Mohon tunggu...
andy nuraini
andy nuraini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bukan siapa - siapa dan nggak ingin terkenal

Suka nulis dan jalan2

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

4 Cara Terbaik untuk Mengurangi Limbah Padat yang Wajib Dicoba

7 September 2019   08:45 Diperbarui: 7 September 2019   09:34 7008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4 cara di bawah ini adalah salah satu jawaban tentang permasalahan polusi yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Limbah merupakan residu, sisa dari aktivitas yang tidak dimanfaatkan lagi. Limbah padat adalah residu dalam bentuk zat padat, bisa berupa kertas, kayu, logam, busa, daun kering, plastik hingga kotoran hewan.

Dalam rumah tangga, kita mengenal beberapa cara menangani limbah padat, yaitu dibakar (untuk plastik, kertas, daun kering, kayu), diubah nilainya menjadi lebih ekonomis dengan menjualnya kepada pemulung, dibuang begitu saja dalam tempat sampah, dan diubah menjadi pupuk kompos (berlaku untuk sisa sayur, daun atau rerumputan).

Sebagian individu yang kreatif dan inovatif, mengolah limbah padat menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dalam proses daur ulang. Pada tahapan pengolahan sampah selanjutnya, biasanya di tempat pembuangan akhir, limbah padat dapat dihancurkan melalui proses penghancuran dengan bantuan mesin pengolah sampah atau yang disebut incinerator, sebagian mungkin masih ditimbun atau dibakar.

Masing-masing teknik pengolahan sampah tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Mungkin juga tidak dapat diterapkan pada jenis sampah yang berbeda. Namun mengetahui dan menerapkan 4 cara terbaik untuk mengurangi limbah padat seperti yang akan dijelaskan berikut ini tentu membantu mengurangi permasalahan sampah yang telah bertahun-tahun merupakan masalah utama bumi kita.

1. Pembuatan Kompos
Kompos merupakan pupuk buatan yang terbuat dari bahan alami dan setelah melalui penguraian oleh mikroorganisme tertentu memiliki komposisi unsur hara yang hampir sama dengan tanah humus.

Limbah padat berupa sampah organik seperti sisa sayuran, ranting, dan dedaunan, adalah bahan utama pembuatan kompos. Limbah padat berupa bahan organik yang ditujukan untuk pembuatan kompos dapat juga menjadi bahan pengisi biopori untuk membantu peresapan air hujan menjadi air tanah.

Cara pembuatannya yang relatif mudah, bahan yang tersedia berlimpah, serta biayanya yang murah menyebabkan pengolahan sampah jenis ini menjadikannya sebuah kelebihan, sebab sangat sesuai diterapkan di Indonesia.

Kompos sangat bermanfaat untuk memperbaiki struktur tanah sekaligus mengkondisikannya sebagai tanah yang kaya akan unsur hara sehingga menjadi habitat sempurna bagi pertumbuhan tanaman.

Kelemahannya adalah pada keterbatasan pengolahan sampah, yaitu hanya sampah organik yang bisa diolah menjadi kompos. Jika terdapat sedikit limbah padat non organik mencemari proses pembuatan kompos, kemungkinan kegagalan pada proses penguraian sampah dapat terjadi.

Kompos dapat dibuat dengan bantuan kultur mikroorganisme yang dijual di pasaran (seperti contohnya Effective Microorganism 4 -- EM4, terdiri atas Streptomyces sp, Lactobacillus sp, Actinomyces sp, Rhodopseudomonas sp, Saccaharomyces cerevisae) dan cacing tanah jenis Lumbricus rebellus, Pheretima defingens, Eisenia foetida, dan Lumbricus terrestis. Cacing-cacing tanah akan melanjutkan kerja mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik sehingga kompos terbentuk lebih cepat dan efektif.

2. Daur Ulang Sampah
Salah satu dari 4 cara terbaik untuk mengurangi limbah padat adalah mendaur ulang limbah padat. Daur ulang ini dapat dilakukan di tingkat rumah tangga maupun di tingkat industri. Pengolahan limbah padat di tingkat rumahan biasanya memanfaatkan limbah rumah tangga atau limbah yang mudah ditemukan di sekitar rumah.

Diperlukan kreativitas serta kerjasama dengan berbagai pihak untuk memasarkan hasil kreativitas tersebut agar pengolahan limbah padat ini semakin banyak yang menerapkannya. Tidak hanya mengurangi permasalahan limbah, pengolahan limbah padat ini mampu menciptakan lapangan kerja dan menambah penghasilan.

Contoh daur ulang limbah padat tingkat rumahan adalah mengolah bekas kemasan barang khas rumah tangga (sabun, detergen, pewangi), kulit telur, kulit bawang merah menjadi kerajinan tas, celemek, hiasan dinding, dan cenderamata. Kaleng dan botol diubah menjadi pot bunga atau wadah tanaman hidroponik.

Di tingkat home industry, pengolahan bekas alat elektronik dapat menciptakan lapangan kerja. Di beberapa kota bahkan terdapat bengkel khusus yang mengolah casing komputer bekas dan perangkat elektronik lain menjadi kerajinan mebel seperti meja, kursi, rak, dan lemari atau bengkel pengolah potongan pipa PVC menjadi kap lampu.

Di tingkat industri, bahan-bahan seperti kertas, kaca, logam, karet, dan plastik dapat didaur ulang menjadi produk yang sama. Dewasa ini, marak pemakaian kertas daur ulang untuk berbagai tujuan. Mahalnya bijih plastik menyebabkan pengolahan kembali botol plastic jenis PET (Polyetilen Terftalat) semakin menjadi kebutuhan industri berskala besar.

Limbah padat berupa kaca dan botol gelas dapat dicampur dengan aspal sebagai bahan pelapis jalan hotmix. Limbah padat berupa serbuk kayu dapat diolah menjadi bahan furnitur kayu profil untuk membuat lemari, meja belajar, dan kursi model knock down.

3. Pembuatan Biogas
Kotoran hewan adalah salah satu bentuk limbah padat peternakan yang perlu diolah agar tidak menjadi limbah yang mengganggu lingkungan sekitarnya. Pembuatan biogas dari kotoran sapi merupakan proses dekomposisi limbah dengan bantuan mikroorganisme tertentu yang harus dilakukan dalam suasana anaerobic (tertutup dan terhindar dari udara bebas).

Dasar pembuatan biogas adalah terjadinya proses fermentasi yang harus berlangsung pada suhu 30 -- 55 Celcius agar terbentuk gas sebagai hasil produksi yang sebagian besar berupa gas mudah terbakar seperti metana dan karbon dioksida yang disebut sebagai biogas.

Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan biogas adalah bak penampungan kotoran hewan sementara berukuran 0,5 x 0,5 x 0.5cm, digester sebagai penampung gas metana (berbentuk continuous feeding terbuat dari pasir, batu bata, koral, besi, dan konstruksi dilengkapi pipa paralon).

Proses pembuatan biogas adalah sebagai berikut. Kotoran hewan dicampur air hingga berbentuk lumpur dan ditampung di bak penampung sementara. Pisahkan sampah yang mungkin turut tercampur. Lumpur yang terbentuk dialirkan ke digester.

Tambahkan starter sebanyak 1 liter dan rumen segar dari RPH (rumah potong hewan) secukupnya. Setelah digester penuh, kran gas ditutup agar terjadi proses fermentasi.

Pada hari pertama hingga hari kedelapan, terbentuk gas karbon dioksida, sedangkan gas metan akan mulai diproduksi pada hari kesepuluh. Biogas akan menyalakan api pada komposisi gas metan 54% dan karbondioksida 27%, yaitu diperkirakan terjadi pada hari keempat belas yang selalu dapat diperbarui dan tidak berbau kotoran hewan.

Digester harus diisi kotoran hewan secara berkesinambungan agar gas metana bisa terus diproduksi. Ampas yang terbentuk sebagai residu dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.

4. Pembakaran dengan Insinerasi
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) berskala besar biasanya dilengkapi mesin incinerator yang mampu membakar sampah dalam jumlah banyak. Kelebihan incinerator adalah dapat menyerap limbah padat hampir semua jenis (kertas, kayu, karet, dan plastik) dalam volume cukup besar dan menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik atau dapat digunakan sebagai heater/pemanas.

Sayangnya, sampah padat berupa kaca, sisa makanan, baterai bekas, dan sampah elektronik, tidak dapat diolah dalam incinerator. Kelemahan lainnya biaya pengoperasian tergolong mahal sebab mesin incinerator biasanya dijual dengan harga puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Selain itu, proses pembakaran menghasilkan asap dan senyawa lain yang mungkin berbahaya bagi kesehatan.

4 cara terbaik tersebut merupakan langkah-langkah yang terbukti efektif dalam mengurangi masalah sampah meskipun tetap mempunyai kelemahan di beberapa segi. Namun, setidaknya memiliki dampak positif dan hasil lebih ekonomis dibandingkan cara mengatasi sampah dengan sekadar menimbun tanpa ada tindakan lebih lanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun