Meskipun di Indonesia pangsa pasar layanan keuangan secara konvensional masih terbuka sangat luas serta transaksi tunai juga menjadi suatu aktivitas yang belum dapat tergantikan, namun Indonesia telah menjadi daya tarik bagi banyak perusahaan rintisan untuk memasarkan aplikasi mereka.
Indonesia Menjadi Daya Tarik Fintech
Indonesia memang menjadi daya tarik bagi para pengembang untuk memasarkan aplikasi fintech, karena dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, diperkirakan pada tahun 2018 pengguna smartphone di Indonesia mencapai 100 juta jiwa.Â
Jika mengacu kepada hasil penelitian dari World Bank, pada tahun 2017 jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia setidaknya berada di jumlah 52 Â juta jiwa, dengan sumbangsih 43% dari total konsumsi rumah tangga.
Setidaknya data di atas memberikan sedikit deskripsi betapa Indonesia memiliki peluang menjanjikan untuk perkembangan fintech. Bukankah dengan menggarap penduduk kelas menengah saja sudah sangat menjanjikan, penduduk kategori ini berada dalam tahap kemapanan yang cukup secara finansial dan menginginkan kemudahan  untuk layanan keuangan.
Setidaknya pada awal tahun 2018 tercatat transaksi fintech mengalami kenaikan sebesar 38,23% atau Rp. 3,54 triliun. Jumlah yang sangat besar tentunya dan masih akan terus bertambah.
Awas Fintech Abal-abal
Pada dasarnya kehadiran fintech memang disambut antusias oleh masyarakat, juga secara langsung turut menggairahkan industri layanan keuangan tanah air, karena mau tidak mau lembaga keuangan mendapat kompetitor baru, sehingga mereka juga pada akhirnya harus menuruti tuntutan pasar. Akses keuangan untuk masyarakat menjadi lebih mudah dan upaya mengembangkan literasi keuangan yang telah digaungkan pemerintah juga ikut terdorong maju.
Perkembangan serta kemunculan banyaknya aplikasi fintech juga serta merta membawa masalah. Hal ini diakibatkan dari adanya para pengembang nakal yang menggunakan aplikasi mereka untuk mengakali para penggunanya.Â
Memang banyak juga fintech yang berdiri secara resmi dan mendaftarkan lembaga mereka kepada Otoritas Jasa Keuangan, sehingga aktivitas mereka menjadi sah dan dipantau secara langsung oleh OJK.Â