Di tengah malam, sepi menggigit,
Kau datang, menyalakan bara,
Namun aku, terkurung dalam bayang,
Membiarkan suara-suara itu meredup,
Tak mendengar jeritan jiwa yang kau bawa.
Satu persatu langkahmu terhenti,
Seolah dunia mengabaikan cahaya,
Aku, terbuai dalam kesenangan,
Menikmati mimpi yang semu,
Sementara kau berjuang dalam sunyi.
Maafkan aku, yang tak melihat,
Ketika bintang-bintang tertatih,
Ketika harapanmu menjadi debu,
Kau memanggil, tapi aku terpejam,
Terjebak dalam egoku yang tinggi.
Kini, saat waktu menampar wajah,
Aku terbangun, meraba kesadaran,
Kau adalah nyala dalam gelap,
Yang kutinggalkan, dalam keraguan,
Maafkan aku, karena tak pernah peduli.
Dalam setiap bait, setiap helaan napas,
Kau adalah suara yang takkan sirna,
Kini aku menyesal, merangkul hampa,
Gairah yang penuh cita,
Maafkan aku, yang buta dalam cinta.
"aR79"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H