Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hitobashira: Praktik Pengorbanan Manusia di Jepang pada Masa Lalu

11 Desember 2023   07:00 Diperbarui: 11 Desember 2023   07:10 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Hitobashira, los sacrificios humanos en Japón | ¿Por qué se hacían? (supercurioso.com)

Hitobashira adalah sebuah istilah Jepang yang berarti "tiang manusia" atau "pilar manusia". Istilah ini merujuk pada sebuah praktik pengorbanan manusia yang dilakukan di Jepang pada masa lalu, terutama saat membangun bangunan-bangunan besar seperti bendungan, jembatan, dan istana. Praktik ini melibatkan penguburan hidup-hidup korban di bawah atau dekat dengan bangunan tersebut, dengan tujuan untuk menenangkan dewa-dewa atau roh-roh alam yang mungkin marah atau tidak senang dengan pembangunan tersebut. Praktik ini diyakini dapat melindungi bangunan dari bencana alam atau serangan musuh. Hitobashira juga dapat merujuk pada pekerja yang dikubur hidup-hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Praktik hitobashira adalah salah satu contoh dari budaya pengorbanan manusia di Asia Timur dan Tenggara, yang sering dilakukan untuk menenangkan roh-roh tanah yang terganggu oleh pembangunan besar-besaran. Namun, praktik ini juga menimbulkan kontroversi dan penentangan dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar Jepang. Praktik ini juga menjadi bahan cerita rakyat atau legenda urban yang menarik dan menyeramkan.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang sejarah, contoh, dan pandangan masyarakat modern tentang hitobashira. Kita juga akan melihat beberapa fakta menarik dan mitos tentang praktik ini.

Sejarah Hitobashira

Praktik hitobashira pertama kali bermula di Jepang pada zaman kuno, sekitar abad ke-3 Masehi. Menurut catatan tertulis tertua yang ditemukan dalam Nihon Shoki (Kronik Jepang), praktik ini dilakukan oleh Kaisar Nintoku, yang memerintahkan untuk membangun sebuah bendungan di Sungai Tone. Namun, bendungan itu selalu rusak oleh banjir. Kaisar Nintoku kemudian bermimpi bahwa ada dua orang yang bisa membantu memperbaiki bendungan itu, yaitu Kohakubi dan Koromonoko. Mereka harus dikorbankan sebagai hitobashira untuk menenangkan dewa sungai. Kohakubi menuruti perintah kaisar dan melompat ke sungai, sementara Koromonoko menantang dewa sungai untuk membuktikan kekuatannya. Dewa sungai tidak bisa menenggelamkan dua labu yang dilemparkan Koromonoko ke sungai, sehingga Koromonoko lolos dari pengorbanan. Setelah itu, bendungan itu berhasil dibangun tanpa hambatan lagi .

Praktik hitobashira kemudian dilanjutkan oleh orang-orang Jepang pada masa-masa berikutnya, terutama saat membangun bangunan-bangunan besar seperti jembatan, istana, dan kuil. Mereka percaya bahwa dengan mengubur orang hidup-hidup di bawah atau dekat dengan bangunan tersebut, mereka bisa mendapatkan perlindungan dari dewa-dewa atau roh-roh alam. Beberapa contoh bangunan yang diduga menggunakan hitobashira adalah Jembatan Nagara, Jembatan Matsue, dan Istana Maruoka. Namun, tidak ada bukti arkeologis yang pasti tentang adanya hitobashira di bawah bangunan-bangunan tersebut.

Praktik hitobashira diyakini telah berakhir pada zaman Edo (1603-1868), ketika Jepang mulai mengadopsi teknologi dan ilmu pengetahuan Barat. Namun, ada beberapa klaim bahwa praktik ini masih terjadi pada abad ke-20, misalnya saat pembangunan Terowongan Daishimizu di Prefektur Gunma pada tahun 1917-1921. Ada rumor bahwa beberapa pekerja tewas akibat kecelakaan kerja dan mayat mereka dibiarkan di dalam terowongan sebagai hitobashira. Namun, klaim ini tidak memiliki bukti yang kuat dan mungkin hanya merupakan cerita rakyat atau legenda urban.


Contoh Hitobashira

Berikut adalah beberapa contoh dari hitobashira yang terkenal atau menarik:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun