Standarisasi kebutuhan pencapaian nilai menjadi pemicu seseorang untuk saling bersaing mendapatkan niai dengan batas minimal sesuai yang ditentukan sebagai penentu suatu kelulusan. Jika berkaca pada kodrat manusia, manusia dilahirkan beragam sifat, latar belakang dan potensi diri, maka yang seharusnya terjadi adalah memberi fasilitas belajar yang sesuai dengan potensi serta kemampuan masing-masing individu tersebut.Â
Menurut beliau, jalannya pendidikan pada umumnya dapat bersifat 3 macam, yaitu: pembiasaan (untuk anak kecil), pengajaran dengan mempergunakan pikiran (untuk anak-anak umur 7-14 tahun), dan pendidikan budi pekerti dengan "laku" serta "ilmu" disertai peraturan ketertiban yang lebih keras (disiplin) teristimewa "swa disiplin" untuk anak-anak dewasa hingga 21 tahun.Â
Pembiasaan menjadi kunci penting, karena segala pembiasaan itu nantinya menjadi kodrat dalam sifatnya, tidak perlu untuk berpikir, tidak perlu merasakan, tidak perlu menggunakan kemauan, maka dengan sendirinya akan berjalan sendiri. Orang yang terbiasa bekerjasama tidak akan menggunakan cara persaingan dalam perilaku kesehariannya. Â Â
Yang tidak kalah penting dari ajaran Ki Hadjar Dewantara adalah membagi makna pendidikan menjadi tiga bagian, yang sering disebut sebagai Tri Rahayu.
- Hamemayu Hayuning Sariro, yang berarti pendidikan berguna bagi yang bersangkutan, keluarganya, sesamanya, dan lingkungannya. Disini sangat jelas apa arti manusia sebagai makhluk individu dan sosial.
- Hamemayu Hayuning Bongso, yang berarti pendidikan berguna bagi bangsa , negara, dan tanah airnya. Butir ini juga ditekankan di panca darma Ki Hadjar dan 10 Pedoman Guru.
- Hamemayu Hayuning Bawono, yang berarti pendidikan berguna bagi masyarakat yang lebih luas lagi yaitu dunia atau masyarakat global.
Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi hulma disekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur.Â
Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik (asiswanto.net).
Dengan melihat apa yang diajarkan oleh Ki Hadjar, sesungguhnya beliau sudah mengupayakan, mengajak dan melibatkan kita mulai dari sejak dini untuk dapat memajukan kehidupan dengan menumbuhkan budi pekerti (rasa-pikiran, roh) dan raga (badan) dengan pengajaran, teladan dan pembiasaan, tanpa disertai perintah atau paksaan. Â
Sebagai pentup, pola pendidikan dan pengajaran yang telah didaraskan oleh Ki Hadjar memiliki harapan yang mendalam di masa depan, karena ketika kita mendidik anak sesuai dengan jalan yang patut untuk mereka, maka nisaya di masa tua, mereka akan seturut dengan nilai yang telah dibangun tanpa menyimpang terlalu jauh.Â
Penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hendaknya bisa Ngerti berarti mengerti, Ngrasa berarti Merasakan, dan Nglakoni berarti Melakukan.
Jadi, jangan hanya cukup dengan mengerti, tetapi jangan juga hanya cukup merasakan, namun harus melakukan apa yang sudah dibenarkan dan diangap baik oleh akal budi kita. Agar lebih mudah, dimengerti dulu, baru dirasakan, setelah itu dijalankan.Â
Jangan sampai menjalankan segala sesuatu itu tanpa dipahami lebih dahulu nilai positif dan negatif yang dirasakan.