Mohon tunggu...
andry natawijaya
andry natawijaya Mohon Tunggu... Konsultan - apa yang kutulis tetap tertulis..

good.morningandry@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Analisis Potensi Gojek Memiliki GoBank

13 Oktober 2019   14:07 Diperbarui: 14 Oktober 2019   07:48 2787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"When I was young I'd listen to the radio. Waiting for my favorite songs. When they played I'd sing along, it made me smile." 

Meminjam cuplikan lirik lagu Yesterday Once More milik Carpenters, salah satu single dari Carpenters yang cukup dikenal publik. 

Dahulu radio menjadi sarana hiburan bagi masyarakat umum, termasuk media untuk promo single Yesterday Once More ketika dirilis pada 2 Juni 1973. 

Era keemasan radio lantas perlahan digantikan televisi, lantas saat ini media elektronik mulai dikikis oleh layanan streaming.

Industri memang senantiasa berubah seiring dengan perilaku masyarakat. Dahulu juga masyarakat pengguna transportasi umum akrab dengan andong, becak, lantas angkutan, dan bus kota, kemudian muncul transportasi umum berbasis o line berupa ojek dan taksi o line. 

Angkutan kota mulai ditinggalkan masyarakat, bus kota dengan layanan jauh lebih layak seperti Transjakarta sudah menjadi andalan masyarakat, dan tentunya transportasi online semakin digemari masyarakat.

Ilustrasi: medium.com
Ilustrasi: medium.com

Bicara mengenai transportasi on line, di Indonesia khususnya sudah menjadi rahasia umum jika Gojek adalah pioneer sekaligus masih menjadi pemain utama. Para pengemudi GoRide serta GoCar semakin memenuhi jalanan di berbagai kota. 

Namun ternyata persaingan sengit di bidang usaha ini justru bagi portofolio bisnis Gojek, GoRide dan GoCar tidak lagi menjadi pendulang laba utama. Laba Gojek saat ini terbesar diperoleh dari GoPay dan layanan GoFood.

Menurut CEO Gojek, Nadiem Makarim, layanan transportasi hanya menyumbangkan laba sekitar 25% dari laba keseluruhan, sementara Gojek memperoleh Rp. 28,7 triliun dari GoFood dan GoPay menyumbang Rp. 90,4 triliun. 

Di era ekonomi sulit seperti saat ini laba yang didulang GoFood dan GoPay merupakan jumlah yang menggiurkan, memang hal tersebut juga didukung oleh perkembangan teknologi berikut perilaku masyarakat yang ingin serba mudah dan cepat. 

Suatu gambaran bisnis di era ekonomi digital. Sehingga tidak heran jika Gojek akhirnya tertarik untuk lebih serius menjalani bisnis di bidang layanan keuangan.

Gojek Ingin Serius Berkiprah di Industri Keuangan
Berkiprah di industri keuangan tidaklah mudah, mengingat terkait dengan perekonomian nasional sehingga berbagai aturan dari banyak lembaga menanti untuk dipenuhi dan ditaati. 

Gojek sebagai badan usaha yang berawal dari bisnis transportasi tentunya menghadapi tantangan yang cukup berat guna memenuhi berbagai persyaratan, terutama dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Perlahan tapi pasti layanan Gopay semakin dilirik masyarakat juga menjadi andalan Gojek untuk mendulang uang.

Status GoPay saat ini adalah Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) selayaknya fintech lain. 

Mengingat sepak terjang PJSP di Indonesia tergolong masih baru, maka baik Bank Indonesia maupun OJK masih gencar menata agar keberadaan PJSP dapat diawasi dan beroperasi tanpa merugikan masyarakat. 

Tidak seperti perbankan yang sudah diatur serta diawasi dan juga memiliki model bisnis tergolong mapan, PJSP masih membutuhkan pembenahan di banyak aspek walaupun bisnisnya sudah berkembang pesat. Yang jelas ruang lingkup PJSP tidak seluas perbankan. Hal serupa dihadapi GoPay.

Perbankan dan PJSP sudah terlanjur bersaing memperebutkan pangsa pasar di industri keuangan, walaupun PJSP menjamur tetapi BI dan OJK masih menggunakan perbankan sebagai role model di industri keuangan. 

Sehingga mau tidak mau PJSP, termasuk GoPay perlu belajar dari perbankan untuk mewujudkan tata kelola perusahaan secara baik dan benar berikut dengan manajemen risikonya.

Ilustrasi: bpdp.or.id
Ilustrasi: bpdp.or.id

Bagi Gojek, mendirikan sebuah bank dari nol atau awal bukan perkara mudah. Namun dalam skema bisnis persaingan perbankan dan PJSP saat ini ada tiga cara untuk berkompromi di antara keduanya.

Pertama perbankan memang dapat mengembangkan fitur digital banking, namun konsep ini hanya berlaku bagi bank yang memang sudah mapan. 

Kedua adalah bank dan PJSP dapat berkolaborasi, tetapi posisi PJSP tetap berada di bawah bayang-bayang bank. 

Ketiga adalah skenario PJSP membeli bank kecil untuk memperluas bisnisnya. Gojek memiliki kemampuan finansial untuk mengeksekusi skenario pembelian bank kecil.

Gojek sebagai perusahaan teknologi yang sudah mendapat banyak dana dari investor memiliki valuasi sekitar Rp. 142 triliun, nyaris menyandang gelar sebagai decacorn. 

Dengan kemampuan finansial melimpah Gojek dapat dengan mudah mengambil alih bank kecil yang saat ini semakin kesulitan bersaing di industri perbankan.

Banyak bank dengan modal dibawah Rp. 1 triliun atau Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I menghadapi kondisi sulit, akibat kalah bersaing dengan antar sesama bank dan juga PJSP. 

Minimnya jaringan serta semakin terbatasnya produk dan aktivitas usaha menjadi faktor utama loyonya usaha Bank BUKU I ini.  

Skenario Gojek membeli Bank BUKU I seolah semakin dikuatkan dengan beredar kabar bahwa Gojek mulai melakukan pendekatan dengan salah satu Bank Buku I, yaitu Bank Artos Indonesia.

Sekilas Mengenai Bank Artos Indonesia
Sebetulnya Bank Artos Indonesia bukan pemain baru di perbankan, Bank Artos Indonesia sudah berkiprah sekitar 27 tahun, hanya saja selama itu tidak ada perkembangan signifikan. 

Kantor pusat bank ini berada di kota Bandung dan pada awal berdirinya memang di saat era banyak bank bermunculan di Indonesia. 

Bank Artos Indonesia merupakan lembaga keuangan milik dari Grup ARTO yang menaungi banyak perusahaan seperti Poly Fibre Industry, Artostek 1 dan 2, dan masih banyak lagi.

Sejak tahun 2016 Bank Artos Indonesia telah melantai di bursa, namun kondisi keuangannya masih merugi. Sampai periode Semester I 2019, keuangan Bank Artos Indonesia tergolong suram, mengalami kerugian sekitar Rp. 14 miliar. 

Rasio kredit bermasalah mencapai 6,41%, melampaui batas yang ditetapkan yaitu maksimal 5%. Modal Bank Artos Indonesia juga menurun dari Rp. 132 miliar pada Juni 2018 menjadi Rp. 95 miliar di Juni 2019.

Ilustrasi: finansial.bisnis.com
Ilustrasi: finansial.bisnis.com

Kondisi ini memang bukan hal menggembirakan bagi para pemegang saham Bank Artos Indonesia. Sehingga opsi melepas kepemilikan akan menjadi sangat masuk akal, walaupun kabar tersebut sudah ditepis oleh pihak Bank Artos Indonesia.

Kabar Pembelian Bank Artos Indonesia
Semua kabar Bank Artos Indonesia akan bertransformasi menjadi GoBank berawal dari rencana pembelian saham ARTO oleh Patrick Walujo yang merupakan salah satu penyuntik dana Gojek , dan juga PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) yang dinakhodai Jerry Eng.

Kedua tokoh ini merupakan para praktisi berpengalaman di bidang keuangan dan teknologi. Jerry Eng merupakan mantan pemimpin Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) yang kemudian melahirkan layanan keuangan Jenius. 

Sementara Patrick Walujo sudah terlebih dahulu berinteraksi dengan Gojek pada 2014 melalui NSI Ventures sebagai penyuntik dana.

Ilustrasi: finasial.bisnis.com
Ilustrasi: finasial.bisnis.com

Kejutan mengenai kabar tersebut ternyata berimbas pada meroketnya harga saham Bank Artos Indonesia. Pada 7 Oktober 2019 saham dengan kode ARTO ini melejit dari Rp. 164 per lembar menjadi Rp. 2.630 per lembar. 

Kondisi anomali itu akhirnya berbuah transaksi ARTO sementara dihentikan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Rencananya MEI dan Wealth Track Technology Limited (WTT) masing-masing akan mengambil saham ARTO sebesar 37,65% dan 13,35%, sehingga kedua pihak ini akan menjadi pemegang saham mayoritas ARTO. 

Jerry Eng mengungkapkan bahwa pihaknya sangat terbuka untuk bekerja sama dan berkolaborasi agar dapat memberikan layanan keuangan digital bagi masyarakat.

Jika Gojek Memiliki GoBank

Ilustrasi: id.techinasia.com
Ilustrasi: id.techinasia.com
Gopay merupakan aplikasi layanan keuangan dengan pengguna paling banyak di Indonesia. Pada Februari 2019 transaksi Gopay mencapai Rp. 89,5 triliun. Sedikit berkaca dari rekapitulasi transaksi PJSP tahun 2018, Gopay memiliki porsi sebesar 30%. Artinya sangat besar.

Jadi jika Bank Artos Indonesia kemudian berubah wujud menjadi GoBank, maka semua transaksi keuangan dari Gojek akan diakomodasi oleh GoBank. 

Langkah ini tentunya akan semakin membuat nama Gojek menjadi lebih cemerlang, karena memiliki lembaga keuangan sendiri dan dapat memperluas jaringan bisnisnya.

Jika GoPay saat ini masih terganjal berbagai aturan, maka hal itu akan menjadi lebih mudah jika GoBank benar-benar terwujud. 

Sebagai contoh adalah mengenai limit top up, jika belum memenuhi standar dan ketentuan Know Your Customer (KYC) maksimal pengisian dana adalah Rp. 2 juta, namun jika sudah bisa memenuhi aturan KYC dapat mencapai Rp. 10 juta, dan untuk itu diperlukan izin perbankan.

Ilustrasi: tekno.kompas.com
Ilustrasi: tekno.kompas.com

Menariknya adalah jika GoBank beroperasi, sangat memungkinkan konsep bisnis dari GoBank sangat mengedepankan aspek teknologi. 

Karena secara perhitungan kasar Gojek memiliki kemampuan finansial serta teknologi untuk membuat suatu bank dengan basis teknologi, tidak lagi layaknya bank yang beroperasi sebelum era teknologi digital.

Jadi jika Gojek membeli izin usaha Bank Artos Indonesia berikut infrastrukturnya kemudian mengembangkannya untuk menangani seluruh aktivitas keuangan Gojek, maka GoBank akan menjadi sebuah bank yang layak ditunggu kiprahnya.

***

Bill Gates pernah memprediksi kemunculan  layanan keuangan yang dapat diakses dan dilakukan melalui genggaman tangan atau smartphone, ternyata hal itu memang terwujud. Walaupun Bill Gates sendiri mengakui jika kehadiran fintech lebih cepat dari dugaan awalnya.

Kemajuan teknologi juga mendorong munculnya beragam inovasi, selama inovasi tersebut dapat memberikan dampak baik bagi kehidupan masyarakat bukanlah hal yang perlu dihalangi. Namun tetap perlu dijaga agar tidak disalahgunakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun