"Is anything certain in life? They say, life is too short. The here and the now. And you're only given one shot."
Penggalan lirik lagu "The Spirit Carries On" milik grup progressive metal Dream Theater seakan menggugah kesadaran saya jika melihat keadaan hidup masyarakat belakangan ini. Ruang dan waktu sampai pertengahan tahun 2020 ini terasa berat juga membingungkan.
"Is anything certain in life?" atau "Adakah sesuatu yang pasti dalam hidup?" Suatu pertanyaan bermakna sangat dalam. Melihat pahitnya kenyataan hidup di tengah kepungan COVID-19, kita semua hidup dalam ketidakpastian. Krisis kesehatan dampak dari COVID-19 menjelma menjadi krisis sosial ekonomi.
Berdasarkan penjelasan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani pada 3 Juni 2020, total anggaran yang diperlukan terkait penanganan COVID-19 mencapai Rp 677,2 triliun, naik dari jumlah sebelumnya Rp 405,1 triliun.Â
Rincian dari jumlah tersebut adalah bidang kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial masyarakat Rp 203,9 triliun, pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Rp 123,46 triliun serta Rp 120,61 triliun sebagai insentif dunia usaha.
Tentunya jumlah tersebut sangat menguras APBN, gairah ekonomi merosot drastis, berbagai sektor usaha hanya bisa pasrah meratapi keadaan sekaligus berharap keadaan akan cepat membaik. Ketidakpastian ini mengancam stabilitas sistem keuangan, karena perputaran aktivitas ekonomi tersandera risiko kesehatan.
Saat ini semua pihak kebingungan akibat ketidakpastian, namun percuma jika hanya mengeluh dan bersikap kontra produktif, hanya akan memperburuk situasi. Sebagai anak bangsa cerdas berperilaku merupakan sikap yang diperlukan. Tetap optimis.
Ancaman Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan dan Makroprudensial
Pasca terkonfirmasinya pasien positif COVID-19 diumumkan pada 2 Maret 2020, pasar modal mengalami sentimen negatif, 9 Maret 2020 IHSG ditutup turun 6,5%.Â
Sehingga 10 Maret 2020 Bursa Efek Indonesia menetapkan kebijakan penghentian perdagangan (halt) 30 menit jika terjadi pelemahan 5%, hal serupa berlaku 30 menit lagi untuk pelemahan mencapai 10%, serta suspend jika terjadi pelemahan 15%.
Kepanikan di pasar modal juga berimbas kepada melemahnya instrumen investasi lainnya seperti reksadana dan surat berharga korporasi kemudian mempengaruhi perilaku para nasabah yang menyimpan dananya di perbankan.Â
Nasabah berbondong-bondong menarik dananya, sebagian mencairkan dananya karena membutuhkan uang untuk menutupi arus kas usaha mereka yang terancam, tetapi ada juga nasabah yang hanya latah, ikut-ikutan menarik dananya.
Sikap panik tanpa alasan dan disertai dasar yang tidak jelas mengancam stabilitas sistem keuangan. Menjaga kepercayaan dan rasa aman adalah sikap supaya stabilitas sistem keuangan dan makroprudensial aman terjaga, sehingga perekonomian tidak semakin terpuruk.
Mari Berkontribusi Bagi Indonesia
Pepatah mengatakan, "Selalu ada peluang di balik ancaman." Dan ada kabar baik bagi kita semua yang berniat berkontribusi bagi Indonesia, sekalian menabung atau berinvestasi, mulai 15 Juni 2020 Kementerian Keuangan akan merilis Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 017.Â
Mengapa saya beropini ini adalah kabar baik? Karena dengan membeli ORI 017 masyarakat bisa berinvestasi atau menabung sekaligus ikut berkontribusi kepada Indonesia terutama dalam sektor keuangan.
Seluruh dana yang terhimpun dari penjualan ORI 017 akan diserap APBN, menambah anggaran negara, terlebih lagi dalam menghadapi situasi tidak pasti seperti saat ini.Â
Membeli ORI 017 menjadi upaya cerdas berperilaku. Sejatinya ORI 017 merupakan bagian dari Surat Utang Negara (SUN) yang diperjualbelikan, semakin banyak dana yang terserap dari ORI 017 atau SUN, stabilitas sistem keuangan akan lebih kuat yang membuat makroprudensial aman terjaga.
Langkah ini menjadi usaha berkontribusi bagi Indonesia khususnya menghadapi ketidakpastian. Sudah pasti negara membutuhkan dana dalam upaya menanggulangi dampak COVID-19.Â
Sementara bagi pihak pembeli SUN atau sebut investor akan menguntungkan. SUN merupakan investasi minim risiko alias aman, seluruh mekanisme penjualan dan penatausahaan SUN diawasi langsung oleh negara serta berdasarkan undang-undang.
Artinya kita memberikan pinjaman modal kepada negara, tentunya sebagai masyarakat seharusnya merasa bangga dapat berkontribusi terhadap negara, apalagi kita memperoleh kupon atau imbal hasil atas uang tersebut. Berkontribusi kepada negara dan uang kita bertambah serta aman, SUN menjadi instrumen menguntungkan nan menarik.
Banyak instrumen investasi ditawarkan termasuk risikonya juga cukup beragam. Investasi saham di pasar modal sangat dinamis, tergantung kinerja perusahaan penerbit saham, hari ini untung besok bisa terperosok rugi.Â
Demikian pula investasi lainnya selalu ada tingkat potensi kerugian, investor menghadapi kemungkinan gagal bayar atau wanprestasi. Namun berbeda jika dibandingkan SUN.
Kita kembali ke ORI 017, instrumen ini bersifat ritel dan kupon yang ditawarkan 6,4% per tahun, jumlah tersebut melebihi reverse repo rate Bank Indonesia yang berada di level 4,50%. Mulai dari uang Rp 1 juta,masyarakat sudah bisa membeli ORI 017 dan memberikan kontribusinya bagi Indonesia.
Jumlah uang Rp 1 juta, besar kecilnya relatif, tetapi jika kita masih sanggup jajan segelas kopi seharga Rp 30 ribu setiap harinya, atau dengan entengnya menghabiskan sebungkus rokok seharga Rp 20 -- Rp 30 ribu per hari, seharusnya Rp 1 juta adalah harga yang masih terjangkau.
Silahkan menentukan pilihan mengeluarkan biaya konsumsi non-produktif atau berinvestasi sekalian berkontribusi kepada Indonesia. Dan jangan lupa dengan membeli ORI 017 maka kita sudah turut menjaga stabilitas sistem keuangan dan mengupayakan makroprudensial aman terjaga.
Alasan Lain Memilih SUN Sebagai Pilihan Investasi
Mengacu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, sampai 3 Juni 2020, realisasi SUN mencapai Rp 555,38 triliun.Â
Sementara jika ditinjau dari jumlah surat berharga negara yang diperdagangkan sampai 29 Mei 2020 mencapai Rp 3.050,74 triliun meningkat dibandingkan 31 Desember 2019 yang berada di jumlah Rp 2.752,74 triliun.
Melihat pencapaian tersebut, Surat Utang Negara Republik Indonesia tergolong diminati banyak pihak. Artinya tingkat keyakinan investor terhadap stabilitas sistem keuangan dan makroprudensial aman terjaga masih cukup tinggi.Â
Rasanya kita selaku masyarakat tetap harus optimis menyikapi hal ini. Mari kita tinjau porsi kepemilikan SUN. Posisi akhir Mei 2020, kepemilikan perbankan atas SUN mencapai Rp 949,35 triliun (31,12%).Â
Bagi kalangan perbankan, membeli SUN adalah opsi paling aman sebagai instrumen pengelolaan dana. Tingkat kepemilikan berikutnya diikuti oleh investor asing sebesar Rp 931,83 triliun (30,54%), sisanya dimiliki institusi pemerintah, perorangan dan pihak lainnya.
Kepemilikan pihak asing terhadap SUN tergolong tinggi, kita perlu bangga atau waspada? Bangga, jika dipandang dari aspek investasi, bagi investor asing, SUN tetap memiliki daya tarik, kupon relatif tinggi, rating investasi Indonesia BBB dikategorikan layak untuk investasi, serta potensi rebound perekonomian Indonesia yang dapat bangkit selepas pandemi COVID-19. Jika investor asing merasa yakin atas kredibilitas Indonesia, tidak alasan bagi masyarakat meragukannya.
Sementara masyarakat pada umumnya atau kelas menengah cerdas berperilaku memliliki obligasi ritel macam ORI 017 menjadi pilihan terbaik menjaga supaya kepemilikan SUN sebagian besar dimiliki investor lokal.
Walaupun komposisi kepemilikan investor asing saat ini masih cukup ideal, ada baik mewaspadai agar serapan dana SUN ke depannya tidak terlalu banyak bergantung dari investor asing. Supaya uang dari kas negara tidak lari ke luar negeri.
Hal ini perlu disadari oleh masyarakat pula, agar menjadikan SUN sebagai pilihan investasi. Apabila mayoritas sumber dana SUN berasal dari investor lokal, alokasi, penggunaan dan pengembalian dana benar-benar mencerminkan prinsip ekonomi Berdikari atau Berdiri Di Atas Kaki Sendiri, yang digagas oleh Ir Soekarno.
Lantas dana tersebut kembali ke masyarakat beserta manfaat lebih besar. Prinsip ini mewujudkan stabilitas sistem keuangan sekaligus membuat makroprudensial aman terjaga.
Selain itu SUN merupakan instrumen investasi yang sangat likuid, dapat diperjualbelikan kapan pun. SUN yang dilelang atau dirilis pada pasar perdana dapat ditransaksikan juga di pasar sekunder. Sehingga jika investor membutuhkan dana, SUN dapat dijual sesuai harga pasar berlaku.
***
Semua menyadari bahwa sebagai suatu bangsa, Indonesia menghadapi tantangan berat. Jika dahulu perjuangan bangsa Indonesia adalah melawan penjajah agar mencapai negara yang merdeka dan berdaulat, kini di era modern konteks perjuangan menjadi lebih beragam. Persaingan global baik ekonomi, pendidikan maupun teknologi, semuanya berlangsung secara pesat.
Walaupun tujuan utamanya tetap menciptakan masyarakat makmur dan sejahtera di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pandemi COVID-19 hanya salah satu ujian bagi bangsa Indonesia.Â
Kelak kita semua akan melihat bahwa kondisi saat ini sebagai kenangan bagaimana masyarakat Indonesia berjuang bersama bersatu padu saling membantu. Optimis hari esok menjadi berkat dan lebih baik bagi semuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H