JUAL BAWANG DAN POLIGAMI
Loh, memang apa korelasi antara berjualan bawang dengan melakukan praktik poligami? Sebenarnya nggak ada sih, tapi saya memiliki cerita unik yang memunculkan relasi antara keduanya.
Suatu pagi di kantor, saya tergelitik ikut berbincang dengan rekan kerja saya, dua orang ibu-ibu yang sedang asyik bergosip. Tema pembicaraan mereka sangat menarik. Terlihat dari ekspresi mereka berdua yang sangat bersemangat. Usut punya usut ternyata mereka berdua sedang membicarakan tentang salah satu gadis di kampung mereka yang baru saja menikah.Â
Pernikahan sang gadis ini unik karna ternyata dia baru saja menikah dengan seorang laki laki yagn sudah memiliki 3 istri. Dengan kata lain, gadis tersebut baru saja menjadi istri ke empat. Plot twist pertama, gadis yang mereka bicarakan tersebut ternyata menikah dengan kawan SMA saya. Jadilah saya bergabung dengan mereka dalam obrolan gosip yang menggugah semangat. Semangat berghibah.
Setelah panjang lebar membicarakan tentang pernikahan poligami tersebut, kami sampai pada pembahasan tentang apa sebenarnya pekerjaan dari kawan saya itu. Teman-teman saya penasaran, bagaimana dia bisa menghidupi keempat istri dan sekian banyak anaknya. Saya sudah belasan tahun tak berjumpa, yang saya tahu dari unggahan media sosial, kawan saya tersebut berprofesi sebagai pengusaha sukses. Mobil berderet dan rumahnya mewah. Tentang usaha apa yang ia lakukan saat ini, saya kurang tahu.
 Tapi belasan tahun yang lalu dia adalah pedagang di pasar. Pedagang bawang tepatnya. Keputusan beliau menjadi pedagang bawang sebenarnya mengejutkan saya. Beliau adalah anak orang berada dan keluarga kaya, yang justru memutuskan membuka kios di pasar dan berjualan bawang. Suatu hal yang dulu tak bisa saya pahami. Sebagai orang yang tidak dibesarkan di lingkungan pedagang dan pebisnis, saya tidak tahu bahwa justru ternyata berdagang adalah profesi yang mampu menghasilkan pundi-pundi yang luarbiasa.Â
Dalam pandangan saya dulu, pekerjaan terbaik dan paling keren adalah menjadi pegawai, entah itu pegawai negeri ataupun pegawai swasta. Memang benar pada beberapa aspek menjadi pegawai itu mengasyikkan. Terutama jika yang dibahas adalah keamanan finansial dan kepastian hidup. Bulan ke bulan gaji sudah tersedia tanpa resiko yang mengancam perolehan keuangan. Tapi di sisi lain, saking pastinya pemasukan, maka tidak ada kejutan-kejutan berarti dalam hal ekonomi, kecuali ada proyek-proyek tertentu diluar tupoksi.
Belasan tahun berlalu setelah perjumpaan saya dengan beliau di pasar, perekonomian beliau ternyata berkembang pesat. Sedangkan saya, orang yang nyinyir dan menyayangkan pilihan hidup beliau kala itu, justru hanya jadi orang biasa pada umumnya. Medioker secara ekonomi dan tak terlalu digdaya soal keuangan. Berangkat dari pencapaian ekonomi kawan saya yang luar biasa tersebut, saya dan istri mulai berhitung. Kami mulai mencari informasi dan riset ala kadarnya tentang peluang berjualan bawang.
Saat ini 6 bulan sudah saya melebarkan bisnis dengan berjualan bawang. Menekuni usaha sampingan yang justru pemasukannya tidak bisa dikesampingkan. Secara gengsi mungkin kurang terlihat tampan, tapi secara ekonomi setidaknya bisa memberi secercah harapan. Walaupun tidak bisa dipungkiri, jenis usaha ini memiliki resiko tinggi. Komiditas yang bisa membusuk perlu dipasarkan dengan cepat. Selain itu sebagai bahan baku utama masakan, bawang adalah komoditas utama di pasar sehingga jumlah barang dan pedagang yang aktif dipasaran begitu banyak.Â
Dengan kata lain, selain berpacu dengan waktu dalam hal pemasaran, persaingan juga sangat ketat dan sulit. Perlu upaya ekstra untuk dapat mencetak dan mempertahankan penjualan. Namun demikian, itulah seni dan tantangannya. Hal itulah yang membuat berdagang menjadi sesuatu yang tampaknya sederhana tapi justru memerlukan usaha fisik dan mental yang ekstra.
kedua ibu-ibu rekan saya tadi sejurus kemudian menyadari plot twist kedua.