Mohon tunggu...
Andung Yuliyanto
Andung Yuliyanto Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

penikmat seni, penikmat teh, penikmat buku dan juga penikmat jalan-jalan....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berbisnis Terima kasih

25 Oktober 2019   09:40 Diperbarui: 25 Oktober 2019   09:53 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Waduh... kok tutup sih.. ", buru-buru saya putar balik kendaraanku. Sambil terus berjalan, Saya mengingat dimana ada warung makan yang nyaman. Yup... tidak jauh dari sini ada semacam foodcourt level kelurahan.  Ada sekitar lima belas kios yang berjejer, saling berhadapan. Ini pertama kalinya, Saya masuk kedalaman. Setelah tenggok kanan-kiri, akhirnya pilihanku jatuh pada kios nasi pecel, dipojok agak tengah. Kenapa nasi pecel yang dipilih ? Sederhana saja, Saya cari aman.  Dengan nasi pecel  saya sudah bisa membayangkan bentuknya, rasanya dan andaikata rasanya mengecewakan, sudah saya antisipasi. Istilahnya menyiapkan mental terlebih dulu.

Sama seperti kalau sedang keluar kota, ketika diajak makan, biasanya saya akan memilih masakan padang. Alasannya sama. Bentuk sikap antispasi. Nasi Padang sudah bisa saya terka rasanya seperti itu, yah...kurang lebihlah.

Akhirnya pecel itu diantar gadis kecil, sekitar kelas 5 sekolah dasar. Nggak ada yang istimewanya nasi pecel siang ini. Semuanya standard.  Penataannya tidak istimewa. Tidak begitu memancing selera makan. Tapi ini karena ini jam makan siang, maka perut harus segera diisi. Jika ditunda takut malah merepotkan, apalagi ditengah jam kerja tiba-tiba diserang rasa lapar...bisa nggak konsen, kan.

Baru beberapa suapan,  saya makan, ibu penjual menanyakan "minumnya apa Pak?" Nasi yang masih ada dimulut buru-buru kutelan. "Hmm... ada air mineral Bu?",  "Kalau air mineral nggak ada!" jawab nya. "Ya sudah gak usah Bu. Nanti saja, saya pesan diwarung sebelah".

Memang tidak lebih dari tigameter disebelah warung itu, tepatnya berjarak satu kios,  ada penjual gado-gado yang menyediakan air mineral kemasan. "Kenapa Ibu itu kok bilang tidak ada ya..?, Nggak mau ngambilin air di warung sebelahnya ya...padahal kan deket banget, jelas-jelas kelihatan ada gelas air mineral yang dijejer.." pikiranku, seolah menemaniku makan siang ini.

Sementara cerita dari tempat lain ada  Pak Tedjo, seorang pensiunan polisi tapi hobbynya berburu. Beliau adalah tetangga di Jogja. Koleksi senapannya lengkap. Ada yang khusus untuk berburu babi hutan dan ada juga senapan untuk menembak burung. Pak tedjo juga memiliki Jeep Wilis, yang setia menemani dan mengantar kemanapun Ia berburu. Membawa hasil hewan buruannya.

Beberapa kali ketemu, Pak Tedjo jarang sekali berangkat  berburu seorang diri, selalu ada yang menemani. Seringkali Beliau mengajak teman dari tetangga, kadang beliau janjian dengan pemburu lain diluar daerah. Yang Saya kagum dari Pak Tedjo adalah beliau pandai mejaga perasaan dan menjaga hubungan dengan sesama pemburu. Katanya, ini dilakukan untuk jaga-jaga siapa tahu dia berangkat berburu ke luar pulau jawa. Nah, distu fungsinya temen bisa jadi kayak saudara bahkan sering ditawari tempat untuk menumpang.

"Kenapa kalau berburu seringnya membawa teman Pak Ted? bukankah kalau berangkat sendiri bisa kalau dapat hasil buruannya dapat dinikmati sendiri. Kalau bawa bawa teman, kan hasil buruan  terbagi. Pendapatan kita berkurang dong! " tanyaku suatu ketika.

"Nah... itulah serunya dalam berburu. Kamu nggak pernah berburu sih, Ndung..." Jawabnya.

"Lha, memang kenapa apa, Pak " kejarku.

"Karena kita tidak tahu dapat buruan apa hari ini. Untuk mengantispasinya, Saya mengajak teman", kata beliau dengan optimis.  Misalnya kalau di hutan ada 20 ekor Babi hutan, kemudian, kita bisa menembak dan mati semuanya. Setelah kita kumpulkan, ternyata kita tidak kuat untuk membawanya pulang, kira-kira gimana hayo..? sama saja kan, mubasir. Selain itu, misalnya lagi, pas dihutan kita diserang harimau, gimana coba! Lumayan kan ada temannya, kita bisa saling bantu, saling melindungi dan saling menjaga"Katanya.

"Bila kita berbagi dengan rekan-rekan sesama pemburu, bukankah itu sebuah investasi kebaikkan. Mereka nggak akan melupakan kok. Berburu tidak saban hari dapat buruan, siapa tahu, mungkin suatu saat  apes, tidak dapat apa-apa. Dengan investasi kebaikan yang pernah kita tabur, kita punya harapan, dapat pertolongan dari teman-teman sesama pemburu", jawab Pak Tedjo, sambil membersihkan Jeep kesayangannya.

"Iya, pokoknya kalau ada rejeki ya sebisa mungkin dibagi-bagilah. Masak kita nggak sungkan, kalau pulang bawa hasil buruan sendiri, sementara teman lainnya tangan kosong, gak dapat apa-apa". Nggak enak kan kayak gitu! Kalau bisa yang bertumbuh bareng..." pungkas Beliau.

Dua sikap yang kontras dengan Ibu warung pecel. Andaikata Ibu di warung pecel itu, bersikap  seperti Pak Tedjo si pemburu, dengan memulai  menawarkan minuman di kios sebelahnya terlebih dahulu, pasti suatu saat ibu yang menjual minumnya ini, akan mereferensikan warung pecel itu kepada pelanggannya.

Kata temen-temen, kebaikkan itu ibarat  energy. Sedangkan energy itu sifatnya kekal. Energi tidak akan hilang, dia akan kembali kepada  kita namun dalam bentuk yang berbeda. Saya ingat ada satu buku yang menuliskan, jika ada orang berbuat baik kepada kita, kita akan berusaha mencari waktu dan moment yang tepat untuk membalas kebaikkannya.

Saat ini dunia bisnis digital konsep-konsep semacam ini sedang dipraktikkan. Mereka menyebutnya dengan istilah The Thank You Economy. Kita memberikan sesuatu terlebih dahulu kepada orang lain, baru kita jualan. Jika di pemasaran offline yang kita lakukan adalah selling, selling, selling baru sharing. Nah diera Media social ini menjadi beda. Mereka melakukan sharing, sharing, sharing terlebih dahulu baru melakukan selling. Berbagi, berbagi, berbagi baru melakukan penjualan.

Strategi ini yang dipakai para pebisnis. Diawal mereka banyak memberi, meski akhirnya ditutup dengan penjualan. Para pebisnis itu tahu bahwa pembeli sekarang sudah pandai. Mereka tidak serta merta langsung percaya dengn produk dan fitur yang kita tawarkan. Sebelum belanja mereka akan melihat rating dan review produk kita. Mereka juga lebih percaya dengan referensi seorang teman.Begitulah trend perilaku pembeli jaman sekarang.

So... jangan ragu untuk berbagi karena akan memudahkan direferensikan oleh orang sekitar. Bila referensi meningkatkan peluang berbisnis jadi lebih terbuka. Tapi pastikan, bahwa mereka mereferensikan kebaikkan dan sikap helpfull kita ya, bukan yang lainnya. Asyik kan... ternyata berbuat baik itu selain dapat pahala ditambah bonus bisnis menjadi lancar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun