Mohon tunggu...
Andi Udique
Andi Udique Mohon Tunggu... Perawat - Rakyat Biasa

Saya hanya ingin menjadi warga negara yang baik dan benar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dua Gelas Kopi dan Konspirasi Yahudi

19 Juni 2020   23:34 Diperbarui: 20 Juni 2020   01:01 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parno sedang duduk santai di warung kopi langganannya. Dua gelas kopi yang tinggal separuh terletak di atas meja yang ada didepannya. Di seberang meja duduk sahabatnya sedang asyik memainkan HP android. Mereka duduk berhadapan, tapi tidak saling bicara. Kadang sahabatnya itu hanya senyum sendiri, sambil mengetikkan sesuatu di layar HPnya.

"Hei, Baidi!" Parno memanggil nama sahabatnya itu.

"Kenapa, bang?" tanya Baidi tanpa menoleh. Jari dan matanya masih melekat di layar HP.

"Sebenarnya HP yang kamu gunakan itu adalah bagian dari konspirasi elit global untuk menghancurkan kita," kata Parno sambil memandangi wajah Baidi.

"Kok bisa, bang?" tanya Baidi. Ia menghentikan ketikannya dan menoleh ke arah Parno.

"Kau pernah berfikir bagaimana bisa kamu bisa berbicara dengan orang yang sangat jauh hanya dengan menggunakan alat sekecil itu?" tanya Parno sambil bibirnya menunjuk ke arah HP baidi.

Baidi menggeleng.

"Aku tidak pernah memikirkan itu,bang. Yang aku tahu cuma aku bisa ngobrol dengan tunanganku yang masih bekerja di Jakarta."

"Kamu bisa ngobrol dengan tunanganmu karena HP itu menggunakan gelombang elektromagnetik yang bisa mengirimkan suaramu."

"Gelombang motormetik?" tanya Baidi mulai tertarik. Ia meletakkan HPnya di atas meja. Lalu menghirup kopinya setegukan.

"Gelombang elektromagnetik! E-LEK-TRO-MAG-NE-TIK," kata Parno membetulkan ucapan Baidi. Ia lalu mengangkat punggungnya dari sandaran kursi, duduk lebih tegak untuk memberikan penjelasan serius kepada Baidi, "Begini... suara atau bunyi itu dihasilkan oleh getaran. Seperti ketika aku berbicara ini, suaraku itu dihasilkan oleh getaran di dalam pita suara di tenggorokanku. Suara itu sampai ke telingamu karena ada gelombang suara yang merambat di udara. Lalu gendang telingamu bergetar oleh gelombang suara itu. Makanya kamu bisa mendengar suaraku."

"Gelombang elektromagnetik, gelombang suara... setahuku cuma ada gelombang air, bang," gumam Baidi sambil berfikir. Ia kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia yang hanya tamatan SD memang kurang akrab dengan istilah itu.

"Waktu kecil kamu pernah bermain telpon-telponan menggunakan dua buah kaleng yang diberi benang?" tanya Parno.

Baidi mencoba mengingat masa kecilnya. Ia memang pernah pernah bermain telpon-telponan itu bersama kakaknya. Entah darimana kakaknya mendapat mainan itu, dua buah kaleng yang diberi lobang kecil ditengahnya, lalu dipasangi benang yang menyambungkan kedua kaleng itu. Ia ingat mereka saling menjauh meregangkan benang  diantara kaleng itu. Lalu kakaknya berbisik di dalam kaleng yang dipegangnya, sementara ia menempelkan kaleng satunya ditelinganya. Aneh, suara kakaknya yang hanya berbisik dari jauh bisa didengarnya melalui kaleng itu.

"Pernah, bang. Aku pernah bermain telpon-telponan itu bersama kakakku" kata Baidi sambil tersenyum mengingat permainan itu.

"Kamu bisa mendengar suara  kakakmu walau hanya berbisik, kan?

"Iya."

"Nah, suara bisikan kakakmu itu diperkuat oleh kaleng yang dipegang kakakmu, lalu gelombang suaranya mengalir melalui benang, sampai ketelingamu karena diperkuat lagi oleh getaran kaleng dan udara di dalamnya."

