Mohon tunggu...
ANDRO AGIL NUR RAKHMAD
ANDRO AGIL NUR RAKHMAD Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Master of Islamic Banking and Finance UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Financial

Maksimalisasi Laba dalam Perspektif Ekonomi Islam

18 Desember 2018   15:58 Diperbarui: 18 Desember 2018   17:16 1599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Nafarin (2007) mendefinisikan laba sebagai perbedaan antara pendapatan dengan keseimbangan biaya-biaya dan pengeluaran untuk periode tertentu. Sementara Halim & Supomo (2005) mengatakan bahwa laba merupakan pusat pertanggungjawaban yang masukan dan keluarannya diukur dengan menghitung selisih antara pendapatan dan biaya.  

Dua definisi tersebut memiliki satu makna, yaitu yang dimaksud dengan laba adalah perbedaan atau selisih yang didapatkan setelah mengurangi pendapatan yang diperoleh dari suatu usaha dengan komponen-komponen biaya yang dikeluarkan pada suatu periode tertentu.

Maksimalisasi laba adalah suatu upaya pelaku usaha dalam memaksimalkan keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha yang dijalani. Pengejaran laba maksimum nampaknya terlalu bernafsu dan bertentangan dengan kode moral Islam. 

Namun jika dikaitkan dengan ajaran lainnya yang menyatakan kita harus berupaya tidak hanya untuk mencapai kemuliaan di akhirat, namun juga di dunia, maka ini menjadi aspek motivator yang mendorong umat Islam untuk selalu mencapai laba kehidupan, termasuk laba bisnis. Dengan demikian, teori maksimalisasi laba juga dibutuhkan dalam ekonomi Islam (Muhamad, 2013). 

Namun konsep maksimalisasi laba yang ada pada ekonomi Islam tidak mengejar materi semata sebagaimana kaum kapitalis yang hanya berfokus pada penambahan keuntungan pribadi. Maksimalisasi laba dalam Islam erat kaitannya dengan etika dalam berbisnis, terutama dalam hal dampaknya terhadap sosial dan lingkungan sekitar. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 14, Allah SWT berfirman :

 ”Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur” (QS An-Nahl : 14)

Allah SWT telah mempersilakan manusia mencari keuntungan dari bumi ini, dengan syarat agar selalu bersyukur. Salah satu wujud dari syukur ini dapat berupa berbagai dengan sesama. 

Oleh karena itu tujuan perusahaan untuk mencapai laba yang maksimal sebaiknya disertai dengan tujuan perusahaan untuk berbagi kepada sesama, alam dan lingkungan, baik itu berbagi dalam bentuk pemberian sebagian laba, berbagi ilmu dan teknologi, maupun berbagi dengan cara lain yang dianggap bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Bukan keuntungan yang bermanfaat buat diri sendiri atau kelompoknya saja (Ekasari, 2014).

Dalam Islam, etika dalam berbisnis amat diperlukan. Hal ini agar tidak terjadi eksploitasi dan obstruksi (gangguan) dalam kelancaran fungsi pasar yang ada di masyarakat. 

Tingkat keuntungan yang menyebabkan eksploitasi terhadap masyarakat tidak diperbolehkan. Ketika kesejahteraan masyarakat dipertaruhkan, maka upaya maksimalisasi laba oleh pelaku bisnis atau perusahaan tidak dibenarkan. Selain itu Islam hanya memperbolehkan upaya mendapatkan dan memaksimalkan laba dari usaha yang halal (Ali et al, 2013).

Isu yang perlu diperhatikan dalam upaya maksimalisasi laba adalah keadilan dalam distribusi harta atau kekayaan. Dalam ekonomi berbasis sekuler, maksimalisasi laba dapat menimbulkan permasalahan dalam sosial ekonomi. Ekonomi sekuler memandang laba sebagai keuntungan yang bersifat ekslusif. 

Artinya laba yang diperoleh pelaku bisnis adalah hak yang dimilikinya, tidak diperbolehkan pihak manapun untuk mengatur batasan laba yang dapat diraih olehnya. Hal ini menyebabkan biasnya keadilan distribusi harta yang terjadi di pasar. Sementara Islam melarang upaya maksimalisasi laba apabila upaya tersebut mengancam kesejahteraan rakyat. 

Beberapa indikator terjadinya maksimalisasi laba yang berlebihan di masyarakat modern saat ini adalah : adanya kelangkaan produk, terciptanya ketidaksempurnaan pasar, harga-harga naik dengan cepat, berkembangnya black market (pasar gelap), monopoli atas suatu produk, dan ketidaksetaraan distribusi kekayaan dan pendapatan. Diperlukan kesadaran sosial politik, kemauan, dan tindakan yang nyata agar upaya maksimalisasi laba ini tidak mengganggu kesejahteraan orang banyak (Hasan, 1992).

Islam tidak memberikan batasan laba yang dapat diperoleh pelaku usaha. Mereka diperbolehkan mengambil laba dan memaksimalkannya selama tidak terjadi pengelabuan harga dan beberapa hal yang telah disebutkan diatas, yaitu mengancam kesejahteraan masyarakat. Pembatasan harga akan diberlakukan ketika harga terlampau tinggi dan barang amat diperlukan oleh masyarakat. Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu haditsnya :

“Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual (dagangannya), ketika membeli dan ketika menunaikan utangnya.” (HR. Bukhari no. 2076)

Motif berbisnis dalam Islam bukan hanya keuntungan dunia semata, namun juga akhirat. Oleh karenanya walaupun upaya maksimalisasi laba tidak dibatasi dalam Islam, namun ketika masyarakat amat membutuhkan barang tersebut, hendaklah seorang pelaku usaha memudahkan mereka untuk mendapatkannya dengan cara menurunkan harga barang sehingga barang tersebut dapat dibeli oleh banyak orang namun tidak menyebabkan ia mengalami kerugian karenanya.

REFERENSI :

BUKU
Nafarin, M. 2007. Penganggaran Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.
Abdul Halim dan Bambang, Supomo. 2005. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

JURNAL
Muhamad. “Maksimalisasi Laba Usaha: Perspektif Konvensional Dan Islam”.  At-Taradhi 4.1 (2013).
Ekasari, Kurnia. "Hermeneutika Laba Dalam Perspektif Islam”. Jurnal Akuntansi Multiparadigma 5.1 (2014).
Ali, A. J., Al-Aali, A., & Al-Owaihan, A. (2013). “Islamic Perspectives On Profit Maximization”. Journal of business ethics, 117(3), 467-475.
Hasan, Z. (1992). “Profit Maximisation: Secular Versus Islamic”. Readings in Microeconomics: An Islamic Perspective, 239-255.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun