Hanya untuk melakukan pengamanan di Jakarta saja, pada saat itu Polri menurunkan kekuatan lebih dari 20-40 ribu pasukan (5-10 persen jumlah Polri) belum lagi pengerahan TNI sebagai kekuatan pendukung kegiatan.
Peristiwa terbaru perihal aktivitas pengamanan Polri terjadi di Jakarta dan berbagai kota di Indonesia terkait dengan aktivitas demonstrasi yang menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law). Demonstrasi yang disertai dengan amuk massa yang merusak fasilitas milik privat, umum dan negara yang mengakibatkan kerugian cukup besar.
Dari sisi pengembangan organisasi kepolisian, perjalanan proses demokrasi dengan tradisi pengerahan massa (mass mobilization) dapat menjadi pertimbangan kelembagaan dalam membangun organisasi kepolisian yang efektif berkaitan dengan kebijakan pemolisian kerumunan (crowd policing).Â
Hal ini terkait dengan struktur, sumber daya organisasi, model pemolisian (kegiatan maupun operasi) serta aspek doktrin dan tata lakunya serta kerja sama kelembagaan.Â
Diperlukan model pengembangan kapasitas profesionalisme personil Polri termasuk pelibatan TNI secara profesional (peran dan tindakan polisionil) dalam mendukung peran dan fungsi kepolisian dalam pengendalian massa tersebut.
Dalam rezim demokrasi, polisi tidak dapat bekerja sendiri. Polri dan TNI tunduk pada kepemimpinan yang sah dari hasil demokrasi itu sendiri. Problem politik yang cenderung menggunakan pengerahan massa memerlukan konsensus bersama dari otoritas demokrasi tentang aturan pengumpulan massa (crowd regulation).Â
Regulasi ini terkait dengan urusan crowd management seperti  jumlah orang, substansi, waktu, hak dan kewajiban, termasuk sanksi dan pertanggungjawaban.
Diperlukan standar operasionalisasi pemolisian dalam bentuk crowd control yang dimulai dari tindakan pemolisian yang lunak (soft policing) hingga upaya pemolisian yang tegas dan kuat (hard policing).
Hal ini patut menjadi bahan pertimbangan bersama sebagai upaya mengantisipasi keamanan negara di masa yang akan datang. Karena diperkirakan politik massa seperti yang terjadi dalam kurun waktu 20 tahun perjalanan reformasi masih terus akan terjadi.Â
Apalagi dalam era globalisasi dan demokrasi dengan kondisi multi partai, ditambah perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang masif. Sehingga negara harus bersiap diri dalam mengoperasionalkan demokrasi yang cocok dengan spirit konstitusi negara.
Dengan demikian demokrasi dapat beroperasi melalui regulasi dan kesiapan aparatnya untuk menjaga ruang kebebasan berpendapat dan berkumpul. Kebebasan yang dapat terlaksana dalam koridor keamanan dan ketertiban masyarakat.Â