Nasi telah menjadi bubur, penyesalan meminta tempat karena perlakuan tidak patut di awal. Lida dan Mida telah menuai apa yang telah ia lakukan karena memakan makanan kakek itu tanpa seizin pemiliknya. Dengan sangat menyesal, Lida dan Mida bersepakat menjadi keledai. Maka seketika mereka berdua berubah menjadi keledai yang anggun.
Setelah itu kakek melepaskan keledai itu keluar rumahnnya. Setelah bertahun-tahun, keledai itu tidak pernah keluar huta, kerjaanya hanya mondar-mandir kebingungan karena tak tahu jalan pulang. Seperti lupa ingatan. Ling-lung tak karuan.Â
Sampai pada suatu masa hujan turun dengan begitu lebat berhari-hari. Hari berganti hari, tanah-tanah hutan makin lunak karena air yang berlebihan menetesinya. Tanah seperti mau amblas jika tertekan beban.Â
Tepat pada Rabu siang, hujan yang makin parah disertai guntur dan halilintar menyambar pohon. Satu pohon besar itu rubuh menghujam tanah, membawa serta dua keledai yang sedang berlindung pada tubuhnya dari hujan yang tiada henti-hentinya selama satu bulan lamanya.
Melihat cucu-cucunya yang tertidur, kakek pun keluar diam-diam dan perlahan-lahan. Tidak lupa mematikan lampu dahulu sebelum keluar. Kakek begitu senang melihat muka cucu-cucunya yang lucu-lucu mirip dengan dirinya dulu.Â
Seketika membawanya pada masa di mana ia dulu masing muda. Kenangan yang samar-samar di desa. Dan memberi makan sapi adalah hal yang paling ia sukai.Â
Kakek suka pada sapi, tidak heran jika ia bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi melalui bisnis sapi. Ia pun tertawa kecil sembari menuju ranjangnya, lalu tertidur kelelahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H