“Hai Andin, calon pacarnya Ello!” sapa Delia yang langsung duduk di samping Andin yang sedang makan.
“Apaan coba?” Andin mengernyitkan dahi.
“Udah deh, sebagai sohib lo dari zaman SMP, gue peka banget sama perasaan lo,” ujar Delia.
“Coba aja Ello peka kayak lo, Del. Pasti kejadian dua bulan yang lalu nggak terjadi. Bahkan sampai sekarang, jujur.... gue masih cinta sama dia,” Andin mengakuinya.
“Tuh kan, bener apa kata gue.”
“Tapi...”
“Kenapa? Lo takut dia ngasih lo harapan palsu?”
“Duh, gue bisa nangis terharu kalau lo peka banget sama gue gini, Del,” Andin mengerling jahil.
“Lo nggak usah prasangka buruk sama Ello dulu. Kalau dia ngajak ketemuan, lo temuin aja dia. Lo kan udah kenal dia lama, Din. Pasti lo tahu dari matanya, dia serius atau nggak.”
Andin terdiam. Ia merenungkan kata-kata Delia yang masuk melalui telinga kanannya, lalu ia resapi dalam hati. Andin kembali merasakan tatapan hangat mata Ello yang penuh kasih sayang.
“Din?” Delia memukul kecil lengan Andin. “Gue udah dijemput, nih. Gue duluan ya?”