Berkunjung ke Pura Tirta Empul adalah sebuah pengalaman tersendiri, menapaki jalan saat dimana manusia berada pada kondisi yang serba kebingungan akan jati dirinya, Pura Tirta Empul menjadi oase spiritual bagi siapa saja yang berkeinginan untuk menyelami khazanah budaya bangsa ini berabad-abad silam.Â
Dalam Babad Bali dikisahkan, dahulu ada Raja yang bersikap sewenang-wenang kepada rakyatnya, namanya Raja Mayadenawa. Hingga raja ini tidak mengizinkan rakyat untuk melaksanakan upacara keagamaan untuk mohon keselamatan dari dewa. Ia menyuruh rakyat agar menyembahnya dan menghentikan untuk menyembah para dewa.
Sebuah tindakan dimana dilarangnya pelaksanaan upacara agama adalah sebuah tindakan yang sudah melewati batas. Tindakan Raja Mayadenawa ini diketahui oleh para dewa, maka para dewa yang dikepalai oleh Sanghyang Bhatara Indra pun langung menyerang Raja Mayadenawa.Â
Serangan Sanghyang Bhatara Indra yang luar biasa bersama para dewa ini membuat Raja Mayadenawa yang sakti, jatuh kalah dan melarikan diri hingga di sebelah Utara Desa Tampak siring.
Di sanalah Raja Mayadenawa dengan kesaktiannya membuat sebuah jebakan berupa mata air Cetik (beracun). Banyak Laskar Bhatara Indra yang kelelahan karena mengejar Raja Mayadenawa kemudian meminumnya dan gugur. Â Menyaksikan ganasnya racun dari mata air tersebut dan banyak pasukannya yang gugur, Sanghyang Bhatara Indra segera menancapkan tombaknya ke tanah dan keluarlah air dari dalam tanah tersebut. Air yang keluar inilah yang sampai hari ini disebut dengan Mata Air Tirta Empul.
Sanghyang Bhatara Indra kemudian memerciki para pasukannya  sehingga tidak beberapa lama bisa hidup lagi seperti sediakala, dan terus bertempur hingga Raja Mayadenawa mati.
Kemenangan Sanghyang Batara Indra ini kemudian ditetapkan di Bali sebagai Hari Raya Galungan, yakni menangnya Dharma atas Adharma. Â Kini Tirta Empul telah menjadi salah satu warisan UNESCO dan menjadi salah satu tempat yang dikunjungi oleh Presiden Obama dan Pangeran Arab Fahad dari Arab Saudi.
Tirta Empul adalah simbol dari Penyucian, penangkal dari keburukan dan Kejahatan, Penangkal Tipu Daya dan segala kelicikan. Di tempat ini kemudian di bangun Pura dan setiap hari 24 jam tidak pernah sepi dikunjungi wisatawan dari seluruh dunia. Inilah bentuk simbol pensucian diri. Mandi dari sumber yang suci bersih. Membuang dosa dan kejahatan dalam diri.Â
Semoga kita semuanya bisa senantiasa membersihkan diri dan menyucikan diri kita dari kesalahan. Salam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H