Baidi mengangguk-ngangguk. Ia baru tahu mengapa ia bisa mendengar suara berbisik dari kakaknya. Ia lalu melihat HPnya. Terlihat olehnya bahwa HP itu tidak punya benang atau kabel, tapi ia bisa mendengar suara tunangannya yang jauh di Jakarta.

"Tapi HP kan tidak punya kabel, bang.  Mengapa saya bisa mendengar suara tunangan saya?" Baidi bertanya heran. Ia mengambil bungkusan rokok dari sakunya, mengeluarkan sebatang dan menyulutnya. Ia menghisap rokok itu dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.

"Nah, itulah kekuatan gelombang elektromagnetik yang saya sebutkan tadi. Ketika tunanganmu berbicara di dekat HP, getaran suaranya ditangkap oleh mikrofon HP. Lalu mikrofon HP mengubah getaran suaranya menjadi gelombang elektromagnetik. Gelombang itu dikirimkan oleh HP tunanganmu ke HPmu. Lalu oleh HPmu gelombang elektromagnetik yang diterima itu diubah menjadi getaran oleh mikrofon HPmu. Itulah suara tunanganmu yang kamu dengar melalui HPmu." Parno menjelaskan panjang lebar. Ia sampai harus menarik nafas dalam.

Sementara Baidi mengangguk-ngangguk meskipun belum terlalu faham.

"Tadi kata abang gelombang elektromagnetik bisa menghancurkan kita. Bagaimana bisa, bang?" tanya Baidi penasaran. Ia agak takut juga. Soalnya ia sering menelpon tunangannya sampai berjam-jam.

"Itulah masalahnya, gelombang elektromagnetik itu bisa menembus kepala, menembus otak, sebelum sampai ke HPmu itu."

"Tapi saya sudah lama menggunakan HP, bang. Kepala dan otak saya tetap utuh."

"Baidi...Baidi...gelombang elektromagnetik itu tidak serta merta menghancurkan otak kita. Amerika atau China juga tidak mau kita mati. Mereka ingin kita hidup, tapi menjadi budak mereka. Gelombang elektromagnetik itu sangat halus. Ia akan menghancurkan sel otak kita secara perlahan. Lama kelamaan otak kita akan mengalami kerusakan, lalu kita menjadi bodoh. Nah, di saat itulah musuh-musuh kita dari  luar negeri akan memperbudak kita. Kita akan dihipnotis, sehingga kita menurut saja apa keinginan mereka. Kita akan dipaksa membeli produk mereka."

"Oh...begitu rupanya," Baidi manggut-manggut. Ia memang kagum dengan pengetahuan Parno. Usia Parno sudah tiga puluh tahun, tiga tahun lebih tua darinya. Rumah mereka tidak berjauhan. Parno adalah anak orang terpandang di kampungnya. Ia sempat kuliah di ibukota provinsi, tapi entah mengapa ia tidak menyelesaikan kuliahnya. Padahal orang tuanya adalah orang berada.

"Amerika dan China itu bekerjasama untuk menghancurkan kita. Mereka sudah menguasai otak kita. Mereka sudah berhasil menghipnotis kita dengan gelombang elektromagnetik itu. Mereka sudah berhasil menjadikan kita budak, karena itu kita membeli produk mereka, Coba kamu lihat, hampir semua orang Indonesia menggunakan HP buatan Amerika dan China." kata Parno dengan nada geram. Ia seperti menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi.

"Tapi kalau melihat berita di televisi, Amerika dan China itu kan sekarang sedang perang dagang, bang," Baidi mencoba menyanggah.

"Itu yang kamu dengar dari televisi nasional."

"Tapi koran besar dan media online nasional juga memberitakannya, bang."

"Dengar sini, Baidi..."kata parno sambil duduk agak menunduk ke arah Baidi,"Televisi nasional, koran besar, dan media online nasional itu juga merupakan bagian dari Amerika dan China. Makanya saya tidak percaya dengan mereka. Coba kamu buka Youtube atau situs-situs lain di internet, di sana kamu akan melihat berita-berita tentang kerjasama konspirasi mereka. Amerika itu dikuasai Yahudi. Mereka bekerjasama dengan China untuk menghancurkan kita."

Parno kembali bersandar. Tangannya menyisir rambutnya yang tergerai sampai ke bahu.

"Kamu punya Fesbuk, kan?" tanya Parno setelah tangannya selesai menyisir rambutnya.

"Iya, bang," jawab Baidi

"Kamu tahu siapa bos Fesbuk?"

Baidi menggeleng.

"Bos Fesbuk itu seorang Yahudi berkebangsaan Amerika bernama Merek Sukarbeg. Istrinya adalah orang China warga negara Amerika. Bukan karena kebetulan dia memperistri orang China itu, itu sudah direncanakan oleh Israel, Amerika dan China. Dia sekarang menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Dia tidak hanya memiliki Fesbuk, tapi juga Instagram dan Whatsapp atau biasa kita sebut WA. Kekayaannya itu berasal dari iklan di Fesbuk dan menjual data pribadi kita di WA dan Instagram kepada intelijen Amerika dan China. Sebagian kekayaannya itu digunakan untuk membeli senjata untuk memerangi orang Palestina dan negara Islam lainnya. Jadi jika kamu sering membuka Fesbuk atau WA, itu sama saja dengan kamu membantu Israel, Amerika, dan China untuk menghancurkan kita dan agama kita. Itu semua sudah diatur oleh orang Yahudi."

Baidi hanya terdiam mendengar penjelasan Parno. Parno juga terdiam setelah memberikan penjelasan panjang lebar kepada Baidi.

"Jadi solusinya bagaimana, bang? Haruskah kita membuang HP kita?" tanya Baidi.

Parno lama terdiam. Itu adalah pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab. Baidi juga terdiam menunggu jawaban Parno.

Di tengah keterdiaman itu terdengar denting dari HP Baidi yang sejak tadi tergeletak di atas meja. Baidi mengambil HPnya, membaca sesuatu lalu tersenyum sendiri.

"Kamu membuka WA, kan?" tanya Parno.

"Kok abang tahu?" Baidi malah balik bertanya.

"Saya sering mendengar denting itu dari HP istri saya. Itu adalah pertanda ada pesan masuk." kata Parno.

"Ini ada pesan dari istri abang. Katanya kalau saya bersama bang Parno, tolong suruh cepat pulang. Jangan lupa beli ikan asin dan terasi."

Parno menggerutu, kenapa istrinya tidak langsung meneleponnya saja. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah HP jadul dan mencoba menghidupkannya. Ternyata tidak mau menyala. Mungkin HP itu sudah mati sejak tadi. Ia lalu melihat jam tangannya, ternyata sudah hampir jam sebelas siang. Ia lalu membayar kopi dua gelas tadi.

"Aku pulang duluan. Nanti kita cerita lagi," kata Parno pamit kepada Baidi.

Sepeninggal Parno, Baidi masih duduk di warung kopi. Ia membuka Facebook, lalu tersenyum ketika melihat status istri Parno "Begitulah laki-laki, hanya disuruh beli ikan asin dan terasi, dari pagi sampai tengah hari belum nongol-nongol lagi". Terlihat ratusan jempol dan komentar di bawah status itu.

Ia lalu membuat statusnya sendiri "Yahudi, Amerika, China jahanam. Ternyata kalian menjajah kami selama ini."

Dalam sekejap status itu mendapat banyak jempol tanda suka dan berbagai komentar yang juga menghujat Amerika, Yahudi, dan China. Dan Baidi pun tenggelam dalam kesibukan membalas komentar-komentar itu.

***

Nun jauh di sana, Marck Zuckerberg tengah bersantai menikmati kekayaannya. Sebagian kekayaannya disumbangkan oleh perdebatan dan hujatan netizen Indonesia yang membuat situs Facebook miliknya tetap menjadi media sosial nomor satu di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun