"Kaum Marhaen hidup menderita, karena penindasan dan penghisapan, karena tindakan-tindakan curang dari golongan kuat dan berkuasa dalam masa yang lampau. Tetapi juga karena kebodohan, karena kurang pengertian, dan kurang kesadaranlah, maka penindasan, penghisapan, dan tindakan curang tadi diderita terus menerus dari satu jaman ke lain jaman, dari satu kekuasaan ke lain kekuasaan." Â
Demikianlah Ali Sastroamidjo menuangkan pikirannya yang mengalir deras itu ke dalam suatu muara yang tak berujung, sehingga sesiapapun (marhaenis) dengan bebas mempraktikan aksi nyata daripada makna Marhaenisme yang dirumuskan Bung Karno, yakni sebagai suatu azas teori politik sekaligus teori perjuangan. Selanjutnya teori politik tersebut meliputi pengertian; sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan.
Marhaen dan Hal-Hal yang Tak Pernah Usai
Marhaen ialah sebuah simbol yang menggambarkan sekelompok masyarakat Indonesia yang menderita, melarat, juga sengsara; tani, buruh-tani, pedagang kecil, dan semua kaum melarat lainnya yang dimelaratkan oleh sistem. Kesengsaraan dan penderitaan yang didapat bukanlah akibat dari kemalasan pun kebodohan mereka dalam bekerja, melainkan karena penindasan/penyengsaraan suatu sistem, yakni sistem kapitalisme.
Jaman berganti, kekuasaan beralih, peraturan-peraturan diperbarui, sejak jaman feodal, sampai jaman kapitalisme kolonial belanda, hingga jaman fassis, berlanjut ke jaman kemerdekaan yang hampir menginjak satu abad lamanya, mereka, kaum Marhaen, masihlah merasakan penderitaan, ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan pihak golongan kuat yang berkuasa. Tapi mereka tak pernah tahu bagaimana cara melawan, cara meniadakan segala kemelaratan itu. Alih-alih mencari jalan tuk melewati penderitaan tersebut, banyak diantara mereka yang meyakini bahwa hal-hal tersebut adalah suatu ketetapan dari Tuhan Yang Maha Esa, dan mereka hanya mesti menerima dengan lapang dada saja.
Maka hal paling utama yang mesti mereka, kaum Marhaen, sadari ialah kebodohan/kedunguan yang ada pada diri mereka, agar mereka mengerti penyebab dari penderitaan, kesengsaraan, kemelaratan yang mereka rasakan itu bukan sekedar datang dengan cuma-cuma melainkan berasal dari konstruksi stelsel kapitalisme.
Marhaen Kalian Hendak Kemana?
Kemerdekaan menurut Bung Karno adalah sebuah jembatan emas, yang mana dipenghujungnya terdapat dua jalan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, antara dunia keselamatan Marhaen (sama rata-sama rasa) atau dunia kesengsaraan Marhaen (sama ratap-sama tangis). Maka Marhaen haruslah menggenggam Politike macht, menggenggam penuh kekuasaan pemerintahan.
Selanjutnya, timbullah pertanyaan; apakah ada usaha/upaya yang dilakukan Marhaen guna membebaskan mereka dari penindasan stelsel kapitalisme tersebut?. Tentu saja ada, dalam kondisi yang demikian, maka Marhaen perlu untuk melakukan upaya. Upaya inilah yang disebut Pembebasan. Untuk memandu proses pembebasan kaum Marhaen, maka diperlukan sebuah pandangan/ideologi. Maka muncullah Marhaenisme. Secara garis besar, Marhaenisme adalah sebuah ideologi untuk membebaskan kaum Marhaen.
Menyingsing Kapitalisme, Menyongsong Indonesia Emas 2045
Selanjutnya setelah melihat realita yang telah dipaparkan di atas, sudah sepantasnya seorang Marhaenis memperbarui taktiknya dalam pengimplementasian kepeduliannya kepada kaum Marhaen. 79 tahun sudah Indonesia merdeka, namun perubahan masih belum nampak di depan mata dengan pasti. Tahun 2045, tepat satu abad usia bangsa Indonesia, bangsa ini disebut-sebut akan memasuki masa emasnya, bukan hal yang tak mungkin, tetapi ketidakpastian tetap memiliki kemungkinan. Hal-hal yang sejak dahulu ditakutkan kini telah terjadi, kaum borjuis terus memegang kendali kuasa hingga saat ini, sedang kaum Marhaen kian hari kian terpuruk, tak punya pilihan yang pasti.
Oleh karena itu keinsafan haruslah sepenuhnya dimiliki oleh para Marhaen dan Marhaenis, dengan menempatkan kembali marwah daripada Marhaenisme/Sosio-Demokrasi/Sosio-Nasionalisme, sebagai suatu teori politik/perjuangan yang menghendaki keselamatan Marhaen, sebagai perjuangan yang revolusioner dalam meniadakan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme guna mencapai masa emas Indonesia 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H