Mohon tunggu...
Bang Asa
Bang Asa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Terpopuler 2010

Tunggu beta bale, sodara!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presidensial Yes! Presiden Sial No!

27 Januari 2010   23:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:13 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="308" caption="inilah.com"][/caption] PRESIDENSIAL merupakan kosa kata yang akrab bagi saya hari-hari  terakhir ini. Di berbagai media, baik tivi, koran, termasuk situs  online, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri yang selalu mengucapkannya. Entah sudah yang keberapa kalinya di berbagai kesempatan Presiden menegaskan bahwa sistem Pemerintah Negara Republik Indonesia (NKRI) adalah "Presidensial" sehingga bla-bla-bla.... (antara lain lihat di SINI dan di SINI) Bagi saya, tak ada yang salah dengan penegasan Presiden tersebut. Cuma saja, sepertinya agak aneh. Mengapa Presiden akhir-akhir ini  begitu seperti ketagihan untuk menegaskan soal ini. Bukankah selama ini sistem presidensial sudah berjalan dan tak pernah dipersoalkan? Dalam sistem presidensial yang saya ketahui, presiden memiliki posisi yang relatif kuat. Namun tidak berarti bahwa Presiden bisa sesuka hati melaksanakan pemerintahan karena masih ada mekanisme untuk mengontrolnya. Bahkan jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisinya pun bisa dijatuhkan walau tak semudah membalik telapak tangan. (lihat Sistem Presidensial) Jika memang demikian adanya, pertanyaannya sekarang mengapa SBY terkesan begitu khawatir, jika tak hendak menyebutnya panik atau bahkan paranoid sebagaimana diistilahkan sejumlah pengamat terkait dengan proses penyelidikan kasus Century yang bergulir secara politik melalui Pansus Angket di DPR.  Jika memang SBY merasa tak ada yang salah dalam kasus ini, sepatutnya ia justru mendorong agar Pansus Angket ini bekerja secara optimal.  Seperti diketahui bahwa tujuan Pansus itu adalah untuk menjawab keraguan terhadap seluk beluk keputusan bailout Bank Century. Bukankah SBY sendiri mengaku ingin agar skandal Bank Century ini dibuka seterang-terangnya? Dengan beberapa pernyataannya seputar soal "presidensial" ini, saya malah merasa sangsi. Kesan saya seolah-olah SBY hendak melindungi anggota kabinetnya yang diduga terlibat dan juga menghindar dari tanggungjawab! (lihat SBY tak Bisa Jatuhkan Kabinet) Dalam sistem presidensial, bukankah Presiden harus bertanggungjawab atas semua kebijakan yang diambil para menterinya dalam menjalankan roda pemerintahan? Seperti dikatakan pengamat politik Iberamsjah,“Semua yang dikerjakan menteri pasti presiden tahu. Presiden harus bertanggungjawab. Jadi lucu kalau SBY tidak mau bertanggungjawab atas skandal bailout Bank Century. Sama seperti soal mobil mewah pejabat, kok presiden tidak tahu. Ini sistem presidensial, semua tanggungjawab ada pada presiden," katanya. (lihat Pengamat: SBY Harus Belajar Konsep Presidensial). Menurut saya, alangkah eloknya jika Presiden tidak lagi terkesan mengalihkan perhatian publik dengan isu yang tidak menyentuh substansi kasus seputar skandal Century itu. Saya pikir semua sepakat bahwa sistem "presidensial yesss!", tapi "presiden sial no!". Artinya, silakan aja tafsirkan sendiri, tapi intinya tentu saja kita tidak berharap pernyataan-pernyataan Presiden yang dinilai publik kontraproduktif justru menjadi bom waktu baginya, dan bisa saja menjadikannya benar-benar sial. Kita tidak ingin itu. Wallahua'lam bissawab Link terkait: Pemakzulan: Hiperkritis atau Paranoid! Rakyat Sudah tak Percaya SBY? Sri Mulyani dan Deal Politik Kongkalikong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun