Mohon tunggu...
andry natawijaya
andry natawijaya Mohon Tunggu... Konsultan - apa yang kutulis tetap tertulis..

good.morningandry@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketika Perbankan Menghadapi Demam Corona

10 Maret 2020   07:00 Diperbarui: 10 Maret 2020   08:27 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekaisaran Manchu atau Dinasti Qing (1636 – 1911) merupakan kekaisaran terakhir di Daratan Tiongkok, sistem monarki yang sudah bertahan selama kurang lebih 5000 tahun berakhir di tahun 1911. Gejolak politik, sosial dan ekonomi mengakibatkan Daratan Tiongkok di awal abad 20 mengalami masa kekacauan yang berujung lahirnya revolusi, berdirilah sebuah negara republik.

Reginald Johnston (1874 – 1938) selaku seorang diplomat asal Skotlandia menjadi saksi bagaimana terpuruknya Tiongkok akibat kekacauan, bahkan Reginald Johnston menjadi mentor sekaligus orang kepercayaan kaisar terakhir Dinasti Qing yaitu Aisin Gioro Puyi (1906 – 1967).

Sekitar satu abad berselang Tiongkok berhasil menjelma menjadi raksasa ekonomi global, seolah melupakan masa sulit di waktu lampau.

Namun pada awal tahun 2020 Tiongkok mengalami kekacauan yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi, tak hanya di dalam negeri, namun merembet menjadi persoalan global.

Wuhan, ibu kota provinsi Hubei terserang wabah COVID-19 atau virus corona. Dalam sekejap corona memporak porandakan harmonisasi kehidupan masyarakat dunia. Dari Wuhan, Corona melintas batas ke Jepang, Korea Selatan, Italia, Amerika Serikat, dan tentunya mewabah ke kawasan Asia Tenggara.

Ilustrasi: sozcu.com.tr
Ilustrasi: sozcu.com.tr
Indonesia yang semula percaya diri dengan nihil temuan kasus corona, pada akhirnya harus menerima kenyataan ada WNI terpapar corona di dalam negeri. Persoalan wabah corona tidak hanya berakibat pada masalah kesehatan tetapi telah beralih menjadi masalah sosial ekonomi.

Hantaman corona terhadap kehidupan normal masyarakat membuat kegiatan perdagangan terpuruk, karena hampir semua ruang gerak komoditas dan transaksi finansial turut “sakit”.

Saat kondisi darurat seperti ini penanggulangan dan pemulihan masalah menjadi prioritas. Belum lagi kecemasan risiko tertular corona, semakin mempersempit ruang lingkup dunia usaha. Konsumsi melemah, industri menjadi lesu, dan akibatnya bisnis seret.

Akibat dari corona diperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 terpangkas dari 3,1% menjadi 3,0%. Proyeksi ekonomi Tiongkok akan berada di kisaran 5,6% turun dari proyeksi sebelumnya yaitu 6,0%.

Kondisi ini ikut menyeret ekonomi Indonesia, sebabnya adalah Tiongkok mendominasi konsumsi komoditas secara global, sementara Indonesia salah satu mitra dagang Tiongkok yang cukup diperhitungkan.

Ekonomi Indonesia Terinfeksi COVID-19

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 mencapai 5,02%. Tetapi kasus COVID-19 mengancam harapan laju pertumbuhan ekonomi untuk melebihi pencapaian tahun 2019.

Sangat berat. Ekonomi Indonesia yang masih merasakan panas dingin akibat perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok akan menghadapi situasi lebih rumit setelah terkena demam corona.

Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2020 hanya mencapai 5,1% - 5,4% dari target awalnya 5,2% - 5,6%.

Masalahnya adalah Tiongkok sebagai mitra dagang Indonesia yang memiliki peran cukup penting sedang menghadapi kesulitan. Jika meninjau data tahun 2019, peran Tiongkok dalam transaksi ekspor impor, investasi dan pariwisata sangat besar.

Total ekspor Indonesia ke Tiongkok berjumlah US$ 29.769 juta (2,66% dari PDB). Sementara total impor dari Tiongkok adalah US$ 29.428 juta (2,63%), jumlah tersebut sangat besar, dan jangan lupa bahwa banyak bahan baku industri dalam negeri bersumber dari Tiongkok, demikian pula tujuan industri pengolahan di Indonesia memiliki pasar besar di Negeri Tirai Bambu.

Ilustrasi: asia.nikkei.com
Ilustrasi: asia.nikkei.com
Dalam hal investasi, aliran dana dari Tiongkok kedua terbesar setelah Singapura, yaitu sebesar US$ 4.744 juta. Lalu sektor pariwisata, turis Tiongkok menyumbang devisa US$ 2.385 juta, nomor dua setelah turis Malaysia.

Dampak dari corona cukup luas, sektor pariwisata sudah mengalami kelesuan, tingkat okupansi hotel di Bali hanya mencapai 30%.

Akibatnya, adalah penurunan penghasilan masyarakat dan hal ini berujung pula kepada melemahnya tingkat konsumsi. Belum lagi jika membahas penderitaan sektor perdagangan berikut industri pengolahan yang kehilangan lahan transaksi.

Deskripsi tersebut memperjelas bahwa perekonomian Indonesia memiliki korelasi terhadap stabilitas ekonomi Tiongkok. Hantaman COVID-19 menjadi penyakit tambahan bagi ekonomi Indonesia. Lesunya ekonomi nasional sangat berhubungan dengan sektor perbankan sebagai lembaga keuangan penggerak perekonomian.

Perbankan Menghadapi Demam Corona

Perbankan adalah industri yang sangat erat dengan dunia usaha. Di saat perekonomian bergairah, sektor perbankan turut melesat maju, sebaliknya jika dunia usaha compang camping akibat perekonomian kehilangan gairah, risiko bagi perbankan otomatis meningkat.

Mengapa?

Karena perbankan memiliki peran terhadap lalu lintas keuangan serta modal. Penurunan ekonomi membuat kemampuan finansial ikut turun, sudah pasti ini merupakan situasi buruk bagi perbankan selaku penyokong jasa finansial. Corona sudah menebar ancaman demamnya kepada perbankan.

Ilustrasi: inews.id
Ilustrasi: inews.id
Hal ini diiringi juga jatuhnya harga komoditas, maka kemampuan pengelolaan likuiditas bagi pemilik modal bertambah berat, turut menahan kemampuan capital expenditure pelaku usaha. Bagaimana caranya memutar uang secara maksimal jika transaksi usaha sepi, demikian logika sederhananya.

Iklim usaha sedang tidak menggembirakan, pilihan bagi pemilik modal adalah menahan investasi, sedangkan usaha yang masih memiliki prospek digenjot namun dilakukan secara efisien.

Artinya sangat mungkin melakukan perampingan organisasi. Fakta semacam ini dapat berujung turunnya permintaan masyarakat terhadap kredit konsumsi.

Lantas bagaimana kondisi perbankan menghadapi demam corona? Melihat dari kecukupan modal, masih bisa bernafas lega karena secara umum tingkat kecukupan modal perbankan adalah 23,3%, tergolong tinggi.

Hanya saja risiko kredit turut meningkat, terutama segmen komersial (5,67%), UMKM (3,97%). Tingkat kredit bermasalah (non performing loan) segmen korporasi adalah 1,46% tapi harus menyikapi secara hati-hati potensi tumbuhnya kredit lain yang kualitasnya memburuk.

Ilustrasi: voanews.com
Ilustrasi: voanews.com
Dari aspek kemampuan likuiditas, tingkat Net Stable Funding Ratio cukup tinggi yaitu 128,7% dan Liquidity Coverage Ratio adalah 209,16%.

Rasio tersebut menyimpulkan perbankan dapat memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendeknya, hanya saja ada kemungkinan bertambahnya sumber dana dari deposito yang bunganya lebih tinggi, sehingga akan menggerus pendapatan bunga.

Selanjutnya terkait prospek pertumbuhan kredit diprediksi akan tetap lambat, tentunya sehubungan lesunya dunia usaha. Permintaan kredit baru akan tetap ada, namun perbankan harus selektif memilih calon debitur, pembiayaan ditujukan kepada debitur yang prospek usahanya menjanjikan. Sulitnya kondisi ekonomi sudah pasti perbankan akan lebih berhati-hati menilai kelayakan debiturnya.

Tidak dapat dipungkiri jika kondisi saat ini tidak mudah bagi perbankan, terutama bagi bank kategori BUKU 1 dan BUKU 2, setelah keterbatasan modal serta jaringan tekanan ekonomi makro berikut imbasnya kepada dunia usaha memperparah pencapaian bisnisnya.

Ilustrasi: nuveen.com
Ilustrasi: nuveen.com
Bagi bank BUKU 3 dan BUKU 4, menjaga debitur besar dengan kualitas kredit baik menjadi strategi bertahan ditengah gempuran kebingungan ekonomi, disamping itu tetap mengelola pendanaan bagi nasabah prioritas dan menggarap sektor rite dan konsumsi lebih dalam sehingga sumber pendanaan dapat tercukupi.

Respon Kebijakan Bank Indonesia

Menyikapi serangan wabah corona, Bank Indonesia selaku bank sentral menerapkan beberapa kebijakan mengupayakan agar laju perbankan tetap stabil, antara lain menurunkan suku bunga 7 day reverse rate menjadi 4,75% di bulan Februari 2020.

Pergerakan nilai tukar rupiah juga dipantau secara ketat guna menyeimbangkan kondisi keuangan nasional, rupiah dijaga agar bergerak sesuai fundamentalnya serta mengikuti mekanisme pasar. Giro Wajib Minimum bank juga turut diturunkan sebagai langkah memberikan kelonggaran likuiditas bagi perbankan, terutama bagi bank yang memiliki fokus kegiatan usaha bidang ekspor impor.

Ilustrasi: jakartaglobe.id
Ilustrasi: jakartaglobe.id
Bank Indonesia akan menyesuaikan ketentuan terkait perhitungan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dengan memperluas cakupan pendanaan dan pembiayaan pada kantor cabang bank di luar negeri yang diperuntukkan bagi ekonomi Indonesia.

Kebijakan Pemerintah Indonesia

Menghadapi situasi akibat corona, pemerintah tidak pasrah begitu saja, sejumlah upaya dilakukan tentunya diharapkan dapat menjaga stabilitas perekonomian nasional. Salah satunya mempercepat belanja kementerian dan lembaga terutama bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH).

Membangun destinasi wisata juga terus didukung sebagai bentuk nyata keseriusan pemerintah menggarap sektor pariwisata.

Khusus sektor ini, masyarakat didorong berwisata di dalam negeri, mengisi kekosongan porsi turis asal Tiongkok.

Indonesia memiliki potensi alam luar biasa, sangat disayangkan jika potensi ini tidak dioptimalkan paling tidak bagi wisatawan domestik.

Ilustrasi: essenceretreat..com
Ilustrasi: essenceretreat..com
Upaya lainnya adalah mempercepat belanja padat karya, dan meningkatkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tindakan pemerintah tersebut bersifat stimulus supaya ekonomi masyarakat dapat terus berjalan. Kemampuan konsumsi masyarakat terus dijaga, karena konsumsi rumah tangga masih menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia.

Fungsi perbankan akan berjalan secara optimal dan sehat dengan terjaganya kemampuan finansial masyarakat. Arahnya tentu perekonomian Indonesia memiliki peluang lebih terjamin walaupun kondisi secara global tidak menyenangkan. Semoga situasinya akan menjadi lebih ramah bagi dunia usaha.

***

Wabah Yustianus melanda Kekaisaran Romawi tahun 541 M – 542 M, menurut penelitian, penyebabnya adalah Yersinia pestis, organisme yang menyebabkan penyakit pes. Masa itu tidak banyak orang bertahan jika mengidap penyakit akibat wabah itu. Tetapi pada akhirnya obat penyakit tersebut ditemukan.

Manusia bijaksana senantiasa belajar dari pengalaman, dari ancaman ada peluang. Gonjang-ganjing COVID-19 ramai dibicarakan, masyarakat perlu waspada tapi kecemasan berlebihan merupakan kesalahan.

Tanpa menganggap enteng, berdasarkan data tingkat kematian akibat corona berkisar 2% - 5%, pencegahan melalui menjaga kesehatan tubuh lebih efektif dan sudah dianjurkan oleh World Health Organization.

Tetap bekerja, berusaha, berkarya dan optimis menyongsong masa depan lebih baik. Setelah kelesuan ekonomi berlalu, harapan menjadi lebih baik akan terus ada, jangan biarkan ancaman mematikan cita-cita dan semangat kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun