Teringat kembali pepatah Tiongkok kuno mengatakan, “Ada peluang di balik setiap krisis,” setiap masa sulit jika direnungkan secara bijak pasti ada pelajaran penting dan berguna untuk melangkah sesudahya.
Indonesia menderita akibat krisis moneter tahun 1998, UMKM disebut-sebut saat itu masih bisa bertahan, sementara konglomerat usaha besar morat-marit. Sektor jasa keuangan ikut-ikutan sengsara, bahkan banyak bank ditutup.
Bangkit dari krisis 1998 banyak pengusaha belajar dan menerapkan strategi baru, sementara sektor jasa keuangan berbenah. Bisnis rebound kembali tumbuh, harga komoditas dunia turut naik, memoles daya tarik dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tetapi krisis 1998 sudah lebih dari 2 dekade lampau, hanya dampaknya adalah konsumen lebih kritis terkait konsumsi terutama dalam hal barang pokok.
Faktor melewati masa sulit dan gaya hidup dituntut berhemat nampaknya mengubah paradigma konsumen terhadap perhitungan daya beli dan harga.
Bisnis tetap rebound namun konsumen lebih kritis, mereka akan membandingkan antara penawaran produk dari iklan, harga yang dijual sampai dengan kualitas produk serupa milik para kompetitor.
Hal menarik sesudah krisis 2008 adalah produsen produk dan jasa mengubah haluan media pemasaran ke arah digital, karena kala itu aspek teknologi digital sedang tumbuh pada tahap awal.
Menentukan Strategi Bisnis Seusai Pandemi