Sejarah mencatat kekaisaran Khmer di negara Kamboja pada masa lalu memiliki tingkat kebudayaan dan peradaban maju.Â
Hal tersebut dibuktikan keberadaan candi Angkor Wat, pada masa Suryavarman II (berkuasa 1113 -- 1150) kekuatan kekaisaran Khmer di kawasan Asia Tenggara cukup diperhitungkan, dengan kestabilan ekonomi dan politik dalam negeri, Suryavarman II berniat memperluas hegemoni kerajaannya lebih luas mencakup kawasan Asia.
Dan Angkor Wat merupakan salah satu peninggalan kejayaan kekaisaran Khmer, berdiri sampai saat ini sebagai warisan budaya tak hanya bagi masyarakat Kamboja namun juga dunia.Â
Kamboja di masa sekarang ini masih berusaha menggenjot pertumbuhan ekonomi negaranya, di tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Kamboja terkontraksi menjadi -2%. Berdasarkan proyeksi World Bank ekonomi Kamboja akan rebound mencapai 4% di 2021.
Optimis terhadap perkembangan ekonominya, Kamboja sebagai negara berkembang tergolong berani mengambil langkah lebih maju, paling tidak di Asia Tenggara. Pada 28 Oktober 2020 Kamboja resmi merilis mata uang digital, Bakong.
Mengambil nama Bakong yang berasal dari candi kuno di Kamboja, mata uang digital Kamboja diharapkan dapat mendukung kemajuan ekonomi domestik.Â
Inisiatif ini patut diapresiasi, karena kemajuan teknologi yang semakin canggih tak terbantahkan dampaknya terhadap ekonomi dan sosial, salah satu aspek yang terbawa arus digitalisasi adalah sektor finansial. Kamboja sadar akan hal itu.
Pengertian dan Ruang Lingkup Mata Uang Digital
Kelak seluruh aktivitas manusia mungkin akan dilakukan berbasis teknologi, termasuk transaksi keuangan yang sudah mulai berubah.Â
Masyarakat sudah mengenal uang elektronik dan mulai mendengar kabar mengenai crypto currencies. Lantas ada juga yang latah lantas ikut-ikutan mencoba peruntungan dari manfaatnya. Tapi sayangnya masih banyak yang tidak mengerti.
Nah, mata uang virtual sendiri adalah nilai uang dalam bentuk elektronik yang digagas kemudian dikembangkan dan dirilis oleh pihak tertentu.Â
Peredaran crypto currencies kurang lebih mencapai 4.422 jenis dengan kapitalisasi pasar pada 1 Maret 2020 sebesar US$ 1,5 Triliun. Gila, tapi itu faktanya, menyangkut kepentingan dan jumlah uang sangat besar.
Para pelaku di balik perkembangan mata uang virtual tentunya adalah para pengusaha di bidang teknologi, dengan adanya aset kecanggihan teknologi serta memainkan kecerdasan buatan berikut big data.
Mereka berusaha mendorong penggunaan mata uang virtual ciptaan mereka, tujuannya adalah tentu saja supaya bisnis mereka semakin langgeng dan merengkuh perekonomian dunia dalam genggaman mereka.
Kebanyakan peredaran mata uang virtual di kalangan masyarakat dunia bukan mata uang resmi dari bank sentral suatu negara atau disebut Central Bank Digital Currency (CBDC).Â
Kewenangan mengedarkan dan memberlakukan mata uang merupakan tugas bank sentral, hal itu berlaku di seluruh dunia.Â
Jadi jika ditinjau dari status mata uang virtual yang diedarkan oleh pihak bukan dari bank sentral ilegal atau tidak statusnya silahkan diartikan sendiri.
Sederhananya adalah mata uang yang dipergunakan dalam format digital alias non-fisik. Bisa juga dikategorikan sebagai uang elektronik, uang digital, mata uang elektronik atau cyber cash.
Apa bedanya dengan mata uang virtual?Â
Dari sisi peredaran mata uang virtual macam bitcoin atau sejenisnya hanya dipergunakan dan berlaku di kalangan terbatas, pihak pengguna mata uang virtual saling bertransaksi sebatas kepercayaan antara pengguna dan penerbit mata uang tersebut.Â
Sekali lagi jenis mata uang tersebut bukan beredar dan berlaku atas dasar hukum dari suatu negara yang dalam hal ini adalah ranah bank sentral atau CBDC.
Sementara mata uang digital walaupun karakteristiknya mirip, yaitu diakomodasikan dan ditransaksikan berbasis teknologi, tetapi peredarannya bisa diakses masyarakat umum, bisa digunakan untuk transaksi jual beli barang dan jasa layaknya uang tunai fisik. Yang lebih penting mata uang digital dijamin dan resmi beredar atas restu CBDC.
Karena model mata uang virtual macam Bitcoin perlu diuangkan lebih dahulu antar penggunanya. Bitcoin dan sejenisnya tidak akan berlaku jika digunakan langsung di pasar umum. Sudah lebih jelas bukan perbedaannya.
Jadi  semua jenis mata uang virtual adalah bagian dari mata uang digital, tetapi tidak berlaku sebaliknya, tidak semua mata uang digital merupakan mata uang virtual. Kembali lagi bagaimana bentuk serta apakah mata uang tersebut bisa dipergunakan oleh masyarakat umum secara langsung.
Bitcoin dan kawan-kawannya memang tengah merajarela, banyak digandrungi padahal jika terjadi tindak kejahatan atau fraud terkait mata uang virtual, pihak yang dirugikan akan kesulitan menuntut pertanggungjawaban dari siapa.Â
Menyikapi perkembangan tersebut Tiongkok mengupayakan Yuan Digital sekaligus sebagai bagian dari rencana Tiongkok merepresentasikan kemajuan dan kekuatan ekonominya.
Konsep Peredaran Mata Uang Digital dan Peran CBDC
People's Bank of China selaku pihak yang bertanggung jawab atas pengembangan Yuan Digital sudah melakukan uji coba di beberapa daerah di Tiongkok.Â
Arah penggunaan mata uang digital di Tiongkok dan global semakin jelas, karena karakteristik transaksi online seperti mata uang digital tergolong efektif dan efisien.
Namun faktor keamanan sudah pasti menjadi prioritas utama, karena ini semua menyangkut data moneter dan keuangan negara serta masyarakat penggunanya.
Keunggulan lainnya, bank sentral akan memiliki data transaksi secara utuh dan real time, maka pengawasan moneter dan pemantauan peredaran uang akan lebih mudah dilakukan, seluruh data terhubung langsung menjadi satu.
Baru sebatas berminat mengembangkan Rupiah Digital, Bank Indonesia nampaknya akan menyusun konsep dan mematangkan rencana pengembangan Rupiah Digital. Walaupun penggunaan uang elektronik sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, transaksi uang elektronik masih berupa transaksi online belum berupa mata uang digital secara utuh.
Mengacu dari dokumen Bank International Settlement (BIS) di Basel, pengembangan dan peredaran mata uang digital yang di bawah wewenang CBDC, harus berdasarkan kebutuhan nasabahnya yaitu:
Privasi, dalam hal ini menyangkut data pribadi dan transaksi dari pemilik atau pemegang mata uang digital. Kerahasiaan data harus terjaga dan tidak bocor.
User friendly, mata uang digital harus praktis digunakan, jangan sampai peralihan uang tunai menjadi digital malah merepotkan masyarakat.
Akses universal, penggunaan mata uang digital harus menjangkau semua pihak, tidak hanya dipergunakan kalangan tertentu.
Cross border, berlaku untuk transaksi antar negara.
Kegunaan peer to peer, maksudnya adalah mata uang digital dapat digunakan secara langsung, tidak butuh lagi proses yang melibatkan otorisasi dari penerbitnya semacam yang terjadi pada Bitcoin.
Lalu terkait model peredaran dan pengawasannya, CBDC dapat mengaplikasikan konsep sebagai berikut:
- Indirect CBDC di mana tagihan (claim) dilakukan ke perantara (bank komersial), sementara bank sentral hanya melakukan pembayaran ke bank komersial.
- Direct CBDC di mana tagihan dilakukan langsung ke bank sentral.
- Hybrid CBDC di mana tagihan dilakukan ke bank sentral, tetapi bank komersial yang melakukan pembayaran.
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan Know Your Customer (KYC) di Indonesia dilakukan oleh perbankan sebagai pihak pelaku industri. Fungsi pengawasan berada di lembaga otoritas terkait yang berwenang.Â
Dengan kondisi saat ini di mana para pengawas bertindak layaknya raja, jika mengutip lirik lagu Radja milik/RIF band rock asal Bandung, "Mau apa tinggal minta tunjuk sini tunjuk sana dengan sedikit kata."Â
Singkatnya para pengawas hanya tahu semua beres di pelaksana, apakah bank sentral mau melakukan pekerjaan detil administrasi?
Sistem finansial di suatu negara merupakan sebuah proses satu kesatuan dan tidak bisa dipilah secara parsial begitu saja, sehingga kajian akan pilihan model harus dipertimbangkan tidak hanya matang tapi juga mengantisipasi dampak di setiap aspek.
***
Kekaisaran Khmer sangat identik dengan Kamboja, karena identitas Kamboja di masa lalu adalah kerajaan ini. Mungkin rakyat Kamboja juga merindukan kejayaan dan kekayaan negaranya menjulang tinggi layaknya pamor dari kekaisaran Khmer. Terkadang masyarakat Indonesia juga memiliki pemikiran serupa.
Teringat kebesaran masa kerajaan nusantara lama, sementara kondisi saat ini memprihatinkan. Semua membutuhkan kerja keras dan kerja cerdas tak hanya dari masyarakat, namun penyelenggara negara juga harus membuktikan bahwa mereka dipilih untuk membangun dan membawa kesejahteraan, tidak cuma melakukan pencitraan semata.
Jika Rupiah Digital kelak terealisasi semoga menjadi bagian dari kemajuan bangsa dan negara. Gemah ripah loh jinawi, teruntuk semua rakyat yang bernaung di pangkuan ibu pertiwi.Â
Kekayaan negara digunakan merata bagi rakyatnya, tidak dinikmati dengan rakus oleh para pemangku kekuasaan. Jika semua tidak merata, seperti lirik lagu Radja dari /RIF, "Semua itu hanya khayalan..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H