"Pernah merasakan murid bosan di kelas padahal kita sudah jungkir balik bikin kegiatan menarik?"
"Cara apapun sudah ditempuh?"
Hal seperti yang terjadi di atas pasti sering juga dialami oleh guru-guru sekolah dimanapun di negeri Ini.Â
Kita coba jadi sutradara di kelas yuk. Bagaimana caranya?
Dulu, menurut saya, metode pembelajaran yang saya terapkan di kelas sudah menarik. Bagaimana tidak, saya mengajar mata pelajaran produktif, dimana hampir semua siswa masuk ke jurusan multimedia sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Cukup memberi sedikit materi dan contoh saya rasa mereka sudah paham.
Ini yang membuat saya yakin, mengajak siswa untuk belajar dan membuat karya multimedia bukanlah hal yang sulit. Apalagi di era sekarang yang semua serba digital dan siswa dengan mudah dapat mengakses sumber informasi dari dunia digital.
Namun ternyata pemahaman saya ini tidak sepenuhnya benar, karena tidak semua siswa itu sama dan siswa cepat membuat karya itu tidak mudah. Keluhan tidak punya kuota internet dan minimnya sarana prasana pembelajaran baik di rumah maupun di sekolah menjadi alasan tersendiri bagi mereka.
Beberapa tantangan telah saya hadapi. Tantangan pertama adalah bagaimana menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa, kebetulan jam mata pelajaran yang saya ampu adalah 6 jam dalam 1 hari di 1 kelas.Â
Awal mengajar dulu, 6 jam terasa sangat begitu lama. Tantangan kedua adalah rasa minder yang ada dalam diri saya karena saya bukan berasal dari guru yang memiliki dasar kuliah keguruan.Â
Dan mata pelajaran yang saya ampu adalah hal baru yang harus saya pelajari secara singkat. Tantangan berikutnya adalah sarana prasana yang ada.Â
Siswa yang kerja paruh waktu dari sore hingga malam sehingga ketika pagi hari disekolah mereka tidur, itu juga salah satu tantangan untuk menciptakan atmosfer kelas yang tidak membosankan.
Apakah sulit menciptakan suasana kelas yang dinamis aktif dan menyenangkan?
Jawabannya adalah perlunya proses guru untuk mengeksplore siswa, pendekatan ke siswa, kesepatakan kelas di awal semester dan empati. Selain itu dibutuhkan media pembelajaran yang mudah dipahami oleh siswa. Dalam hal ini, ada beberapa media yang saya gunakan yaitu film, praktek di luar kelas dan juga boardgame. Saya senang mendengarkan cerita dari siswa, siswa merasa di perhatikan ketika kita mau mendengar cerita atau keluhan dari mereka.
Film adalah media pembelajaran yang cukup efektif, dan ketika mereka bercerita tentang keresahan yang ada dalam diri mereka sering saya ajak mereka untuk menjadikan keresahan itu menjadi karya mereka. Dalam 6 jam pembelajaran, saya bisa mengajak mereka menonton 1-2 film pendek. Kami kritisi bersama lalu kami diskusikan, baik segi teknis maupun pesan cerita dari film itu.
Saya bersyukur karena proses ini berjalan dengan cukup baik. Guru tetap menjadi sutradara di dalam kelas. Guru mampu mengajak siswa untuk berperan aktif menciptakan suasana belajar kelas yang menyenangkan.Â
Dengan prinsip semua murid semua guru, saling belajar menentukan tujuan belajar dan melakukan refleksi di akhir sesi kelas. Dari beberapa permasalahan yang dibagikan di atas, ada beberapa kiat-kiat membangun relasi pembelajaran yang menarik di dalam kelas, yang antara lain:Â
1. Proses awal guru untuk menghidupkan suasana kelas yakni, guru perlu mengeksplor siswa yakni melakukan pendekatan untuk mengenali potensi, keresahan, minat, selera, dunia yang disenanginya, sembari membangun hubungan komunikasi aktif dan penuh ikatan kasih sayang yang hangat antar guru dan siswa.
2. Membangun komunikasi aktif yang hangat sangat penting perannya, karena salah satu jalan yang menentukan keberhasilan kerjasama antar guru dan siswa adalah komunikasi yang efektif dan kondisif. Dengan adanya kerjasama dalam komunikasi, guru dan siswa dapat saling mendengarkan, sehingga tercipta rasa saling menghargai, menghormati, dan timbul rasa empati.
3. Menyatukan persepsi dan visi misi dengan mengawalinya melalui pembuatan kesepakatan diawal pembelajaran. Murid dan guru merupakan mahkluk organik yg mempunyai hak yang sama untuk bertumbuh.Â
Kesepakatan membuat keduanya saling menghargai dengan batasan yang telah disepakati. Kesepakatan tidak selalu bersifat memaksa. Karena justru dalam kesepakatan terdapat ruang negosiasi dimana melatih siswa dan guru saling menahan ego dan melatih untuk pemecahan masalah bersama.
4. Guru sebagai sutradara kelas mampu menempatkan diri sebagai director dinamika kelas, dg segala pengetahuan tentang kelas tersebut. Hal itu mencakup minat, masalah, selera, potensi, kendala, hingga keresahan siswa.Â
Hal tersebut dapat dikelola melalui metode yang dapat melibatkan pengalaman empiris siswa terhadap mata pelajaran tersebut. Pengalaman ini tentu hanya dapat disentuh dengan metode yang mengiris isu yang mudah dikenali siswa, sesuai kapasitas siswa, menarik, menambah insight siswa terhadap pelajaran tersebut, dan dilakukan secara holistik..
Narsumber: Tien Agustina Yatie, Guru SMKN 2, Sewon, Kabupaten Bantul, DIY, peraih penghargaan Wardah Inspiring Teacher, Penggerak Komunitas Guru Belajar Yogyakarta.
Moderator: Assabti N Hudan, Founder Sanggar Seni Omah Srawung, Anggota Komunitas Guru Belajar Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H