Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Hong Kong: Dari Perang Candu Sampai Kembali ke Pangkuan Tiongkok

20 Desember 2023   07:09 Diperbarui: 20 Desember 2023   07:10 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Hong Kong Wallpapers HD - PixelsTalk.Net 

Hong Kong adalah salah satu wilayah khusus di Tiongkok yang memiliki sistem politik dan ekonomi yang berbeda dari Tiongkok daratan. Hong Kong juga memiliki sejarah yang panjang dan menarik, yang dipengaruhi oleh berbagai peristiwa penting, seperti Perang Candu, Perjanjian Nanking, Konvensi Peking, Perang Dunia II, Revolusi Komunis Tiongkok, Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris, dan Undang-undang Keamanan Nasional. Dalam artikel ini, kita akan membahas sejarah Hong Kong dari masa lalu hingga sekarang, dan melihat bagaimana Hong Kong berubah dari sebuah pulau kecil menjadi pusat keuangan internasional yang penting.

Perang Candu: Awal dari Penjajahan Inggris

Perang Candu adalah sebutan untuk dua perang yang terjadi antara Tiongkok dan Inggris pada abad ke-19 karena masalah perdagangan candu di Tiongkok. Candu adalah sejenis narkoba yang berasal dari tanaman popi dan memiliki efek adiktif dan narkotik. Inggris memasok candu dari India ke Tiongkok secara ilegal untuk mendapatkan uang perak yang digunakan untuk membeli barang-barang dari Tiongkok, seperti teh, sutra, dan porselen. Pemerintah Tiongkok berusaha memberantas penyelundupan candu karena merugikan kesehatan dan ekonomi rakyatnya. Namun, Inggris menolak menghentikan perdagangan candu dan mengirimkan pasukan militer untuk melindungi kepentingannya.

Perang Candu Pertama berlangsung dari tahun 1839 hingga 1842. Perang ini dipicu oleh tindakan Lin Zexu, seorang pejabat Tiongkok yang ditugaskan untuk memberantas candu. Lin Zexu menyita dan menghancurkan sekitar 20.000 peti candu milik pedagang Inggris di Guangzhou pada tahun 1839. Inggris merespon dengan mengirimkan armada laut ke Tiongkok dan menyerang pelabuhan-pelabuhan penting. Perang ini berakhir dengan kemenangan Inggris dan penandatanganan Perjanjian Nanking pada tahun 1842. Perjanjian ini mengharuskan Tiongkok membayar ganti rugi perang, membuka lima pelabuhan dagang, memberikan status ekstrateritorial kepada warga Inggris, dan menyerahkan Pulau Hong Kong kepada Inggris .

Perang Candu Kedua berlangsung dari tahun 1856 hingga 1860. Perang ini dipicu oleh insiden Lorcha Arrow, yaitu penyitaan sebuah kapal dagang yang diklaim sebagai kapal Inggris oleh pihak Tiongkok di Guangzhou pada tahun 1856. Inggris menganggap hal ini sebagai pelanggaran terhadap perjanjian sebelumnya dan kembali mengirimkan pasukan militer ke Tiongkok. Kali ini, Inggris dibantu oleh Prancis, yang juga memiliki kepentingan perdagangan di Tiongkok. Perang ini berakhir dengan kemenangan Inggris dan Prancis dan penandatanganan Perjanjian Tianjin pada tahun 1858 dan Konvensi Peking pada tahun 1860. Perjanjian-perjanjian ini mengharuskan Tiongkok membayar ganti rugi perang, membuka lebih banyak pelabuhan dagang, mengizinkan kedutaan asing di Beijing, mengizinkan perdagangan candu secara legal, dan menyerahkan Semenanjung Kowloon kepada Inggris .

Dampak dari Perang Candu sangat besar bagi Tiongkok. Perang Candu menunjukkan bahwa Dinasti Qing tidak mampu melindungi kedaulatan dan kepentingan nasionalnya dari campur tangan asing. Perang Candu juga melemahkan perekonomian dan stabilitas sosial Tiongkok. Banyak rakyat Tiongkok yang menjadi pecandu candu dan menderita akibat kemiskinan dan kelaparan. Perang Candu juga memicu munculnya gerakan-gerakan pemberontakan dan reformasi di Tiongkok, seperti Pemberontakan Taiping, Gerakan Seratus Hari Reformasi, Pemberontakan Boxer, Revolusi Xinhai, dan lain-lain.


Perjanjian Nanking dan Konvensi Peking: Dasar dari Status Hong Kong

Perjanjian Nanking dan Konvensi Peking adalah dua perjanjian yang ditandatangani oleh Tiongkok dan Inggris sebagai hasil dari Perang Candu. Perjanjian-perjanjian ini mengatur status Hong Kong sebagai koloni Inggris dan menetapkan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam perdagangan dan hubungan diplomatik.

Perjanjian Nanking adalah perjanjian damai antara Tiongkok dan Inggris yang mengakhiri Perang Candu Pertama. Perjanjian ini memuat lima poin utama, yaitu: (1) Tiongkok harus membayar ganti rugi perang sebesar 21 juta dolar perak kepada Inggris; (2) Tiongkok harus membuka lima pelabuhan dagang untuk perdagangan bebas dengan Inggris, yaitu Guangzhou, Xiamen, Fuzhou, Ningbo, dan Shanghai; (3) Tiongkok harus memberikan status ekstrateritorial kepada warga Inggris di Tiongkok, yang berarti mereka tunduk pada hukum Inggris, bukan hukum Tiongkok; (4) Tiongkok harus melepaskan klaim atas semua orang Tionghoa yang menjadi warga negara Inggris; dan (5) Tiongkok harus menyerahkan Pulau Hong Kong secara permanen kepada Inggris  . Perjanjian Nanking ditandatangani oleh Qiying, utusan khusus Kaisar Daoguang, dan Henry Pottinger, utusan khusus Ratu Victoria, di atas kapal HMS Cornwallis di Sungai Nanjing pada tanggal 29 Agustus 1842 . Perjanjian ini dianggap sebagai perjanjian tidak setara oleh Tiongkok karena menguntungkan Inggris dan merugikan Tiongkok.

Konvensi Peking adalah perjanjian tambahan antara Tiongkok dan Inggris yang mengakhiri Perang Candu Kedua. Konvensi ini memuat beberapa poin penting, yaitu: (1) Tiongkok harus membayar ganti rugi perang sebesar 8 juta dolar perak kepada Inggris; (2) Tiongkok harus membuka lebih banyak pelabuhan dagang untuk perdagangan bebas dengan Inggris, termasuk Tianjin, Nanjing, Zhenjiang, Hankou, Jiujiang, Shaoxing, Chaozhou, Swatow, Kiungchow, Taiwanfu, Keelung, Danshui, Anqing, Chongqing, Yichang, Nanpoo, Pakhoi, Hankou; (3) Tiongkok harus mengizinkan kedutaan asing di Beijing; (4) Tiongkok harus mengizinkan perdagangan candu secara legal; dan (5) Tiongkok harus menyerahkan Semenanjung Kowloon dan Pulau Stonecutter kepada Inggris . Konvensi Peking ditandatangani oleh Yixin (Pangeran Gong), utusan khusus Kaisar Xianfeng, dan James Bruce (Lord Elgin), utusan khusus Ratu Victoria, di Istana Yuanmingyuan di Beijing pada tanggal 24 Oktober 1860.

Perang Dunia II: Pendudukan Jepang dan Pembebasan Inggris

Perang Dunia II adalah perang global yang melibatkan hampir semua negara di dunia pada tahun 1939-1945. Perang ini dibagi menjadi dua blok utama, yaitu Sekutu (yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet) dan Poros (yang dipimpin oleh Jerman, Italia, dan Jepang). Perang ini menyebabkan jutaan korban jiwa, kerusakan besar-besaran, dan perubahan geopolitik.

Perang Dunia II juga berdampak besar bagi Hong Kong. Pada tahun 1941, Jepang menyerang Hong Kong sebagai bagian dari ekspansi militernya di Asia Timur. Jepang berhasil mengalahkan pasukan Inggris yang bertahan di Hong Kong setelah 18 hari pertempuran sengit. Jepang kemudian menduduki Hong Kong selama tiga tahun delapan bulan, dari Desember 1941 hingga Agustus 1945 .

Pendudukan Jepang di Hong Kong adalah masa yang penuh dengan kesengsaraan dan kekejaman. Jepang melakukan berbagai tindakan represif terhadap penduduk Hong Kong, seperti pembunuhan massal, pemerkosaan, penyiksaan, kerja paksa, kelaparan, penyakit, dan propaganda . Jepang juga mengubah nama Hong Kong menjadi Xianggang (香港), yang berarti "pelabuhan harum", dan menghapus semua tanda-tanda kolonial Inggris. Jumlah penduduk Hong Kong menurun drastis dari 1,6 juta pada tahun 1941 menjadi 600 ribu pada tahun 1945 akibat kematian, pengungsian, dan migrasi .

Pembebasan Inggris di Hong Kong terjadi pada tanggal 30 Agustus 1945, setelah Jepang menyerah kepada Sekutu menyusul pengeboman atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pasukan Inggris yang dipimpin oleh Laksamana Muda Cecil Harcourt mendarat di Hong Kong tanpa perlawanan dari pasukan Jepang yang sudah kehabisan persediaan dan moral . Pasukan Inggris kemudian mengibarkan kembali bendera Union Jack di Government House pada tanggal 1 September 1945 sebagai simbol pemulihan kedaulatan Inggris atas Hong Kong. Pasukan Inggris juga membantu memulihkan ketertiban dan kesejahteraan di Hong Kong yang telah hancur akibat pendudukan Jepang .

Revolusi Komunis Tiongkok: Ancaman bagi Status Hong Kong

Revolusi Komunis Tiongkok adalah peristiwa politik dan sosial yang terjadi di Tiongkok pada tahun 1949, ketika Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang dipimpin oleh Mao Zedong mengalahkan Kuomintang (KMT) yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek dalam Perang Saudara Tiongkok. PKC kemudian mendirikan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai negara komunis pertama di dunia, sedangkan KMT melarikan diri ke Taiwan dan mendirikan Republik Tiongkok (ROT) sebagai pemerintah nasionalis yang sah.

Revolusi Komunis Tiongkok juga berpengaruh bagi status Hong Kong sebagai koloni Inggris. Pada saat itu, Hong Kong menjadi tempat perlindungan bagi ratusan ribu pengungsi yang melarikan diri dari pemerintahan komunis di Tiongkok . Hong Kong juga menjadi basis operasi bagi agen-agen rahasia Inggris dan Amerika Serikat yang berusaha menggulingkan atau mengganggu rezim komunis di Tiongkok . RRC bersikeras bahwa perjanjian-perjanjian yang memberikan kedaulatan Inggris atas Hong Kong tidak sah dan menuntut pengembalian Hong Kong ke Tiongkok . Namun, Inggris menolak tuntutan ini dan berusaha mempertahankan kekuasaannya di Hong Kong dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan di Hong Kong .

Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris: Dasar dari Status Hong Kong saat ini

Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris adalah sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok dan pemerintah Britania Raya pada tanggal 19 Desember 1984 di Beijing . Perjanjian ini menetapkan bahwa Inggris akan menyerahkan kedaulatan atas Hong Kong kepada Tiongkok pada tanggal 1 Juli 1997 dengan syarat bahwa Hong Kong akan menjadi daerah administratif khusus pertama Republik Rakyat Tiongkok dan akan menikmati tingkat otonomi tinggi selama 50 tahun ke depan  . Perjanjian ini juga menggariskan kebijakan dasar Tiongkok terhadap Hong Kong dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain . Perjanjian ini mulai berlaku dengan pertukaran dokumen ratifikasi pada 27 Mei 1985 dan didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 12 Juni 1985 . Perjanjian ini dianggap sebagai hasil dari kebijakan luar negeri yang lebih fleksibel dan pragmatis dari pihak Tiongkok, serta harapan untuk membangun hubungan baru yang saling menguntungkan dengan pihak Inggris .

Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris adalah dasar dari status Hong Kong saat ini sebagai daerah administratif khusus pertama Republik Rakyat Tiongkok. Status ini dikenal dengan prinsip "satu negara, dua sistem", yang berarti bahwa Hong Kong akan tetap mempertahankan sistem politik dan ekonomi kapitalisnya yang berbeda dari sistem sosialis Tiongkok daratan selama 50 tahun sejak penyerahan pada tahun 1997  . Status ini juga memberikan Hong Kong hak untuk memiliki konstitusi sendiri (Undang-undang Dasar), badan legislatif sendiri (Dewan Legislatif), badan eksekutif sendiri (Pemimpin Eksekutif dan Dewan Eksekutif), badan yudikatif sendiri (Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Banding Akhir), sistem hukum sendiri (berdasarkan hukum umum Inggris), mata uang sendiri (dolar Hong Kong), paspor sendiri (paspor daerah administratif khusus), bendera sendiri, lambang sendiri, lagu kebangsaan sendiri, dan kebijakan luar negeri sendiri dalam bidang-bidang tertentu


Undang-undang Keamanan Nasional: Kontroversi dan Ketegangan Terbaru

Undang-undang Keamanan Nasional adalah sebuah undang-undang yang dikeluarkan oleh Tiongkok pada tahun 2020, yang bertujuan untuk menjaga keamanan nasional dan kedaulatan Tiongkok di Hong Kong. Undang-undang ini memberikan wewenang besar kepada Beijing untuk menindak tegas aktivitas yang dianggap sebagai subversif, separatis, teroris, atau kolusi dengan kekuatan asing di Hong Kong . Undang-undang ini juga membatasi hak dan kebebasan warga Hong Kong, seperti kebebasan berbicara, berkumpul, dan berdemo . Undang-undang ini juga mengubah sistem hukum di Hong Kong, dengan memperkenalkan pengadilan khusus, jaksa khusus, dan polisi khusus untuk menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan keamanan nasional .

Undang-undang Keamanan Nasional adalah salah satu isu yang paling kontroversial dan menimbulkan ketegangan di Hong Kong saat ini. Banyak pihak yang menilai bahwa undang-undang ini melanggar prinsip "satu negara, dua sistem" yang dijamin oleh Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris tahun 1984 . Banyak pihak juga mengkhawatirkan bahwa undang-undang ini akan mengancam status Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional yang terbuka dan dinamis . Banyak pihak juga menyuarakan solidaritas dan dukungan terhadap gerakan pro-demokrasi di Hong Kong, yang telah menggelar protes besar-besaran sejak tahun 2019 untuk menuntut reformasi politik dan otonomi lebih besar .

Namun, ada juga pihak yang mendukung atau setidaknya menerima undang-undang ini sebagai langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas dan kemajuan di Hong Kong. Beberapa pihak menganggap bahwa undang-undang ini adalah respons yang wajar dari Tiongkok terhadap ancaman keamanan nasional yang ditimbulkan oleh aksi-aksi radikal dan kekerasan dari sebagian elemen di Hong Kong . Beberapa pihak juga berpendapat bahwa undang-undang ini tidak akan mempengaruhi hak-hak dan kebebasan warga Hong Kong yang sah, selama mereka tidak terlibat dalam aktivitas yang melawan hukum atau merugikan kepentingan nasional Tiongkok . Beberapa pihak juga menekankan bahwa undang-undang ini tidak akan mengubah status Hong Kong sebagai daerah administratif khusus pertama Republik Rakyat Tiongkok, yang tetap memiliki tingkat otonomi tinggi sesuai dengan Undang-undang Dasar .

Hong Kong adalah wilayah yang unik dan menarik, yang memiliki sejarah yang kaya dan kompleks. Hong Kong juga adalah wilayah yang dinamis dan berkembang, yang memiliki masa depan yang tidak pasti dan menantang. Hong Kong adalah wilayah yang layak untuk dipelajari dan dikagumi, karena Hong Kong adalah wilayah yang memiliki sejarah yang luar biasa.


Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun