Merdu dan elegan, demikian karakter vokal Andrea Bocelli jika didengarkan. Penyanyi asal Italia ini dikenal memiliki suara tenor dan sering membawakan lagu-lagu opera, walaupun sering juga berkarya lintas genre memadukan unsur musik pop bersama gaya opera.
Salah satu lagunya yang dikenal publik adalah Con te partiro. Dan ternyata versi duetnya berbahasa Inggris bersama Sarah Brightman yaitu Time To Say Goodbye lebih dikenal lagi. Dirilis akhir tahun 1996, single ini berhasil memuncaki tangga lagu di banyak negara.
"Time to say goodbye. Paesi che non ho mai. Veduto e vissuto con te. Adesso si li vivro."Â
Demikian juga Citibank Indonesia, setelah hadir sejak tahun 1968, mendadak tersiar kabar bahwa Citibank memutukan mengakhiri bisnis ritelnya. Keputusan ini sangat mengejutkan, mengingat Citibank sudah memiliki basis nasabah ritel yang cukup besar di Indonesia, terutama kartu kredit.
Time to say goodbye, demikian kenyataannya, Citibank menutup segmen bisnis ritel di 13 negara, Indonesia termasuk di dalamnya. Rencananya portofolio bisnis ritel milik Citibank akan dijual dan diperkirakan Citibank meraup dana total 87 Triliun!
Apa kabar bisnis ritel bank?Â
Sebetulnya jika dilihat dari prospek usaha, segmen ritel masih memiliki kemilau memikat, daya tarik di segmen ritel layaknya primadona yang ditaksir oleh banyak bank.Â
Coba perhatikan berbagai penawaran kartu kredit, kredit tanpa agunan atau simpanan, begitu menjejali calon nasabah. Malah setiap hari ada saja penawaran yang diajukan mulai dari telepon, SMS atau surat elektronik.
Di Indonesia mungkin juga secara global, masih banyak bank bermimpi menjadi penguasa segmen ritel. Dan setiap bank hampir pasti memiliki produk dan jasa yang khusus ditujukan bagi nasabah ritel. Tetapi perkembangan teknologi belakangan ini menjadi penentu perubahan segmen ritel, banyak industri merasakan hal ini juga.
Informasi perbankan tidak lagi eksklusif atau hanya bisa diakses segelintir pihak, semua berubah menjadi inklusif, masyarakat dapat mengetahui seluruh informasi layanan perbankan.Â
Malahan perbankan juga dituntut harus transparan dalam mengoperasikan bisnisnya. Dampaknya adalah kondisi persaingan di segmen bisnis ritel berubah, dan bisa jadi Citibank menjadikan poin analisis berikut sebagai pertimbangan mereka:
1. Â Formula pertumbuhan bank tidak lagi sama
Yang dimaksud pertumbuhan di sini adalah terkait jaringan kantor bank dan layanan kepada nasabah. Dahulu keberadaan kantor cabang menjadi penting karena setiap transaksi dan keperluan administrasi harus diproses di kantor cabang, maka pertumbuhan kantor cabang bank sampai awal milenium baru atau abad 21 sangat tinggi.
Pertumbuhan produk, layanan dan nasabah berbanding lurus dengan penambahan jaringan kantor cabang. Kini kondisinya berbeda, fungsi serta keberadaan kantor cabang tetap penting namun jumlahnya jauh lebih sedikit, karena nasabah sudah memiliki pilihan melakukan transaksi berbasis teknologi, adanya smartphone dan internet memicu perubahan ini.
Tren digital mengharuskan bank mengembangkan teknologi pendukung supaya bisa melayani kebutuhan nasabah dengan optimal, di segmen ritel nasabah bergerak lebih cepat dan frekuensinya tinggi. Investasi pengembangan jaringan infrastruktur untuk mengakomodasi kebutuhan nasabah ritel sangat besar.
2. Pengalaman nasabah mengadopsi teknologi
Perilaku nasabah disadari atau tidak sangat terpengaruh faktor teknologi. Nasabah cenderung menyukai hal yang sederhana, praktis dan cepat. Sikap tidak mau terlalu direpotkan nampaknya semakin terlihat pada perilaku nasabah saat ini.
Pengalaman nasabah berinteraksi dengan teknologi menghasilkan sekat bagi bank. Karena selain bank harus berupaya mengimbangi tuntutan nasabah melalui investasi di bidang teknologi, bank juga sangat terikat dengan berbagai peraturan yang terkadang malah menyulitkan bank sendiri.
Perbankan adalah industri yang diatur sangat ketat oleh regulator, terkait dengan prinsip kehati-hatian semua harus ditaati, jika tidak siap-siap saja dijatuhi sanksi. Namun sering kali terjadi peraturan tertinggal dari tuntutan pasar.
Sementara pesaing bank di segmen ritel hadir menawarkan kemudahan. Nasabah belajar dari pengalaman transaksi dompet elektronik, e-commerce atau fintech. Seluruhnya memberikan kemudahan, tidak direpotkan layaknya bank. Hasilnya nasabah membandingkan dan menuntut mengapa transaksi di bank tetap ribet?
Bank bingung menyikapinya, mau langsung mengikuti perkembangan tren pasar sesuai pengalaman nasabah tetapi takut sanksi regulator karena dianggap melanggar peraturan. Hal ini sudah sering dialami oleh bank di segmen ritel.
3. Peningkatan produktivitas dan efisiensi
Setiap bank pasti dituntut bisa meningkatkan penjualan dan produktivitasnya, dan dari sisi biaya kalau bisa ditekan serendah mungkin. Produktivitas dan efisiensi.Â
Nasabah ditawarkan produk berikut layanan ini itu, dirayu supaya mau menyimpan uang dan menggunakan fasilitas kredit. Senjata andalan yang ditawarkan adalah tingkat bunga khusus atau special rate.
Model nasabah ritel sangat mungkin dipengaruhi oleh bunga khusus dan gimmick macam suvenir, hadiah atau cash back. Akibatnya ongkos produksi produk menjadi lebih mahal, mau terus-terusan perang bunga dan cash back?
4. Konsentrasi nasabah terpencar
Bank berharap nasabah mengalokasikan seluruh dananya dan bertransaksi sepenuhnya menggunakan fitur yang disediakan? Sulit, justru nasabah masa kini cenderung memanfaatkan fasilitas dari banyak aplikasi.
Nasabah memiliki rekening di banyak bank, bisa jadi punya kartu kredit di satu bank tapi transaksi pembayarannya malah lebih sering dari rekening bank lain. Belum lagi penggunaan aplikasi dompet elektronik, yang tidak lagi didominasi bank.
Fokus Model Bisnis Citibank
Citibank sudah pasti memiliki pertimbangan kuat sebelum mengambil keputusan berpisah dari segmen ritel. Walaupun keuntungannya tergolong menggiurkan, persaingan di segmen ritel cukup memusingkan, terlalu banyak para pemain memperebutkan nasabah ritel dengan berbagai strategi.
CEO Citibank Jane Fraser menyatakan jika Citibank lebih berniat menggarap pasar global consumer bank di pusat Asia dan EMEA (Europe, Middle East dan Africa) melalui empat wealth center-nya yaitu Singapura, Hongkong, Uni Emirat Arab dan London.
Hal ini tidak salah, karena segmen bisnis ini juga menguntungkan, lebih bergengsi, pengawasan pertumbuhan bisnis lebih mudah daripada harus memelihara jutaan nasabah ritel. Citibank pasti sudah memiliki modal kuat dan kesiapan jaringan untuk melayani para nasabah sangat kaya ini.
Nasabah ini tidak mempan dicekoki perang bunga di pasaran karena memiliki kekayaan jauh di atas nasabah rata-rata. Karakter nasabah segmen ini adalah mengutamakan kenyamanan, privatisasi, kemudahan, dan eksklusivitas.
Dalam hal ini nasabah akan sangat diperhatikan, pelayanan yang diberikan serba mewah, dan Citibank sudah memperhitungkan hal ini secara matang.
***
"There are no goodbyes for us. Wherever you are, you always be in my heart."
Mahatma Gandhi
Di media sosial para alumni atau mantan pekerja Citibank bahkan para personel yang masih bekerja di Citibank mencurahkan perasaannya terhadap kabar hengkangnya Citibank dari bisnis ritel. Mungkin sekian lama berkarya di sebuah institusi besar, kesan dan kebanggaan tersimpan dalam hati.
Perpisahan sudah pasti terjadi, ada waktu bertemu demikian akan tiba waktu perpisahan. Perpisahan sebuah keniscayaan, tidak dapat dipungkiri. Demikian juga kiprah di dunia bisnis. Lantas apa kabar bisnis ritel bank? Semoga bertambah baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H