Puluhan lukisan dengan berbagai warna dan tema berderet rapi memenuhi ruangan lobby gedung Rektorat Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Namun siapakah pemilik atau pembuat lukisan tersebut? Ratusan orang yang berkunjung di hari pertama menanyakan hal tersebut. Ya, semua ini adalah karya dari anak-anak kami yang berkebutuhan khusus.
Acara ini diberi nama Special Needs Art Festival 2019, atau dengan kata lain, marupakan festival seni Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Acara ini diselenggarakan dengan tujuan memberi ruang ekspresi untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang selama ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Banyak orang menganggap bahwa ABK merupakan penghambat, tidak mampu berkarya, bahkan banyak masyarakat kita menganggap ABK ini menular.
Semua itu tidak benar sama sekali. Salah satu buktinya bahwa di ajang ini ada kurang lebih 45 karya tercipta dari tangan mereka. Anak-anak istmewa ini juga diberikan ruang berekspresi bersama teman-teman yang lain untuk melukis bersama secara langsung dengan menggunakan media kanvas serta acrylic.Â
Sejenak perhatian terpusat di panggung ekpresi, seorang anak berusia 12 tahun dengan tubuh mungil melantunkan dua buah lagu dengan suaranya yang sangat indah, tak sedikit pengunjung yang hadir menitikkan air mata, bukan karena iba, tetapi rasa haru, bahagia, bangga, dan semua rasa yang ada tumpah menjadi satu melihat gadis kecil ini. Calista Prima Nathania, itulah nama lengkapnya, gadis berusia 12 tahun ini bersekolah di Sekolah Alam Baturraden Kelas 7.Â
Calista membuktikan, bahwa keterbatasan fisik bukan merupakan halangan untuk dia berkarya. Demas Adi Wicaksono, selaku koordinator penyelenggara mengatakan, bahwa acara ini digelar untuk memberikan ruang berekspresi bagi ABK, karena saat ini sangat minim ruang-ruang seperti ini diberikan. Ini bukan merupakan perlombaan, jadi tidak ada unsur kompetisi di acara ini.
Semua peserta festival ini adalah ABK, dan semuanya menikmati berproses dalam karya yang ingin mereka buat, tak terkecuali Kirena Jud Aisyah, yang akrab disapa Jud, gadis berusia 8 tahun ini datang bersama Iyung (Biyung/ ibu dalam bahasa Jawa) jauh-jauh dari Jogja, membawa beberapa karyanya untuk dipamerkan, dan juga membawa semangat bagi teman-teman peserta yang lain.
Jud adalah anak dengan Down Syndrome, namun sang Iyung tidak menjadikan Jud sebagai beban dengan kondisinya, justru Jud menjadi penyemangat, untuk terus mendampingi dengan penuh cinta. Lully Tutus Pinandita, seorang pelukis dari Salatiga yang turut hadir mendukung acara mengatakan, tidak ada yang dapat membatasi anak dalam berkreasi apapun kondisinya.
Acara yang berlangsung dari mulai tanggal 6-8 Desember 2019 ini terdiri dari pameran lukisan, bincang komunitas, parenting, bincang inspiratif, workshop menggambar dan bicang relawan. Acara yang digagas oleh Komunitas Guru Seneng Sinau, Omah Pipit dan juga Sekolah 7 Langit ini juga mengajak para orang tua yang memiliki ABK untuk tidak risau terhadap kondisi yang ada, anak adalah titipan, setiap insan yang dilahirkan asti memiliki kemampuan khusus.
Tidak perlu malu atau khawatir, mari bergandengan tangan untuk membuat anak-anak kita semakin berdaya. Hanya cinta dan kehadiran yang dapat membuat segalanya menjadi indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H