi dan Prabowo berada dalam satu kabinet. Mereka yang telah begitu lama berseteru akhirnya melihat realita bahwa politik itu kadang hanya sebuah permainan semata.

Saya hanya tersenyum sendiri ketika kabinet itu diumumkan. Prabowo menjadi menteri pertahanan. Sungguh sebuah kejutan. Pendukung Prabowo tentu syok berat melihat jagoan mereka akhirnya berada di posisi sebagai pembantu Jokowi.

Segala perjuangan seakan sia-sia. Pemimpin yang digadang-gadang memimpin perjuangan menyeberang ke fihak lawan. Hidup menjadi hambar. Genderang perang yang ditabuh dengan gegap gempita akhirnya harus senyap seketika. Para panglima perang pun segera tiarap. Berharap tidak terkena imbas dari bias politik yang tidak diduga.

Jargon perang suci tinggal kenangan. Pemimpin yang disanjung tinggi bahkan siap dibela sampai mati akhirnya pergi ikut Jokowi. Perang badar hanya jadi sebuah angan. Para prajurit akhirnya pulang dengan kepala tertunduk lesu. Malu, marah, sedih, dan kecewa berkecamuk di dalam jiwa. Tapi entah harus dilampiaskan kepada siapa.

Inilah keajaiban politik, atau mungkin kemustahilan politik. Jokowi yang dibilang planga-plongo berhasil menundukkan seorang jendral mantan komandan pasukan komando. Semua berawal hanya dengan bincang santai di tengah deru commuter line.

Tapi salahkah Prabowo ketika menerima tawaran Jokowi untuk menjadi pembantunya? Saya kira tidak. Anda jangan suudzon. Jangan langsung memvonis Prabowo gila jabatan.

Mari berprasangka baik. Ditengah usianya yang sudah terbilang senja, saya menduga Prabowo hanya ingin membaktikan sisa umurnya. Sebagai seorang ksatria, jiwa dan raganya adalah untuk bangsa dan negara. Lagi pula jabatan yang ditawarkan sesuai bidang ilmunya. Dan adalagi kepentingan yang lebih besar dari segala-galanya, yakni persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.

Dan bagi Jokowi, tidak ada salahnya menawarkan jabatan itu kepada sang mantan rival. Walaupun mungkin masih banyak jenderal lain yang punya kemampuan.

Prabowo punya kelebihan, memiliki gerbong penuh muatan yang siap ditabrakkan. Jokowi tidak ingin itu terjadi. Tidak ada gunanya mendahulukan keegoisan tapi kemudian terjadi perpecahan. Jokowi juga tidak ingin terjadi gangguan sepanjang masa pemerintahannya lima tahun ke depan.

Bagi kita masyarakat awam, mari ambil pelajaran. Mari dukung jagoan kita tanpa harus cakar-cakaran. Jangan menghasut, jangan memfitnah, jangan menyebarkan hoax. Berdebat boleh, tapi dalam wacana keinginan luhur untuk memajukan negeri ini.

Kita tidak boleh terkecoh oleh tipuan tim pemenangan. Mereka bisa menghipnotis pendukung seolah calon lawan adalah musuh yang harus dimusnahkan. Segala cara dilakukan, tidak perlu lagi mengindahkan aturan agama atau norma ketimuran. Yang penting hanya "calon kita harus menang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun