Kartu kredit memang bisa memberi tawaran promosi lain sebagai pemanis, namun biasanya disertai persyaratan lain yang terkadang membuat konsumen berpikir ulang dan kemudian memutuskan beralih memakai pay later.
Bank Ikut Melirik Pay Later
Menyimak data pertumbuhan pay later khususnya di Indonesia faktanya menunjukkan perkembangan positif. Jika mengutip data Katadata, di tahun 2022 ini pembayaran pay later sudah berada di angka 38%, sementara tahun 2021 jumlahnya adalah 21%. Sementara penggunaan kartu kredit cenderung stagnan, karena selama setahun hanya mampu tumbuh 6%.
Tidak mengherankan, karena pertumbuhan pay later juga berbanding lurus dengan transaksi e-commerce, dan setiap platform dengan cerdas menawarkan pay later kepada para penggunanya saat bertransaksi.
Gaya aktif jemput bola dengan memberikan penawaran langsung kepada konsumen yang mungkin juga disertai promo lainnya akan sangat memudahkan menarik minat konsumen memilih pay later, dengan demikian trennya semakin tumbuh.
Dan perlu diingat lagi jika pay later ini membidik segmen masyarakat kelas menengah. Walaupun kondisi ekonomi global dibayangi resesi, namun situasi di Indonesia masih tergolong memiliki harapan stabil. Maka segmen kelas menengah masih memiliki daya beli cukup baik. Dan jika ekonomi membaik, jumlah masyarakat kelas menengah turut bertambah juga.
Masyarakat kelas menengah memiliki selera konsumsi yang tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan saja, faktor kegemaran, kesenangan serta mengikuti tren menjadi pertimbangan dalam pola konsumsinya.Â
Maka segmen ini akan membeli dan menggunakan barang karena faktor-faktor tersebut. Jangan heran jika transaksi e-commerce moncer pay later ikut menikmati pertumbuhan positif.
Memperhatikan itu, perbankan akhirnya ikutan melirik pay later sebagai salah satu senjata meningkatkan portofolio kredit konsumsinya. Karena sangat disayangkan jika peluang ini dilepas begitu saja menjadi garapan para pemain di luar bank.