Mungkin nama Miyamoto Musashi (1584 -- 1645) banyak dikenal dari novel biografinya yang ditulis oleh Eiji Yoshikawa (1892 -- 1962). Di dalam buku tersebut, Musashi dikisahkan sebagai samurai dan ronin di abad pertengahan, mulai dari pengalamannya menjadi tentara rendahan dalam perang Sekigahara, hingga menempuh jalan pedang menjadi maestro serta filsuf.
Musuh pamungkas Musashi dalam jalan ceritanya adalah Sasaki Kojiro, keduanya bertarung guna membuktikan siapa pemain pedang terbaik dan jika kalah pun, mati di jalan pedang adalah suatu kebanggaan.
Jalan yang ditempuh sesungguhnya adalah suatu pilihan langkah, arah mana yang dituju, di semua aspek kehidupan baik arah atau jalan harus ditentukan supaya tujuan yang hendak ditempuh menjadi jelas.Â
Hal serupa berlaku pula di bidang jasa keuangan, perbankan di zaman modern dihadapkan kepada jalan teknologi, mulai dari komputer, internet, digital hingga fase selanjutnya yaitu metaverse.
Teknologi sendiri merupakan inti dari bisnis perbankan, seluruh transaksi sudah sangat bergantung pada fungsi teknologi, sehingga jika sebuah bank mau menjaga eksistensinya, maka mengikuti jalan teknologi merupakan keharusan. Lalu bagaimana jadinya perbankan di jalan metaverse?
Mengenal Metaverse
Ketika istilah metaverse disinggung oleh Neal Stephenson di bukunya pada tahun 1992, nampaknya dia sulit membayangkan jika istilah itu akan digunakan luas di masa mendatang. Seolah pikirannya melampaui masanya, saat ini para raksasa teknologi macam  Microsoft, Meta atau Tencent berlomba membangun jagat metaverse.
Metaverse merupakan fase lompatan besar dari perkembangan internet sampai era digital. Kita akan menyaksikan metaverse menghubungkan antara keberadaan fisik seseorang dengan identitas digital, properti serta ruang, dan mencakup spektrum penuh dunia, realitas, dan model bisnis yang disempurnakan secara digital.
Semua dibentuk berlandaskan teknologi seperti Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR) dan blockchain. Semua pihak dipertemukan dan berinterkasi di ranah metaverse, lantas seluruh aset digital diperjualbelikan.
Adanya transaksi jual beli ini sudah pasti membutuhkan sarana pembayaran beserta pihak yang dapat menyediakan fasilitas transaksi kepada para warga metaverse. Dengan demikian perbankan memiliki peluang jika berniat menggarap pasar di jalan metaverse.
Peluang Perbankan di Metaverse
Apakah peluangnya besar? Jika menyimak proyeksi dari Gold Sachs dan Morgan Stanley, kalkulasi mereka memperkirakan perputaran uang di metaverse dapat mencapai hingga US$ 8 triliun. Sebuah nilai yang sangat fantastis, sudah pasti menggiurkan dan menarik perhatian pelaku usaha.
Perbankan adalah salah satu bidang usaha yang dapat menjawab permintaan di pasar metaverse terkait mata uang dan identitas asli digital. Mengapa? Karena perbankan dinilai sudah memiliki infrastruktur teknologi yang memadai serta keamanannya terjaga untuk melayani nasabah melalui penggunaan AR/VR .
Jika berabad-abad bentuk transaksi perbankan dilakukan secara kontak fisik, baru pada abad 20 perbankan mulai mengenal teknologi yang kemudian secara cepat mengubah model bisnisnya menjadi non fisik.Â
Fase digital sudah memberikan banyak bukti, kemudian melalui metaverse bank akan memperoleh peluang mulai dari menyediakan jalur pembayaran untuk transaksi di dunia maya dan menata ulang transaksi dalam format 3 dimensi, berhubungan dengan nasabah dalam jaringan dan wujud avatar. Menarik.
JP Morgan adalah bank yang pertama menggarap metaverse secara serius, dengan perkiraan melalui metaverse akan membukukan hingga lebih dari US$ 1 triliun. Sangat besar. Kemudian bank asal Korea Selatan, KB Kookmin Bank tengah mengembangkan Metaverse VR Branch Testbed. HSBC lantas mengikuti dengan mendirikan region Sandbox di metaverse.
Bagaimana caranya nasabah melakukan interaksi? Â Dengan memakai perangkat VR yang dipasang di kepala. Ini mencakup layanan dan transaksi perbankan virtual, seperti pengiriman uang yang dapat dikelola oleh petugas bank. Konsultasi antara avatar nasabah dan karyawan juga akan dimungkinkan. Lalu aktivitas yang dapat dilakukan mencakup diantaranya adalah:
Mendapatkan pengalaman transaksi nasabah dan pekerja bank di wujud metaverse melalui AR dan VR, nasabah dapat melakukan transaksi, cek saldo hingga membayar tagihan. Semuanya dilakukan dalam jaringan tetapi seolah berinteraksi langsung mempertemukan wujud atau avatar para penggunanya.
Interaksi dengan cara baru, layanan  bagi nasabah yang mencari produk canggih. Menyampaikan nasihat keuangan yang dipersonalisasi seperti tinjauan portofolio tahunan virtual, sesi perencanaan keuangan, dan rekomendasi produk bank. Â
Pemasaran dan perluasan merek, virtualisasikan interaksi merek bank, seperti penarikan tunai dari ATM, penempatan cabang, pencitraan merek, dan pengesahan. Juga menghidupkan kredensial lingkungan, sosial, dan tata kelola dengan cara yang lebih hidup dan emosional.
Mengembangkan produk dan layanan baru, dalam hal ini bank dapat menggarap:
Pembayaran digital: memfasilitasi fungsi dompet yang aman dan jalur pembayaran untuk produk, layanan, dan ekonomi metaverse.
Aset digital: bank dapat memperluas peran mereka sebagai penjaga aset pelanggan ke metaverse dengan mengamankan, mengasuransikan, dan meminjamkan mata uang kripto, NFT, dan real estat virtual.
Gambaran digital: menciptakan gambaran virtual untuk aset atau properti seperti rumah atau cabang bank. Jelajah rekreasi VR, pemandangan dari sebuah rumah yang mungkin ingin dibeli daripada sekadar menjelajahi foto dan video 2D. Seorang karyawan bank dapat menggunakan gambaran digital untuk menjamin pinjaman.
Simpul dari aktivitas perbankan dengan nasabah di metaverse, sesungguhnya dipetakan menjadi:
Peluang bisnis di tahap awal. Bercermin dari booming internet yang membawa peta bisnis perbankan memasuki masa modern, maka inisiasi bisnis bank di metaverse menjadi peluang yang akan memberikan keuntungan besar, khususnya bagi bank perintis masuk di metaverse, karena ketika zona ini semakin meluas, para bank perintis telah memiliki fondasi kuat serta telah menguasai pasar berikut pengalaman menggarap nasabah di metaverse.
Membangun kesadaran merek. Pada dasarnya metaverse merupakan wujud dunia baru, ketika semua pihak menjalin hubungan dan aktivitas, mereka lantas akan melirik bank yang juga hadir di jagat metaverse. Dengan adanya kehadiran bank di metaverse, nasabah virtual akan menyadari ada merek dan menggunakan layanannya jika dihendaki.
Dimensi baru layanan kepada pelanggan. Pelayanan dalam wujud avatar antara nasabah dengan bank dimana nasabah melakukan akses dari manapun hanya menggunakan VR bukan sesuatu yang dapat dibayangkan, maka bentuk layanan metaverse menjadi hal menarik dan bank mengikuti perkembangan teknologi terkini.
Mata uang digital. Jika selama ini mata uang digital dapat dikatakan tidak berwujud nyata, maka di metaverse bentuk mata uang digital akan semakin berkembang dan menjadi tren, diterima oleh semua pihak di metaverse.
Risiko Perbankan di Metaverse
Bicara soal risiko, di awal masa metaverse berkembang maka risiko hukum dan reputasi perlu menjadi perhatian, mengingat sifatnya luas serta sulit diantisipasi, mirip dengan fenomena di media sosial ketika penyebaran hoaks terjadi begitu luas.
Aspek keamanan teknologi pun patut diperhitungkan, sudah tentu jika terjadi tindak kejahatan di metaverse, nasabah akan menilai buruk kualitas keamanan bank, reputasi menjadi taruhan besar. Â
Pertanyaan lainnya menyangkut tindakan fraud, pelanggaran akses internet, pencucian uang, keamanan data nasabah. Semuanya tercantum dalam kerangka besar risiko operasional. Bagaimana nasabah merasa nyaman dan percaya bertransaksi di metaverse jika risikonya dinilai sangat riskan.
Kepercayaan akan menjadi hal terpenting untuk mengadopsi pengalaman baru yang mulai dibangun oleh bank dan merek lain. Untuk alasan ini sangat penting bahwa metaverse dikembangkan dengan tanggung jawab pada intinya. Dari kepemilikan data hingga inklusi dan keragaman, hingga keberlanjutan dan manajemen risiko, keamanan dan keselamatan pribadi.
Kekhawatiran nasabah saat ini seputar privasi, bias, keadilan, dan dampak platform digital terhadap manusia akan menjadi lebih akut karena metaverse semakin mengaburkan batas antara kehidupan fisik dan digital manusia.Â
Bank harus bersiap untuk pengawasan peraturan tingkat tinggi dari metaverse dan siap untuk merespon dengan cepat terhadap peraturan baru.
Agaknya otoritas selaku pengawas perbankan akan senantiasa mengikuti perkembangan tren baru ini, karena peraturan disesuaikan dengan pengalaman yang terjadi agar bentuk regulasi menjadi sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Dengan demikian peraturan yang ada tepat sasaran dan bisa diterapkan.
***
Salah satu hal menarik dalam film Ready Player One adalah muncul berbagai karakter populer seperti Gundam, Robocop, Dinosaurus dan lainnya dalam satu jagat. Gambaran dari metaverse dituangkan sangat jelas oleh Steven Spielberg.
Di dunia metaverse, seseorang bebas menentukan wujud avatarnya seperti apa, bisa saja jika wujud yang dipilih menjadi sosok samurai seperti Musashi, hal utama yang perlu segera diwujudkan dalam metaverse adalah kepastian penegakan hukum sebagai batasan jelas supaya metaverse menjadi dunia yang aman dan nyaman bagi para warganya sendiri.
Entah apa jadinya jika metaverse tidak memiliki landasan hukum, menjadi sangat liar dan kejam. Percuma suatu dunia baru berlangsung tanpa kepastian dan kepercayaan, akan menjadi peradaban biadab.
Metaverse akan menjelma menjadi dunia baru bergengsi, bukankan Ibu Kota Nusantara kelak akan turut hadir di metaverse. Semoga perbankan nasional segera menyusul hadir di metaverse, membangun perekonomian Indonesia menjadi lebih tangguh di mata dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H