Sepuluh tahun sudah saya gak pernah nulis-nulis lagi tentang resolusi awal tahun. Padahal dulu, dari 2008 sampai 2014 saya selalu menuliskan 100 bucket list yang ingin saya capai pada tahun tersebut.
Target-target tersebut saya ketik rapi, di print lalu saya tempel dikamar kosan. Saking banyaknya target yang ditulis dan saking tidak realistisnya target tersebut, hampir 80% apa yang saya tuliskan sebenarnya tak pernah tercapai sama sekali. Kalau diibaratkan SKP PNS, nilai saya pasti C dan saya gak akan pernah bisa naik pangkat.
Dari banyaknya target resolusi tersebut, ada beberapa target besar yang masih saya ingat sampai sekarang seperti keingingan untuk dapat pacar spek Milla Kunis, Â lolos seleksi MasterChef Indonesia, berhenti total merokok, nonton chelsea secara langsung dan dapat beasiswa kuliah luar negeri.
Waktu berlalu, target dan keinginan yang gak pernah lagi dituliskan itu ternyata gak hilang begitu saja. Mereka masih bersemayam dalam ingatan dan diam-diam jadi motif dalam melakukan tindakan.
Satu persatu resolusi yang mati suri itu justru terwujud saat saya nampak tak begitu nafsu dan ambisius dalam membuat pencapaian.
Saya memang gagal memacari Milla kunis, tapi akhirnya pada 2015 saya bisa menikahi seorang wanita yang speknya diatasnya si Milla sih menurut saya.
Lalu 2018, saya akhirnya bisa berhenti merokok. Sebuah target yang tiap tahun selalu saya tulis tapi selalu jadi bahan olok-olok kawan-kawan karena tak pernah ada usaha nyata bagi saya untuk tak lagi menyandu bahan adiktif satu ini.
2013, saya akhirnya bisa nonton chelsea secara langsung di Senayan. Waktu itu lawannya adalah BNI all star. Chelsea menang 8-1. Itu waktu Chelsea masih belum doyan ngelawak kayak sekarang. Dan kalau Allah izinkan, kemungkinan akhir tahun ini saya bisa nonton langsung Chelsea di Inggris sana. Semoga
2023. Saya akhirnya berhasil lolos seleksi beasiswa LPDP ke inggris untuk keberangkatan 2024. Ini adalah mimpi lama yang justru hampir saya lupakan karena saya sudah kadung nyaman berada di zona aman. Pagi kerja sebagai guru, sore ngurus toko, weekend nanam singkong dan malamnya main sama anak-anak. Kadang terfikir  "apa lagi yang saya mau cari?"
Tapi kemudian saya sadar bahwa hidup bukan semata mencari materi tapi juga tentang menciptakan legacy. Jadi, pada akhir tahun kemarin saya mulai belajar IELTS. Mulai buka-buka lagi buku bahasa inggris. Belajar writting dan belajar listening dari awal.
Selama 3 bulan, setiap hari saya habiskan dengan belajar. Setiap sesi 1-2 jam dengan mengerjakan soal dan simulasi test. Dan benar kata orang. Untuk menaikkan skor TOEFL sebanyak 0,5 saja kita perlu belajar ratusan jam. Tapi saya bersyukur, di kesempatan pertama ikut IELTS, yang biayanya satu bulan gaji, saya berhasil mendapat skor yg diharapkan.