Mohon tunggu...
Fadil Al Kafi
Fadil Al Kafi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Religion, Liberte, Egalite

Pelajar abadi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bank Syariah: Lebih Kapitalis Dibanding Bank Konvensional?

3 Juli 2023   08:33 Diperbarui: 3 Juli 2023   08:37 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dewasa ini, dunia perbankan syariah di Indonesia sedang tumbuh dan berkembang ke arah yang menjanjikan. Banyak umat Muslim di negeri ini yang mulai beralih untuk hijrah menggunakan produk layanan yang dikeluarkan oleh beragam bank syariah yang ada. Penyebabnya dilatarbelakangi oleh peningkatan kesadaran untuk senantiasa memilih jalan hidup yang sesuai dengan pedoman syarak termasuk dalam kegiatan ekonomi. Memang, mematuhi segala perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangannya sudah menjadi kewajiban bagi para penganut agama Islam di seluruh dunia, sebagaimana firman Allah Swt. yang ada dalam Surah At-Taubah Ayat 119, sebagai berikut:

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tetaplah bersama orang-orang yang benar!"

Ditambah, bank Syariah seringkali dipasarkan sebagai bank yang menawarkan produk bebas riba karena sistem bunga yang dipakai oleh bank konvensional tidak diterapkan oleh bank syariah. Sebaliknya, bank syariah menggunakan sistem bagi hasil yang disebutkan selaras dengan syariat Islam. Riba sendiri memang secara tegas telah diharamkan oleh Allah Swt, namun pertanyaannya, apakah sistem bagi hasil yang ada di bank syariah lebih baik dan mendatangkan kemaslahatan bagi nasabah jika dibandingkan dengan bunga yang ada diterapkan oleh perbankan konvensional? Sebab, dalam salah satu kaidah fikih yang tentunya telah ada salah satu kaidah yang berbunyi, "Kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan lain."

Sayangnya, jika kita menggunakan perhitungan matematis, ditemukan bahwa sistem bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah lebih mahal. Misalnya dalam pembiayaan akad mudarabah, persentase margin keuntungannya seringkali justru di atas persentase yang lazimnya ada di bank konvensional, meskipun jumlah pembayarannya tetap dari awal hingga akhir pelunasan. Dr. Ronald Rulindo mengemukakan bahwa hal tersebut disebabkan karena bank konvensional dapat menawarkan persentase bunga yang fleksibel mengikuti laju inflasi, tidak seperti bank syariah yang tidak akan berubah.[1] Oleh karena itu untuk menghindari resiko, sudah menjadi keharusan untuk menetapkan persentase yang cenderung lebih mahal dari pembiayaan konvensional. Di sini, dapat dinilai bahwa sistem bagi hasil yang diterapkan dalam dunia perbankan syariah sekarang masih kalah efisien jika dibandingkan dengan sistem bunga bank konvensional.

Maka, pertanyaan besar yang timbul dari kenyataan ini adalah, bukankah Allah Swt. mengharamkan riba karena membawa banyak kemudaratan bagi orang yang berutang, didasarkan pada keserakahan pemberi pinjaman, yang pada akhirnya menginjak-nginjak harkat martabat pihak peminjam? dan memang fenomena yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw adalah demikian. Dan karena efisiensi sistem bunga bank konvensional inilah masih ada banyak ulama yang memperbolehkannya dengan catatan dan ketentuan yang berlaku. Salah satunya adalah Dr.  Muhammad Sayyid Thanatawi yang menyatakan sebagai berikut:[2]

"Bahwa bunga dari hasil menabung di bank bukanlah riba yang haram, tetapi merupakan bagi hasil atas usaha bersama. Meski pembagian hasil itu sendiri sudah ditentukan nilainya di awal, namun menurut beliau, hal itu sah-sah saja karena sudah melewati proses saling ridha di antara kedua belah pihak."

Hematnya, para ulama yang menghalalkan bunga bank membawa rasionalisasi bahwa penetapan suku bunga tidak didasarkan oleh keserakahan pihak pemberi pinjamam namun karena sudah ada keridaan kedua belah pihak dan fluktuasinya didasarkan pada kalkulasi yang logis seperti: (1) jumlah dana yang akan dikeluarkan; (2) kondisi persaingan usaha di pasar; (3) kebijakan pemerintah; (4) jumlah laba yang dikejar; (5) kualitas jaminan; (6) reputasi pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman; (7) dan, jaminan pihak ketiga.[3]

Sebagai penutup, tulisan ini bukan dengan serta merta memberikan cap bahwa bunga bank konvensional adalah halal. Namun, pada akhirnya jika memang bank syariah khususnya di Indonesia ingin benar-benar meningkatkan unsur persentase keselarasannya dengan syariah, seharusnya akad-akad yang dirancang juga membawa spirit dari pengharaman riba yaitu untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang berkeadilan, mendukung kemajuan usaha, dan terbebas dari pengisapan. Jika kondisinya terus begini, jangan sampai bank syariah di Indonesia mendapatkan stigma bank kapitalis yang diselimuti istilah-istilah fikih dalam setiap akad transaksinya.

FOOTNOTE

[1] Lida Puspaningtyas, dan Ichsan Emrald Alamsyah, "Kenapa Pricing Bank Syariah Lebih Mahal?," diambil Kembali dari ekonomi.rebublika.co.id, https://ekonomi.republika.co.id/berita/qwquap349/kenapa-pricing-bank-syariah-lebih-mahal, diakses pada 3 Juli, 2023.

[2] Ahmad Sarwat, "Hukum Bunga Tidak Haram?" diambil kembali dari rumahfiqih.com, https://www.rumahfiqih.com/konsultasi-1136-hukum-bunga-bank-tidak-haram.html, diakses pada 3 Juli 2023.

[3] "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga," diambil Kembali dari ma'soemuniversity.ac.id, https://masoemuniversity.ac.id/berita/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-suku-bunga.php, diakses pada 3 Juli, 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun