Mohon tunggu...
Andriya Syaputri
Andriya Syaputri Mohon Tunggu... -

A full time learner. Mahasiswi semester 7 Manajemen Asuransi Kesehatan FKM UI

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS Kesehatan dan Kebijakan yang Merugikan Masyarakat (?)

2 Januari 2015   15:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:58 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah setahun usia BPJS Kesehatan selaku badan umum publik ípenyelenggara jaminan kesehatan nasional. Dalam satu tahun itu pula banyak lika-liku yang dihadapi BPJS Kesehatan maupun oleh peserta JKN. Tidak jarang kita baca berita tentang keluhan masyarakat akan peraturan maupun pelaksanaan JKN ini.
November 2014 lalu masyarakat digemparkan dengan munculnya Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Peserta Perorangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor 211 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran dan Penjaminan Peserta Perorangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Dalam regulasi tersebut tercantum bahwa peserta wajib mendaftar harus 1 KK (kartu keluarga, harus punya NIK, harus punya rekening bank (BNI, Mandiri, atau BRI), dan kartu bisa dipergunakan setelah 7 (tujuh) hari setelah mendaftar dan bayar iuran pertama. Aturan-aturan tersebut dianggap memberatkan rakyat yang merasa dipesulit untuk mendapatkan hak kesehatannya.
Belum tentu semua masyarakat mampu membayar iuran untuk 1 KK, padahal sebelumnya pendaftaran bisa dilakukan perseorangan atau beberapa orang dalam 1 KK terlebih dahulu dan anggota keluarga yang lainnya bisa menyusul. Kewajiban itu memberatkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah tetapi tidak tergolong miskin.
Selain itu kartu baru bisa dipergunakan setelah 7 hari sejak mendaftar dan bayar iuran. Selama ini sepengetahuan penulis kartu peserta bisa langsung digunakan tanpa menunggu 7 hari. Hal ini bisa dinilai melanggar hak masyarakat, apalagi ini jaminan sosial yang bersifat wajib bukan asuransi komersial. Bukankah saat mendaftar peserta sudah pasti membayar iuran awal? Setelah mendaftar dan membayar iuran harusnya otomatis peserta tersebut berhak mendapatkan jaminan. Walaupun masa berlaku kartu peserta setelah 7 hari bisa dibenarkan dengan tujuan untuk mengedukasi warga agar masyarakat mendaftar sebelum sakit dan BPJS Kesehatan dapat menjaga ketersediaan dana untuk membayar klaim, tetapi hal tersebut  tentu saja memberatkan masyarakat miskin yang tidak termasuk golongan PBI.
Aturan harus punya rekening bank juga sudah pasti memberatkan. Seseorang yang mendaftar untuk mempunyai rekening bank tentu harus menyetorkan setoran awal yang jumlahnya tidak sedikit, ratusan ribu rupiah. Untuk membayar iuran jaminan kesehatan saja sudah harus menyisihkan uang pendapatan apalagi ditambah membayar setoran awal rekening bank. Lagi-lagi aturan ini menyulitkan bagi waga miskin. Jika tujuannya untuk memudahkan peserta membayar iuran perbulan, penulis rasa sebagian peserta yang tidak memiliki rekening bank pun bersedia menyetorkan iuran JKN perbulannya ke bank daripada mesti membayar setoran awal bank yang memotong biaya rumah tangga mereka. Atau jika memang tujuannya untuk meminimalisasi antrean panjang di kantor BPJS dengan pendaftaran via bank yang telah diajak bekerja sama, yang perlu dilakukan pihak BPJS Kesehatan adalah sosialisasi yang lebih masiv terutama kepada mereka yang sudah memiliki rekening bank, belum mendaftar JKN, dan hendak mendaftarkan diri ke JKN.
Aturan tentang masa berlaku kartu 7 hari setelah pembayaran iuran awal juga ternyata ada pengecualiannya. Salah satunya adalah “peserta dan bayi baru lahir dari peserta perorangan yang tidak mampu dan mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan hak manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III serta menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial setempat”, ketentuan masa berlaku kartu 7 hari tidak berlaku. Tetapi pengecualian tersebut bisa saja tetap memakan korban jika pihak BPJS Kesehatan belum mensosialisasikan aturan ini kepada pihak Dinas Sosial yang dalam hal ini memegang peranan penting.
Sosialisasi menjadi hal penting bagi pergerakan program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Pemahaman masyarakat yang belum mumpuni dan minimnya sosialisasi bisa saja menambah korban pelaksanaan JKN ini. Pihak BPJS Kesehatan tentu saja berkewajiban menyelenggarakan JKN ini dengan sebaik-baiknya, masyarakat Indonesia pun tentu ingin mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya sebagai peserta JKN. Hal ini akan terjadi dengan saling bekerja sama antara pihak pemerintah, BPJS Kesehatan, masyarakat Indonesia, peserta, tenaga medis, provider, dan lainnya.
Semoga kedepannya JKN dan BPJS Kesehatan di Indonesia semakin baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun