Mohon tunggu...
Andri Yudhi Supriadi
Andri Yudhi Supriadi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Alumnus Kampus Statistik Otista, Kampus Terbuka Pondok Cabe dan Kampus Ekonomi Salemba/Depok

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kompetensi SDM dan Transparansi Pengelolaan Dana Desa

17 September 2021   11:48 Diperbarui: 17 September 2021   11:53 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai dengan amanat Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, dana desa diperuntukkan untuk membiayai infrastruktur fisik, sarana ekonomi, sarana sosial serta untuk meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat desa. Pelaksanaan amanat di atas sesuai dengan undang-undang yang berlaku diharapkan dapat mengentaskan desa tersebut dari jurang kemiskinan seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat desa serta mengurangi kesenjangan desa kota.

Sejak digulirkan pertama kali pada tahun 2015, menurut Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar pada sebuah kesempatan, hingga 2020 sudah disalurkan Dana Desa sebesar Rp 323,32 triliun. Sayangnya dana yang besar tersebut tidak diiringi dengan kemampuan pengelolaan yang baik dari para pengelolanya. Berdasarkan data Indonesian Corruption Watch (ICW), sejak 2015 hingga 2020, terdapat 676 terdakwa kasus korupsi dari perangkat desa.

Hasil penelusuran ICW, banyaknya kasus penyelewengan Dana Desa tersebut disebabkan oleh banyak factor. ICW mencatat ada 14 faktor penyebab, mulai dari minimnya kompetensi aparat pemerintah desa; tidak adanya transparansi; kurang adanya pengawasan pemerintah, masyarakat, dan desa; maraknya penggelembungan (mark up) harga; adanya intervensi atasan; pelaksanaan kegiatan fisik yang tidak sesuai dengan perencanaan; adanya kultur memberi barang/uang sebagai bentuk penghargaan/terima kasih; perencanaan sudah diatur sedemikian rupa (di-setting) oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD); pengelolaan dana desa (DD) dan ADD tidak sesuai Rancangan Anggaran Biaya (RAB); belanja tidak sesuai RAB; Tim Pengelola Kegiatan (TPK) menerima fee dari penyedia material, spesifikasi tidak sesuai; minimnya pengetahuan aparat desa dalam memahami aplikasi SisKeuDes; nomenklatur kegiatan tidak/kurang sesuai dengan Permendesa tentang prioritas penggunaan DD hingga standarisasi harga barang dan jasa bervariatif antar desa.

Memperhatikan point-point penyebab di atas, tampaknya prinsip manajemen Planning, Organizing, Actuating dan Controlling (POAC) belum diterapkan dengan baik. Tentu saja kualitas SDM pengelolanya juga menjadi fokus perbaikan ke depan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas pengelolaan Dana Desa, sudah saatnya kompetensi para pengelola ditingkatkan. Mereka perlu dibekali pengetahuan dan kemampuan melalui pelatihan administrasi dan teknis yang dilaksanakan dengan pendampingan dari Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota. Selain itu perlu dilakukan monitoring serta evaluasi kinerja dan anggaran secara berkala dengan melibatkan tim auditor. Serta skema reward dan punishment yang jelas dan tegas di awal agar berkinerja dengan baik karena sudah terbayang rewardnya dan menghindari hal-hal yang tidak baik karena ngeri dengan punishment yang akan diterima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun