Mohon tunggu...
Andung Yuliyanto
Andung Yuliyanto Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

penikmat seni, penikmat teh, penikmat buku dan juga penikmat jalan-jalan....

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Nulis Buku Itu Nyandu...

3 November 2020   15:02 Diperbarui: 7 November 2020   22:01 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi inget ucapan Om Budiman Hakim, kemarin. Saat itu kita sedang membahas cara bikin buku. Kebetulan beliau sudah mengalaminya. Sudah menulis puluhan buku. Mungkin sudah lebih 15 judul.

"Jadi bikin buku itu seperti merobek selaput perawan," Om Bud seringkali memberikan contoh dengan sesuatu yang ekstrim. 

"Om Kenapa analoginya kok selalu ekstrim, " kataku.

"Iya analogi yang ekstrim biasanya gampang diiingat orang" jawabnya." Mengapa saya analogikan membuat buku dengan merobek selaput perawan? Di saat pertama kali membuat buku itu susahnya minta ampun. 

"Namun percayalah, setelah itu engkau akan ketagihan. Bikin buku itu nyandu. Makanya saya membuat tagline sebelum mati buatlah minimal satu buku. Ini adalah trigger. Sebuah harapan setelah satu buku keluar atau selesai, saya yakin akan disusul buku-buku berikutnya," terangnya.

Ada dua jenis buku bila dilhat dari tema penulisannya. Yang pertama adalah buku dengan tema yang konsisten dan panjang. Buku dengan tema ini contohnya novel. Buku jenis ini memerlukan energy yang luar biasa besar dalam pengerjaannya. Dalam gaya menulis ini, kita harus mengambarkan tokoh secara konsisten. Alur yang runtut. Karakter yang terjaga. Tidak heran bila sedikit orang yang mau melakukan.

Yang kedua adalah buku dengan gaya penulisan bunga rampai atau kompilasi cerita pendek. "Jadi Biar nggak terlaku berat, bikin dulu tulisan-tulisan pendek di we site the writers, misalnya. Setelah kita punya kisaran 30 tulisan lantas dikumpulkan dan di layout. Dan jadi satu buku," begitu tips Om Bud yang diberikan bagi penulis pemula.

Untuk menjadi sebuah buku yang nyaman digenggam, memang diperlukan sekitar 100 halaman program MS Word. Yah... dikira-kira saja. Bila tulisan pendek kita sekitar 3-4 halaman MS word, berarti butuh 30 cerita. Bila kurang dari itu, berarti perlu 40 atau 50 tulisan pendek. Baru bisa menjadi satu buku dengan ketebalan 200an halaman.

Biasanya 100 halaman MS Word dengan spasi 1,5, bila sudah masuk program Desktop Publishing bisa menjadi 170-200 halaman. Ini bisa bertambah lagi bila diberi kata pengantar, endorsement, dan prakata. 

Belum lagi ditambah halaman prelim, daftar pustaka atau profile penulis. Beberapa buku yang dijadikan sebagi personal branding, halaman belakang ditambah dengan portfolio penulis dan juga foto-foto kegiatannya. Kalau penulisnya seorang trainer, biasanya bagian belakang akan disertakan iklan traininnya.

Saya pernah punya pengalaman dimintai melayout sebuah buku dari penerbit nasional. "Mas karena naskahnya tergolong tipis, minta tolong untuk diakali layoutnya, ya. Biar bukunya bisa menjadi sekitar 200 halaman. Biar nyaman dipegang dan handy", begitulah alasan penerbit itu dalam WA saya. Dan memang begitulah triknya yang sering saya lakukan.

Ada banyak cara untuk mengakali layout buku menjadi agak tebal. Mulai dari menggunakan white space, margin layout yang agak besar. Kerning ataupun leading typografinya sampai penambahan illustrasi. 

Semua dilakukan untuk mengejar buku agar jangan terlalu tipis. Tentunya, tanpa mengorbankan kenyaman membaca dan estetikanya. Pemnerian highlight pada kalimat penting disamping memudahkan pembaca untuk memahami juga bisa menambah ketebalan bukunya.

Beberapa minggu lalu, Saya sempatkan main ke toko buku. Selain membaca buku juga seringkali hanya melihat tata letak bukunya. Beberapa yang sempat saya lihat adalah buku dengan tulisan satu paragraph kemudian diiisi dengan grafis membentang atau spread page. 

Buku begini disajikan dalam kemasan pocket book, buku saku lah kira-kira. Enteng dan mengasyikkan. Dan dibeberapa toko buku sepertinya sedang menjadi trend. Banyak penerbit yang menerbitkan naskah seperti ini.

Kembali lagi ke soal tema buku. Setelah kita memilih dan memilah tulisan-tulisan yang akan masuk kedalam buku. Kemudian kita kelompokan tema-tema yang sesuai atau senada. 

Bila ternyata hanya ada tiga atau empat kelompok besar, tidak mengapa. Kelompok-kelompok ini kemudian kita ubah menjadi bab. Untuk menyatukan tulisan kompilasi kita bisa manfaatkan kata pengantar. Dalam kata pengantar itu kita bisa tuliskan rangkuman dari bab-bab tersebut.

"Dan bila antar bab dirasa kurang sesuai atau tidak nyambung, kita bisa kasih bridging, untuk menyambungkan tulisan kita. Bahkan terkadang bridge yang kita tulis malah bisa menjadi bab tesendiri lho..." Begitulah yang diterangkan Om Bud kepada Febri.

Teknik menabung cerita atau tekhnik menabung ide ini juga dipraktikan oleh Kang Maman Suherman. Tujuannya juga sama yakni biar tidak terlalu payah dalam menulis buku. "Bikin saja status di twitter atau social media lainnya dan berikan hashtag. Nah dari hashtag yang sama kita telah mendapatkan pokok pikiran. Dari pokok pikiran bisa kita kembangkan menjadi sebuah paragraph..." Begitu kata Beliau dalam acara bedah buku Menulis Tanpa Ide, beberapa pekan lalu di M Bloc.

Kalau Saya, sih, cukup senang hanya dengan menyimak obrolan para master itu. Meskipun hanya mendegarkan tapi setidaknya saya merasa berada ditempat yang tepat. Tepat, karena disana banyak virus literasi yang disebarkan. 

"Semoga,virus literasi mau jangkiti aku. Biar bisa segera bikin buku juga..." pintaku. Dan kredo sebelum mati buatlah minimal satu buku, itu juga kayanya mulai merasuki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun