Mohon tunggu...
andry natawijaya
andry natawijaya Mohon Tunggu... Konsultan - apa yang kutulis tetap tertulis..

good.morningandry@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

UMKM dan Stabilitas Sistem Keuangan

3 Juni 2019   21:14 Diperbarui: 3 Juni 2019   21:28 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: m.timesindonesia.co.id

Apa yang terjadi di masa lampau terkadang merefleksikan langkah manusia ke depan, bahkan seorang cendikiawan masa Romawi Kuno bernama Marcus Tullius Cicero (106 SM -- 43 SM) mengungkapkan bahwa Historia magistra viate est atau berarti sejarah adalah guru kehidupan.

Tak terkecuali di bidang ekonomi, sejarah pernah menjadi saksi terjadinya peristiwa yang cukup mengguncang bidang perekonomian dunia, yaitu kisah klasik krisis ekonomi seperti  peristiwa the great depression atau zaman malaise (di Hindia Belanda kala itu diplesetkan menjadi zaman meleset) di era 1929 yang melanda Amerika Serikat.

Badai ekonomi yang menjadi salah satu catatan buruk dalam perjalanan ekonomi Amerika Serikat selaku negara adidaya. Sejarah berulang. Tahun 2008, krisis kembali melanda Amerika Serikat.

Kondisi serupa pernah juga dialami Indonesia, masih segar dalam ingatan pada tahun 1997-1998, diawali krisis di Thailand lantas berlanjut ke Indonesia, kurs Rupiah tak berdaya terhadap Dolar Amerika Serikat, banyak perusahaan tutup kemudian diikuti di-PHK nya tenaga kerja yang mengakibatkan meroketnya pengangguran. 

Kepanikan ekonomi lantas bertambah dengan aksi rush atau menarik dana dari perbankan, sehingga pada 1 November 1997 Bank Indonesia selaku otoritas perbankan saat itu menyatakan menutup 16 bank. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian serta menyembuhkan kondisi sistem keuangan yang tengah karut marut.

Pada 13 Maret 1999, pemerintah menyatakan bahwa 38 bank dibekukan kegiatan usahanya, 7 bank diambilalih, kemudian 9 bank swasta nasional, 12 BPD serta bank BUMN dimasukan dalam program rekapitulasi.

Ilustrasi: finansialku.com
Ilustrasi: finansialku.com
Ekonomi Indonesia sangat terpuruk memicu keresahan sosial, karena daya beli masyarakat menurun jauh, bidang usaha kehilangan pendapatan, diikuti kredit macet meningkat, serta timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankan atau lembaga keuangan. Kepanikan ekonomi berlanjut kepada goncangan sistem keuangan dan berujung kepada krisis sosial dan keamanan negara.

Bercermin pada pengalaman krisis ekonomi, tak dapat disangkal lagi jika stabilitas sistem keuangan merupakan salah satu penyokong kekuatan ekonomi di suatu negara.

Sistem Keuangan Sebagai Fungsi Intermediasi
Definisi dari sistem keuangan adalah suatu sistem yang terdiri atas lembaga keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, serta perusahaan non keuangan dan rumah tangga, yang saling berinteraksi dalam pendanaan dan/atau penyediaan pembiayaan perekonomian.

Maka dalam aktivitas ekonomi dengan adanya transaksi keuangan,  aliran dana dari setiap pihak sebagai pelaku ekonomi memiliki keterkaitan satu dengan lainnya, sehingga konteks sistem keuangan memiliki fungsi intermediasi guna memenuhi kebutuhan finansial baik dari sisi pemberi maupun penerima dana.

Faktor terpenting dalam sistem keuangan untuk menjalakan fungsi intermediasi adalah kepercayaan (trust), karena modal awal para pihak pelaku transaksi adalah saling percaya. Dan guna lebih meyakinkan para pelaku untuk dapat bertransaksi akan berupaya untuk meningkatkan kualitas kinerja mereka. Seperti halnya efiensiensi dalam beroperasi, pencapaian laba atau transparansi pengelolaan dana dan juga modal. Para pelaku transaksi yang percaya dengan sistem keuangan akan merasa aman untuk menggunakan dana mereka untuk berbisnis.

Ilustrasi: marketbisnis.com
Ilustrasi: marketbisnis.com
Sistem keuangan sebagai suatu jaringan yang memiliki keterkaitan antar pelaku transaksi keuangan perlu dijaga kestabilannya, jika terjadi kondisi tertekan (stress) dari salah satu pihak di dalam sistem keuangan dapat menimbulkan kepanikan dan akhirnya sistem tersebut kehilangan kepercayaan dari para pelakunya.

Sistem keuangan sebagai suatu jaringan yang memiliki keterkaitan antar pelaku transaksi keuangan perlu dijaga kestabilannya, jika terjadi kondisi tertekan (stress) dari salah satu pihak di dalam sistem keuangan dapat menimbulkan kepanikan dan akhirnya sistem tersebut kehilangan kepercayaan dari para pelakunya.

Dari hilangnya kepercayaan dapat menimbulkan kepanikan dan kondisi ini memiliki sifat risiko sistemik atau menular, satu kejadian buruk yang menimpa di salah satu pihak lembaga keuangan dapat menimbulkan efek domino.

Contoh fungsi bank sebagai salah satu lembaga keuangan, jika ada satu bank dengan reputasi sebagai bank paling dikenal di suatu negara, kemudia diterpa isu yang menyebabkan dananya secara besar-besaran dalam waktu bersamaan oleh nasabah (rush).

Kondisi ini menimbulkan kepanikan, bank tidak bisa memenuhi kewajiban pencairan dana kepada nasabah dan akibat lainnya adalah bank juga tidak dapat memberikan fasiltas pinjaman kepada debitur, maka akibat buruk dari kondisi itu tidak hanya sebatas dirasakan oleh bank tersebut dan juga nasabahnya, tetapi bisa juga berakibat negatif bagi perekonomian negara.

Pihak investor pasti akan mempertanyakan dan mulai meragukan pengawasan serta pengelolaan perbankan di negara itu. Investasi akan tersendat lantas kelayakan investasi (rating) dari negara tersebut dapat terpengaruh.

Peran UMKM dan Kebijakan Makroprudensial Untuk Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
Dengan pengalaman krisis ekonomi 1998, Bank Indonesia selaku otoritas pengelola moneter menempuh upaya preventif dengan memberlakukan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi (kebijakan makroprudensial).

Kebijakan tersebut bertujuan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi yang seimbang dan berkualitas serta efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. Namun untuk mewujudkan tujuan kebijakan makroprudensial dibutuhkan keseimbangan dalam sistem keuangan, dengan kata lain para pelaku ekonomi di sistem keuangan harus stabil dan tahan terhadap krisis, atau paling tidak memiliki kesiapan untuk menghadapi jika krisis terjadi.

Faktor penting dalam hal ini adalah kekuatan para pelaku usaha sebagai fondasi ekonomi. Tetapi akan sangat berisiko jika hanya berfokus pada para pelaku usaha kelas kakap dengan kelas konglomerat, kekuatan fondasi ekonomi juga membutuhkan peran dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Ekonomi akan tetap bergairah jika UMKM memiliki peran dalam struktur ekonomi, karena UMKM adalah model usaha yang paling dekat dengan masyarakat umum. Dan dengan peran UMKM, maka risiko sistemik dan risiko konsentrasi dapat diminimalisir dan disebar, karena kelas usaha dari pelaku UMKM lebih kecil sehingga risiko konsentrasi jika terjadi krisis yang menimpa pelaku UMKM dampaknya tidak terlalu besar bagi sistem keuangan secara umum.

Ilustrasi: m.timesindonesia.co.id
Ilustrasi: m.timesindonesia.co.id
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memperkirakan pada 2018 pelaku UMKM berjumlah sebanyak 58,97 juta dari 265 juta jiwa. Jika dari 58,97 juta pengusaha UMKM memiliki pangsa pasar dan keuntungan usaha yang menjanjikan, maka UMKM dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat.

Artinya adalah masyarakat baik pengusaha dan pekerjanya menjadi sejahtera, memiliki daya beli untuk mendorong konsumsi rumah tangga, menyimpan dananya di bank dan membeli produk investasi atau finansial dari lembaga keuangan. Skema ini adalah bottom to top, karena pada akhirnya pengusaha kelas atas memiliki pasar yang menjanjikan di negeri sendiri. Produk yang dijual perusahaan-perusahaan besar akan senantiasa dibeli, karena masyarakat memiliki dana untuk memenuhi keperluan.

Struktur sistem keuangan menjadi seimbang antara pelaku dengan modal besar dan pengusaha dengan skala usaha kecil. Serta dana yang dihimpun dari UMKM lebih murah biayanya jika dibandingkan dana yang bersumber dari korporasi besar, dengan demikian lebih efisien bagi sistem keuangan.

UMKM dan Instrument Pengaturan Makroprudensial
Hal-hal yang digunakan sebagai instrument untuk mengatur makroprudensial adalah:

1. Ketahanan modal dan mencegah leverage yang berlebihan
Untuk membiayai kebutuhan modal UMKM, lembaga keuangan cenderung memiliki ketahanan modal yang cukup, karena kebutuhan dana UMKM pada dasarnya tidak terlalu besar. Di sisi lain tetap memberikan keuntungan bagi lembaga keuangan dan juga biayanya lebih murah, sekaligus dapat mengurangi ketergantungan penghimpunan dan penyaluran dana dari para nasabah besar.

2. Mengelola fungsi intermediasi dan mengendalikan risiko
Peran dari UMKM dapat mengoptimalkan fungsi intermediasi, karena pihak yang terlibat menjadi lebih luas. Terjadinya risiko pun dapat dikendalikan karena sistem keuangan memiliki keseimbangan antara pelaku modal besar dan modal kecil.

3. Membatasi konsentrasi eksposur
Poin utamanya adalah mengurangi ketergantungan atau konsentrasi dari pihak pemilik modal besar tetapi secara jumlah mereka lebih sedikit dari masyarakat umumnya. Karena jika pemilik modal besar ini terkena krisis, dampaknya akan sangat dirasakan secara luas.

4. Memperkuat infrastruktur keuangan
Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Indonesia, Ikhsan Ingratubun mengemukakan bahwa kontribusi UMKM pada Produk Domestik Bruto tahun 2019 diproyeksikan mencapai 65% atau Rp2.394 Triliun, tumbuh 5% dari tahun 2018. Dalam hal ini UMKM cukup menjanjikan untuk memperkuat infrastruktur keuangan nasional.

5. Meningkatkan efisiensi keuangan dan akses keuangan
Pembiayaan UMKM cenderung lebih rendah biayanya, namun keuntungannya dapat memberikan kontribusi yang cukup bagi sistem keuangan. Dengan banyaknya pelaku UMKM yang terlibat dalam sistem keuangan, maka akses keuangan menjadi semakin meluas jaringannya.

Dukungan untuk UMKM
Selain dari peran dan aspek positif keterlibatan UMKM bagi kestabilan sistem keuangan, ternyata UMKM masih menghadapi tantangan berat, terutama terkait dengan peta persaingan usaha dengan produk impor yang lebih murah.

Dibutuhkan perhatian dan dukungan dari pemerintah untuk lebih memperhatikan kelangsungan UMKM jika ingin mewujudkan struktur perekonomian yang lebih kuat, karena kewenangan dalam merumuskan kebijakan impor dan dampaknya bagi kondisi usaha di dalam negeri adalah tugas dari pemerintah.

Hal penting lainnya adalah UMKM masih membutuhkan bantuan untuk memperoleh akses permodalan dan tata kelola usaha. Terkait ini memang masih diperlukan adanya edukasi serta literasi keuangan dan usaha dari otoritas terkait untuk meningkatkan kemampuan bersaing UMKM.

Ilustrasi: tribunnews.com
Ilustrasi: tribunnews.com
Dukungan bagi UMKM dapat memperkuat kondisi perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat,  kabar bahagianya adalah sistem keuangan tetap stabil, dan semoga akan selalu tahan terhadap krisis yang selalu mengancam.

***

Sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam mendorong UMKM untuk lebih maju, maka Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan mengharuskan perbankan dapat memberikan porsi 20% kredit UMKM dari total portofolio-nya.

Bagaimanapun langkah tersebut adalah sebuah tindakan nyata, kendati untuk memberikan kredit UMKM dengan porsi 20% bagi perbankan hal yang tidak mudah. Tetapi itu semua dapat diupayakan untuk membangun keseimbangan dan kestabilan sistem keuangan, tentunya untuk bangsa dan negara Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun