Mohon tunggu...
Andriyan Suksmono
Andriyan Suksmono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Peneliti

Pengolahan Sinyal Dijital, Pencitraan, dan Komputasi Kuantum

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Menyambut Era Informasi Kuantum

14 Februari 2020   14:54 Diperbarui: 16 Februari 2020   12:48 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari informasi. Kebutuhan untuk berkirim, menyimpan, dan mengolah informasi melahirkan berbagai macam teknologi. 

Komputer dibuat untuk mempercepat pengolahan informasi. Media perekam data, seperti hard-disk, CD-ROM, atau flash disk, berguna sebagai alat penyimpan.

Perangkat telekomunikasi seperti smartphone, televisi, dan radio, berguna untuk mengirimkan informasi ke dari satu tempat ke tempat lain yang berjauhan.

Perkembangan Teknologi Informasi
Sebagai alat pengolah informasi, komputer dapat membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi manusia; misalnya dalam perhitungan keuangan, merancang gedung, mencari jarak terpendek dalam transportasi maupun telekomunikasi.

Seiring berkembangnya teknologi, kemampuan yang dimiliki oleh komputer semakin meningkat, yang juga seiring dengan tuntutan kebutuhan pengolahan data yang semakin besar, masalah yang semakin beragam, dan perhitungan yang semakin rumit.

Pertumbuhan kemampuan komputer dapat dilihat dari semakin tingginya jumlah perhitungan (per detik) yang mampu ditangani oleh suatu prosesor, sehingga dikenal istilah FLOPS (Floating Point Instruction Per Second). Karena prosesor merupakan susunan dari transistor, pertumbuhan kemampuan komputer juga berkaitan erat dengan peningkatan kepadatan transistor per satuan luas yang mengikuti hukum Moore.

Meskipun demikian, segala macam komputer yang ada saat ini memiliki kesamaan dalam cara melakukan perhitungan dan dapat dimodelkan sebagai mesin Turing. Istilah ini diambil dari nama matematikawan Inggris Alan Turing yang membuat model umum sistem pengolahan informasi. 

Tingkat kesulitan suatu masalah dapat diukur dengan besarnya sumberdaya komputasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut. Lebih tepatnya lagi, dapat dilihat dari pertumbuhan sumber daya yang dibutuhkan seiring dengan besarnya ukuran masukan dari masalah, hal ini dikenal sebagai (laju pertumbuhan) kompleksitas.

Kompleksitas memiliki beberapa tingkatan, yang jika diurutkan dari yang terendah hingga tertinggi, adalah: konstan, logaritmik, linier, polinomial, eksponensial, dan faktorial.

Berdasarkan tingkat kompleksitas ini, suatu masalah dapat digolongkan sebagai masalah yang mudah dipecahkan (tractable) dengan tingkat kompleksitas konstan hingga polinomial, dan masalah yang sulit dipecahkan (hard problems) jika tingkatannya eksponensial atau lebih tinggi. 

Pencarian (linier) suatu object, misalnya bilangan, tertentu dari sekumpulan N buah bilangan, dalam kondisi terburuk jika yang dicari tidak ada, akan memerlukan jumlah langkah sebanyak N.

Jika jumlah bilangan itu dilipatduakan, maka jumlah langkah yang diperlukan menjadi 2N, demikian seterusnya. Pertumbuhan yang demikian disebut bersifat linier dan setara dengan fungsi pertumbuhan yang polinomial (orde satu).

Untuk kasus pencarian angka, ada cara yang lebih efisien dari pada pencarian linier jika kumpulan angka tersebut muncul secara berurutan, yaitu dengan pencarian biner.

Sekumpulan 4 buah angka  memerlukan, dua langkah; delapan buah angka perlu tiga langkah, dan jIka ada buah N bilangan, pencarian biner hanya perlu sebanyak  sekitar log2(N) langkah. Pencarian biner memiliki kompleksitas logaritmik, yang memiliki tingkatan lebih rendah dari pencarian linier. 

Untuk permasalahan tertentu, misalnya menemukan faktor (prima) dari suatu bilangan bulat, belum ada cara efisien untuk melakukan perhitungan. Cara termudah adalah dengan mencoba membagi bilangan tersebut dengan semua bilangan prima yang kurang dari akar bilangan tersebut.

Secara garis besar, jika bilangan ini terdiri dari K-digit angka, maka perlu langkah perhitungan sebanyak M yang terdiri dari K/2 digit angka.

Jadi, untuk mencari faktor dari empat digit angka (puluhan ribu), kita perlu mencoba hingga ratusan langkah (dua digit angka). Untuk menemukan faktor bilangan sekian milyar (berdigit 10), perlu puluhan ribu langkah... demikian seterusnya.

Pengolahan Informasi Secara Kuantum
Salah satu keterbatasan dari komputer saat ini, yang kita sebut sebagai komputer klasik, adalah dalam kemampuannya menangani hard problems. Keterbatasan ini justru dapat dimanfaatkan untuk melakukan pengiriman dan penyimpanan informasi. 

Penyandian dengan kunci publik RSA (Rivest-Shamir-Adleman) memanfaatkan ketidakmampuan komputer klasik untuk secara cepat menemukan faktor prima dari bilangan bulat yang bernilai sangat besar (atau memiliki dijit yang panjang); perlu waktu ribuan bahkan milyaran tahun untuk menemukannya hingga secara komputasi tidak efisien.

Perkembangan jenis komputer baru dimulai pada tahun 1980-an, ketika Paul Benioff mengajukan model mekanika kuantum untuk mesin Turing, yang kemudian diikuti oleh beberapa peneliti, antara lain Richard Feynman, Yuri Manin, dan David Deutsch. Satuan informasi terkecil dalam pengolahan data adalah bit yang bernilai atau 0 atau 1 pada saat tertentu. 

Berbeda dengan komputer klasik, qubit dalam komputer kuantum memiliki kemampuan menyatakan kondisi  0 dan 1 sekaligus dalam bentuk superposisi.

Merealisasikan konsep qubit ke dalam satu perangkat (divais) memiliki tantangan yang sangat besar karena saat digunakan tidak boleh ada gangguan sekecil apapun dari lingkungan supaya tidak terjadi dekoherensi. 

Hingga saat ini, berbagai macam cara implementasi telah dilakukan para peneliti: ion trap, rangkaian superkonduktor (SQUID-Superconducting Quantum Interference Device), NMR, fotonik, dst. Dua kelompok besar dari prosesor kuantum yg saat ini telah berhasil dibuat adalah quantum annealer dan gerbang logika kuantum (quantum logic gate).

Sebuah perusahaan di Kanada, yaitu Dwave Inc., memproduksi komputer kuantum jenis quantum annealer., yg pada umumnya digunakan untuk memecahkan permasalahan optimisasi, misalnya pencarian rute terpendek, pencarian kode ortogonal, pewarnaan graf , studi pelipatan protein, faktorisasi bilangan dsb. 

Pemrograman prosesor jenis ini dilakukan dengan terlebih dulu memformulasikan masalah tersebut sebagai minimalisasi sejenis fungsi energi yg disebut sebagai Hamiltonian, kemudian memasukkan koefisien dari suku-suku di dalam Hamiltonian ini ke dalam komputer kuantum. Saat ini, Dwave sudah berhasil membuat  lebih dari 2000 qubit pada prosesor kuantum terbarunya

Komputer jenis gerbang logika kuantum memiliki aplikasi yg lebih luas. Pemecahan masalah dilakukan dengan memformulasikannya sbg algoritma kuantum dan selanjutnya diimplementasikan sebagai rangkaian kuantum. 

Komputer jenis ini dapat digunakan untuk memfaktorkan bilangan, melakukan pencarian/searching, simulasi kuantum, dsb. Hingga kini, jumlah qubit yang berhasil dibuat baru mencapai puluhan. Salah satu contoh dari prosesor kuantum berbasis gerbang logika adalah prosesor 53 qubit bernama Sycamore dari Google yang baru-baru ini membuat berita besar.

Supremasi Kuantum dan Implikasinya
Pada bulan Oktober tahun 2019, Google mengumumkan tercapainya supremasi kuantum dg menggunakan prosesor Sycamore. Google mengklaim, untuk perhitungan tertentu dimana superkomputer tercepat saat ini perlu 10 ribu tahun untuk menghitung, Sycamore dapat menyelesaikannya dalam waktu hanya perlu beberapa menit saja. 

Meskipun ini suatu perhitungan sederhana yang belum tentu dapat dimanfaatkan, secara prinsip telah terbukti bahwa komputer kuantum mampu bekerja sesuai yg diramalkan. 

Mencari algoritma yg lebih apliktif hanyalah masalah waktu. Karena itu, implikasi dari lahirnya komputer kuantum dan tercapainya supremasi kuantum harus dipertimbangkan dan diantisipasi, misalnya  kemampuan melakukan faktorisasi bilangan.

Pada tahun 1994, Peter Shor mengajukan algoritma faktorisasi (bilangan) secara cepat dengan menggunakan paradigma komputasi kuantum. Jika dapat direalisasikan ke dalam komputer kuantum, algoritma Shor mengancam pecahnya sistem enkripsi kunci publik yang saat ini dipakai secara luas. 

Oleh karena itu, para peneliti juga mulai memikirkan cara untuk mengantisipasi ancaman ini dengan mengembangkan berbagai teknik enkripsi baru, antara lain dengan menggunakan sistem QKD (Quantum Key Distribution). 

QKD memanfaatkan fenomena kuantum berupa entanglement dari pasangan partikel, dalam hal ini foton, untuk menjaga keamanan kunci pada pengiriman informasi secara rahasia.

Fenomena entanglement berawal sekitar tahun 1935, ketika tiga orang Fisikawan mempertanyakan keabsahan Mekanika Kuantum sebagai teori Fisika yang lengkap. 

Ketiga orang ini, yakni Albert Einstein, Boris Podolsky, dan Nathan Rosen, membayangkan suatu eksperimen sepasang partikel yang entangled (terkait, terbelit, berkelindan), kemudian keduanya dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh, misalnya ke ujung alam semesta.

Menurut mekanika kuantum, pengukuran partikel yang satu akan secara serempak menentukan hasil pengukuran partikel pasangannya (non-lokal). 

Menurut EPR, hal  ini berlawanan dengan prinsip relativitas dimana tidak ada benda yang bergerak lebih cepat dari laju cahaya (lokal), sehingga efek seketika itu disebutnya "spooky action at a distance". Fenomena ini disebut sebagai EPR-Paradox dan pasangan partikel itu disebut sebagai pasangan EPR (EPR-pair). 

Di dalam Fisika, orang boleh mengajukan teori seindah apapun yang diinginkan, namun eksperimen-lah yang akan menentukan apakah teori itu bisa diterima (benar) atau akan ditolak (salah). Pada tahun 1964, John Bell mempublikasikan suatu formula untuk memeriksa, yang manakah diantara keduanya yang benar, apakah hukum alam itu lokal atau non-lokal, dalam suatu ketidaksamaan. 

Hasil mengejutkan diperoleh dari eksperimen Alain Aspect dkk pada tahun 1982, yaitu telah terjadi pelanggaran dari ketidaksamaan Bell, yang memverifiaksi sifat non-lokal dari hukum alam.

Partikel yang entangled, seperti pada pasangan EPR, menjadi dasar dari pengembangan penyandian kuantum. Dua orang yang saling berkomunikasi dapat menggunakan pasangan partikel ini; yang seringkali berupa foton kembar (inframerah) hasil pembelahan foton energi tinggi (ultra ungu). 

Jika ada orang yang ingin menyadap komunikasi antara dua orang dengan cara mengamati (melakukan pengukuran) salah satu foton, maka pada saat yang sama pasangannya akan merasakan perubahan ini.

Suatu protokol untuk melakukan komunikasi secara aman selanjutnya bisa dirumuskan dari sistem yang menggunakan sifat pasangan entangled ini, antara lain BB84 yang diajukan oleh Charles Bennett dan Gilles Brassard pada tahun 1984, maupun protokol E91 yang diajukan oleh Artur Ekert. 

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyandian RSA mengandalkan kerumitan faktorisasi bilangan, sedangkan keamanan penyandian kuantum dijamin oleh hukum Fisika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun