Mohon tunggu...
Andy Rezky
Andy Rezky Mohon Tunggu... Wiraswasta - Andy Riski Pratama

Masih mencoba dan terus mencoba😇

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Overthinking Tanpa Ada Pencegahan

19 Oktober 2022   21:51 Diperbarui: 19 Oktober 2022   22:13 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BAHAYA OVERTHINKING TANPA ADA PENCEGAHAN

Dari kutipan Rene Descrartes seorang filsuf dan matematikawan Prancis bapak filsafat Modern " Untuk mempertajam pikiran lebih sering belajar dari pada merenung "

Sebagai seorang remaja dewasa kita seringkali dihadapkan berbagai permasalahan hidup yang rasanya amat berat, hal inilah menjadi pemicu  perasaan overthinking.

Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan overthinking? Overthinking adalah suatu kondisi dimana kita terlalu banyak memikirkan sesuatu secara berlebihan.

Overthinking terjadi di waktu malam menjelang tidur atau ketika kita mempunyai waktu kosong, overthinking datang tanpa di undang.

Biasanya, orang yang overthinking selalu memikirkan masa lalu, tentang kesalahan atau kegagalan yang dialami. Dia juga selalu mengkhawatirkan apa yang belum terjadi di masa depan secara berlebihan, belum terjadi sudah takut dengan kosekuensi yang akan di terima ini mengakibatkan stres jangka panjang jika terus terjadi.

Lazimnya kita bisa merasakan Stres bisa timbul karena seseorang memiliki aktivitas yang monoton setiap hari, tertekan oleh atasan, kebanyakan tugas yang tidak di kerjakan, terlalu banyak menganggur, selalu membandingkan kehidupan sendiri dengan orang lain, tidak punya teman curhat, dan lain sebagainya.

Sementara kecemasan bisa timbul karena penyakit yang diderita, kehidupan di masa depan, sesuatu yang belum pasti terjadi, dan lain sebagainya.

Tanda-tanda seseorang mengalami overthinking di antaranya adalah tidak fokus untuk mencari solusinya ketika sedang menghadapi masalah, sering merenungkan hal yang sama berulang-ulang, cemas sehingga susah tidur nyenyak, sering kesulitan membuat keputusan dan kerap menyalahkan diri saat salah mengambil keputusan.

Akibat saking overthinking dan bergumulnya masalah dihidup kita, mungkin kita merasa putus asa dengan keadaan, memilih untuk menghindar dan memilih untuk lari dari garis ketuhanan. Mau sejauh apapun kita lari dari masalah, masalah itu akan tetap mengikuti. Ibarat bayangan, mau kemanapun kita lari, dia selalu ada di belakang kita. Karena di balik bayangan kita, pasti terdapat cahaya, meskipun itu agak redup. Berlaku pula pada masalah-masalah yang mengitari hidup kita, di balik itu semua pasti terdapat cahaya yang siap menyinari kita.

Secara jika berlarut dengan keadaan Overthinking bukan cemas lagi akan kita dapatkan bisa jadi kita selalu putus asa karena keadaan yang selalu di pikirkan tanpa di undang sama sekali. Putus asa hanya akan merugikan diri sendiri. Terlalu banyak waktu, energi, dan emosi yang terkuras, dan perlahan akan menumpulkan potensi yang kita miliki. Demikian pula putus asa akan sukar mencapai kemajuan, karena tidak berani mencoba lagi dan takut akan mengalami suatu kegagalan. Putus asa yang berkepanjangan dengan diiringi rasa stress dan depresi, bahkan menjadi salah satu faktor untuk mngakhiri hidup. Mengerikan bukan?

Lebih jauh ngomongin putus asa Overthinking ala Kitab Al- Hikam, Islam telah mengimbau agar seorang Muslim menghindarinya, karena sifat ini merupakan salah satu sifat tercela. Muslim yang berputus asa adalah sosok yang kehilangan harapan dari rahmat Allah Swt., yang sekaligus menunjukkan imannya yang lemah dan fondasi keislaman yang rapuh. 

Islam melegitimasinya dalam Al-Qur'an Surat Yusuf ayat 87 yang, barangkali makna tekstualnya begini:

"....Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir."
Lantas, bagaimana menghadapinya?

Nah, untuk menghadapi rasa putus asa ini, saya mengutip dawuh Gus Baha dalam Majelis Diniyahnya ketika membahas kitab Al-Hikam karya Ibnu Athaillah al-Sakandari, murid dari Abu Hasan al-Syadzili (Pendiri Thariqah Syadziliyah). 

Ibnu Athaillah dalam Kitab al-Hikam mengatakan begini:

"Tuhanku, jika aku ingat dosaku, rasanya tak pantas aku masuk masuk surga. Tapi jika melihat kemurahan-Mu, pantas saja."

Lebih lanjut, beliau menambahkan lagi kalimat berikut:

"Ketika saya putus asa dengan sifat-sifat saya yang buruk, maka saya di gerakkan lagi oleh harapan, karena saking melimpahnya anugerah Allah Swt."

Penggalan kutipan di atas mengandung arti bahwa ketika kita terlalu banyak melakukan dosa dan kesalahan di masa lalu, seakan-akan kita tak pantas untuk merasakan kenikmatan di masa mendatang. Namun ketika kita mengingat tentang sifat kemurahan dari Allah Swt, siapapun pantas untuk mendapatkannya.

Demikian pula misalnya apabila kita berada di masa-masa yang sulit, merasa overthinking, sumpek, cemas, stress, bahkan depresi hingga putus asa, perlu di ingat bahwa karunia Tuhan yang telah diturunkan kepada kita itu lebih tidak terhitung dibandingkan dengan masalah-masalah yang hinggap di hidup kita. Terlebih dengan harapan-harapan kita di masa mendatang, kalau kita mau kejar dan tetap bertekad mengusahakan, saya kira Tuhan akan membukakan jalan. Memahami segala sesuatu dari sisi positifnya niscaya akan menenangkan diri kita, yuk selalu mendekati diri kepada Allah. SWT

Sumber : Kitab Al - Hikam

( Dari berbagai Sumber yang ada )

Ed : Andy Riski Pratama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun