- Kawakami no Atoji: Dia adalah seorang wanita yang menawarkan diri untuk menjadi hitobashira saat pembangunan bendungan di Sungai Tone pada tahun 686 M. Dia dikubur di bawah bendungan, sambil memegang sebuah lonceng kecil. Konon, lonceng itu masih bisa terdengar berdentang dari bawah tanah hingga sekarang.
- Oshizu: Dia adalah seorang wanita muda yang dipilih secara acak untuk menjadi hitobashira saat pembangunan Istana Maruoka di Prefektur Fukui pada abad ke-16. Dia dikubur di bawah menara utama istana, sambil memegang sebuah lonceng kecil. Konon, lonceng itu masih bisa terdengar berdentang dari bawah tanah hingga sekarang.
- Okiku: Dia adalah seorang pelayan yang dituduh mencuri salah satu dari sepuluh piring berharga milik tuannya, Tetsuzan. Dia disiksa dan dibuang ke dalam sumur sebagai hitobashira. Konon, rohnya masih menghantui sumur itu dan menghitung piring-piring dari satu hingga sembilan, lalu menjerit karena tidak menemukan piring kesepuluh.
- Yaoya Oshichi: Dia adalah seorang gadis yang jatuh cinta dengan seorang biksu saat terjadi kebakaran besar di Edo pada tahun 1682. Dia berusaha untuk membakar kembali kota itu agar bisa bertemu dengan biksu itu lagi. Namun, dia tertangkap dan dihukum mati sebagai hitobashira. Dia dikubur hidup-hidup di bawah gerbang kota.
Pandangan Masyarakat Modern
Pandangan masyarakat modern tentang hitobashira bervariasi, tergantung pada sudut pandang sejarah, budaya, dan etika. Beberapa orang mungkin menganggap hitobashira sebagai bagian dari warisan budaya Jepang yang menarik dan unik, yang mencerminkan kepercayaan dan tradisi kuno mereka. Beberapa orang mungkin tertarik dengan aspek mistis dan horor dari hitobashira, yang sering menjadi bahan cerita rakyat atau legenda urban. Beberapa orang mungkin juga menghormati korban hitobashira sebagai pahlawan atau martir yang berkorban demi kepentingan umum.
Namun, ada juga orang yang mengecam hitobashira sebagai praktik yang kejam, tidak manusiawi, dan tidak beradab, yang melanggar hak asasi manusia dan martabat hidup. Beberapa orang mungkin merasa ngeri dan marah dengan cara korban hitobashira dipilih secara acak, dipaksa, atau ditipu untuk dikubur hidup-hidup. Beberapa orang mungkin juga meragukan efektivitas atau rasionalitas dari hitobashira, yang didasarkan pada kepercayaan takhayul yang tidak ilmiah. Beberapa orang mungkin juga menuntut agar lokasi-lokasi yang diduga menjadi tempat hitobashira diinvestigasi atau dihormati sebagai situs sejarah.
Secara umum, pandangan masyarakat modern tentang hitobashira cenderung bersifat kritis dan skeptis, karena praktik ini bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma modern yang menghargai kehidupan manusia dan pengetahuan ilmiah. Namun, ada juga orang yang tetap memandang hitobashira sebagai fenomena budaya yang menarik dan layak dipelajari.
Fakta Menarik dan Mitos
Berikut adalah beberapa fakta menarik dan mitos tentang hitobashira:
- Hitobashira adalah salah satu cara untuk menghormati atau memuja dewa-dewa Shinto, agama asli Jepang. Beberapa dewa Shinto yang sering dikaitkan dengan hitobashira adalah Susanoo, dewa badai dan laut; Ryujin, dewa naga dan air; dan Inari, dewa pertanian dan rubah.