Aku marah pada mereka yang mengatakan agama tidak berhak ikut campur dalam kehidupan sosialku dan keyakinanku tidak perlu diwujudkan dalam tata normaku. Namun sebaliknya, aku juga marah pada orang-orang merusak bumi ini dengan pikiran dan perasaan mereka, tetapi mengatasnamakan agama!
Dan aku marah pada diriku sendiri yang terkadang masih keluar dari aturan main.
Aku bebas dalam kotak kecil keyakinanku. Kotak ini tidak membatasi gerakku. tapi kotak ini melindungiku dari apapun yang mengancam eksistensinya. Aku tidak memandang orang lain rendah, tapi kenapa aku dianggap kuno?
Dalam dunia yang tanpa batas saat ini, when the world is flat, aku merasa aman ketika ada tiang yang bisa kugunakan untuk berpegangan karena lantai terasa licin sekali dan kakiku yang terkilir masih terasa sakit.
Lebih baik aku aku ter-oppressed oleh Penciptaku, tidak memiliki pilihan kecuali surga dan neraka Allah, daripada aku ter-oppressed oleh pikiran dan perasaan manusia. Lebih baik aku menuruti kedaulatan tertinggi atas manusia, daripada aku harus percaya imajinasi yang tidak berdasar dan nurani yang tak lagi jernih.Oleh karena itu, tidak perlu repot-repot membebaskan aku.
I really have nothing to do with my own self. aku sudah berusaha menjualnya pada Allah, dan kuharap Dia berkenan membeliku.
Aku menangis dalam marahku. Aku sedih dalam rasa benciku. Aku malu dalam ketidakberdayaanku.
Namun aku yakin, Tuhanku tidak pernah meninggalkan aku karena butiran oksigen dalam darahku sepertinya masih bersedia melayani kebutuhan tubuhku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H