Selain itu, kedua pedang ini memiliki pola bergelombang yang khas pada bilahnya. Pola ini disebut hada (grain) pada Katana dan jihada (grain) pada Tang Dao. Pola ini terbentuk akibat proses pembuatan yang melibatkan pelipatan dan pemalu berulang kali pada baja.
Pola ini tidak hanya menambah keindahan dan keunikan pada bilah, tetapi juga menambah kekuatan dan fleksibilitas pada pedang. Pola ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi asal-usul, usia, dan kualitas pedang.
Pembuatan
Salah satu persamaan antara Tang Dao dan Katana adalah proses pembuatannya yang melibatkan penggunaan baja berkualitas tinggi yang disebut tamahagane. Baja ini dibuat dari pasir besi yang dipanaskan di dalam tanur tanah liat, yang disebut tatara.
Baja ini kemudian dilipat dan dipalu berulang kali untuk menghilangkan kotoran dan menciptakan pola bergelombang yang khas pada bilah. Proses ini juga membuat bilah memiliki sisi tajam yang keras dan sisi lentur yang kuat.
Proses pembuatan Tang Dao dan Katana membutuhkan keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman yang tinggi dari pandai besi. Proses ini juga membutuhkan perhatian, kesabaran, dan ketelitian yang besar. Proses ini juga dianggap sebagai seni dan kerajinan, yang menunjukkan nilai budaya dan estetika dari pedang.
Penggunaan
Salah satu persamaan antara Tang Dao dan Katana adalah cara penggunaannya untuk memotong dan menusuk musuh dalam pertempuran nyata. Kedua pedang ini memiliki teknik pemakaian dan penggunaan yang beragam, tergantung pada situasi dan gaya bertarungnya.
Kedua pedang ini juga memiliki beberapa senjata pendamping yang digunakan bersama-sama dalam pertempuran. Tang Dao biasanya dipasangkan dengan qiang (tombak) atau jian (pedang berpinggir ganda), sedangkan Katana biasanya dipasangkan dengan wakizashi (pedang pendek) atau tanto (pisau belati).
Kedua pedang ini juga tidak hanya digunakan sebagai senjata, tetapi juga sebagai objek kekuatan spiritual dan keindahan artistik. Prajurit Jepang dan Tiongkok menganggap pedang mereka sebagai perpanjangan jiwa mereka, dan memberinya nama, hormat, dan perawatan khusus.
Makna Budaya