Mohon tunggu...
andry natawijaya
andry natawijaya Mohon Tunggu... Konsultan - apa yang kutulis tetap tertulis..

good.morningandry@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hemat Energi adalah Energi untuk Kehidupan Lebih Baik

30 Juli 2018   17:41 Diperbarui: 30 Juli 2018   18:24 9080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di suatu pagi selepas melakukan aktivitas lari pagi, ketika matahari mulai bersinar menerangi jalanan di sekitar komplek rumah, tanpa sengaja saya melihat ada lampu jalanan yang masih menyala di tengah terangnya sinar matahari. Lantas tersirat dalam benak saya, "Jika matahari sudah bersinar terang, apa fungsinya lampu jalanan ini? Kenapa pula masih menyala ya?" Ketika saya coba untuk memperhatikan lebih lanjut, ternyata lampu jalanan kebablasan menyala itu tidak hanya satu, sepanjang jalan rangkaian lampu-lampu jalanan tersebut masih menyala. Mungkin petugas lampu yang seharusnya menyalakan dan mematikan lampu sesuai jadwal masih tertidur lelap, sehingga lampu-lampu tersebut masih menyala.

Lalai dalam menggunakan energi. Persoalan tersebut nampaknya masih terjadi di kalangan masyarakat, mungkin tanpa sadar kita pun kerap kali menghamburkan dan menggunakan energi secara tidak bijaksana. Beberapa hal sebetulnya terjadi dalam kehidupan keseharian kita, terkesan sepele tetapi ternyata perilaku dan kesadaran terhadap hemat  energi dampaknya sangat berarti bagi keberadaan energi.

 Kebiasaan buruk seperti meninggalkan charger hand phone tetap terpasang di kontak listrik setelah baterai terisi penuh, perangkat elektronik seperti TV atau radio masih menyala walaupun tidak ada orang yang menyimak, atau borosnya penggunaan air bersih merupakan gambaran nyata dan seringkali dijumpai di kalangan rumah tangga. Mirisnya, perilaku ini seringkali dibiarkan dan dianggap sebagai hal lumrah, sehingga tanpa disadari perilaku membuang energi tanpa manfaat menjadi bagian dari kebiasaan hidup di masyarakat.

Dampak Pemborosan Energi

Masyarakat biasanya mengeluh jika mendapat informasi bahwa tarif dasar listrik atau harga Bahan Bakar Minyak naik. Mengeluh memang manusiawi, karena jika biaya hidup jadi lebih besar gara-gara beban biaya untuk membayar energi seperti listrik, gas atau BBM mengalami kenaikan. Tetapi nampaknya akan lebih bijaksana kalau kita juga mulai untuk berpikir bagaimana caranya menghemat penggunaan energi.

Sesungguhnya kebiasaan penggunaan energi secara semena-mena tidak hanya memusingkan para ibu rumah tangga yang mengomel karena harga ini dan itu menjadi lebih mahal. Pemborosan energi juga ternyata menambah beban negara untuk membiayai subsidi energi yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Wajar saja jika ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia akan ikut mengomel karena menurut data Kementerian Keuangan pada periode Mei 2018, subsidi energi mengalami lonjakan sampai 80% dibanding periode Mei 2017.

 Kementerian Keuangan mengatakan subsidi energi tercatat sebesar Rp 49,4 triliun atau telah mencapai 52% dari anggaran yang dialokasikan di APBN 2018. Rincian subsidi tersebut untuk BBM dan LPG sebesar Rp 30,4 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 19 triliun.

Ilustrasi: farmandfleet.com
Ilustrasi: farmandfleet.com
Jumlah tersebut tentunya sangat besar. Pemborosan energi memiliki efek domino dari kemungkinan tekornya anggaran biaya rumah tangga kita sehingga sangat berpotensi bagi para ibu rumah tangga meminta kenaikan jatah anggaran bulanan, sampai berdampak pada kemungkinan defisit APBN. Bukankah harga listrik dan BBM yang merupakan energi paling banyak digunakan masih disubsidi negara? Mengandaikan lagi kalau saja pemerintah mengambil kebijakan tidak populer seperti mengurangi subsidi (lagi), biaya energi akan menjadi lebih mahal bagi masyarakat. Kebijakan semacam ini biasanya akan disambut secara semarak melalui adanya berbagai demo penolakan dan kritik dari kalangan tertentu. Padahal para pendemo dan pihak pemberi kritik tersebut juga belum tentu menggunakan energi secara efisien, terlebih menjadi teladan untuk menghemat energi.

 Pemborosan energi ternyata bukan persoalan ekonomi semata, isu korelasi antara energi fosil sebagai sumber energi dominan di Indonesia dengan lingkungan hidup belakangan juga menjadi sorotan. Permasalahan buruknya kualitas udara, berkurangnya ketersediaan air bersih dan secara global adalah isu pemanasan suhu bumi merupakan dampak lebih luas dari penggunaan energi secara membabi buta. Terlebih lagi energi fosil tersebut bukan merupakan energi yang dapat diperbaharui, energi fosil merupakan sumber daya terbatas dan akan habis jika penggunaannya terus berlangsung tanpa ada sumber daya alternatif.

Perilaku Menghemat Energi

Teringat di pertengahan era 1990-an ada kampanye "Hemat Energi Hemat Biaya", sosialiasi semacam itu adalah upaya positif untuk membangun kesadaran pentingnya penggunaan energi secara efisien. Kementerian ESDM pada tahun 2017 telah meluncurkan kampanye "Hemat Energi Potong 10%", kampanye ini telah dimulai sejak 21 Mei 2017, dengan menjadikan para pelanggan listrik kalangan rumah tangga. Hal ini dikarenakan penghematan 10% pada sektor rumah tangga  dapat menghemat listrik setara dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas sekitar 900 MW. Penghematan listrik lebih mudah dan murah dibanding membangun pembangkit listrik.

Kembali pada persoalan kebiasaan hidup sehari-hari, sudah saatnya kesadaran terhadap penggunaan energi menjadi kebiasaan yang tertanam dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Iya, hal ini terkesan sepele dan sederhana, tetapi penggunaan energi dengan efisien secara masif oleh masyarakat jika menjadi gerakan moral secara luas akan memberikan manfaat nyata.

Untuk membangun kesadaran tersebut, sebaiknya dimulai dari diri kita sendiri dan setidaknya dalam keluarga kita. Memang dibutuhkan usaha untuk membiasakan perilaku penggunaan energi, sebagai orang dewasa tentunya kita dapat menjadi teladan bagi generasi yang lebih muda dalam penggunaan energi secara efisien. Ya, semuanya dapat dimulai dari gaya hidup kita dan keluarga.

1. Hemat Energi Listrik

Listrik merupakan salah satu sumber energi utama bagi manusia, dapat dikatakan saat ini hampir seluruh kegiatan manusia ditopang oleh listrik. Dan mungkin kita semua sangat tergantung pada pasokan energi listrik. Berikut contoh perilaku sederhana untuk menggunakan energi listrik secara bijaksana:

  • Mematikan lampu dan perangkat elektronik seperti TV atau AC saat tidak diperlukan.
  • Mengatur AC dengan suhu ruangan pada suhu 24 derajat.
  • Menggunakan lampu hemat energi atau LED.

Ilustrasi: buckley.af.mil
Ilustrasi: buckley.af.mil
2. Hemat Energi Air

 Krisis air bersih telah menjadi isu sosial yang semestinya menjadi keprihatinan kita semua. Kondisi sungai dengan kandungan berbagai limbah serta kebiasaan membuang sampai ke sungai sebetulnya menjadi indikator bahwa air bersih yang kita konsumsi sangatlah terbatas. Tentunya perlu langkah bijaksana dari kita untuk menjaga dan memanfaatkan air bersih secara tepat dan bijak.

Ilustrasi: megapolitan.kompas
Ilustrasi: megapolitan.kompas
Upaya penghematan air di rumah tangga tidak perlu menunggu menggunakan metode rumit seperti halnya metode daur ulang air, proses menampung air bersih sisa aktivitas seperti mencuci sayuran dan buah atau memasak telur dan kemudian dimanfaatkan lagi merupakan contoh positif dan sederhana yang dapat diterapkan. Air sisa tersebut dapat ditampung dan sesudah suhu air turun dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Apabila kita tidak merasa yakin air sisa tersebut aman untuk digunakan kembali, makan dapat dimanfaatkan untuk menyiram lubang kloset atau menyiram kotoran lainnya.

Hal yang tidak kalah penting dalam upaya menghemat air adalah selalu teliti untuk memastikan kran air di rumah senantiasa tertutup dan tidak ada air yang terbuang sia-sia. Jika ada kran air yang rusak maka sementara tampung aliran air pada ember atau wadah lainnya sampai kran tersebut diperbaiki, kemudian air tampungan tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan.

3. Hemat Energi BBM

Bahan Bakar Minyak alias BBM merupakan sumber daya energi fosil, sebut saja minyak bumi yang kemudian melalui serangkaian proses dikonversi menjadi bensin, solar, avtur dan avgas maupun minyak tanah. Penggunaan BBM terutama di DKI Jakarta sangat berkaitan dengan kondisi lalu lintas dan kualitas udara. Jalanan macet dan polusi udara akibat banyaknya pembakaran dari mesin kendaraan bermotor adalah potret permasalahan sosial bagi warga dan juga pemimpin DKI Jakarta. Figur mana pun ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta akan dihadapkan pada persoalan kesemrawutan jalanan ibu kota. Namun sesungguhnya persoalan itu hanya sebagian kecil dari keresahan terhadap banyaknya persoalan terkait penggunaan energi BBM. Memang semestinya BBM dapat digunakan secara efisien.

Jangan berpikir terlebih dahulu menggunakan kendaraan berbasis bahan bakar lisrik atau hibrida. Biaya pengadaan kendaraan dengan bahan bakar tersebut di Indonesia masih sangat mahal, tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Jika kita bermaksud menempuh rute perjalanan dengan jarak tidak terlalu jauh, sebaiknya hindari menggunakan sepeda motor. Menggunakan sepeda atau berjalan kaki adalah pilihan bijaksana dan menyehatkan bagi masyarakat, sekaligus mengurangi penggunaan energi BBM.

Ilustrasi: liputan6.com
Ilustrasi: liputan6.com
Sedangkan jika bermaksud menempuh jarak yang mungkin tidak dapat dijangkau dengan sepeda atau jalan kaki sebaiknya menggunakan kendaraan umum. Saat ini rasanya masyarakat memiliki banyak opsi untuk menggunakan kendaraan mulai dari kendaraan seperti bis sampai dengan kendaraan umum berbasis on line. Hal sederhana lain bagi para pemilik kendaraan bermotor untuk menghemat energi adalah dengan mematikan mesin kendaraan jika dalam kondisi tidak bergerak.

***

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan telah mencapai 265 juta jiwa, tentunya jumlah tersebut tidak sedikit. Tingginya populasi penduduk di suatu negara merupakan hal yang berkaitan dengan kebutuhan terhadap energi. Dan fakta tersebut memang terjadi di Indonesia. Kebutuhan terhadap energi dalam jumlah besar secara berkesinambungan dalam jangka waktu panjang akan menjadi persoalan lain, yaitu krisis energi.

Energi yang digunakan di Indonesia saat ini sebagian besar berbasis energi fosil dan dalam jangka waktu tertentu akan habis. Dengan demikian secara sadar dan bijaksana diperlukan sikap dan perilaku untuk menggunakan energi dengan hemat dan tepat sasaran agar kehidupan menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun