Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemusnahan Burung Gereja oleh Mao Zedong: Sebuah Tragedi Ekologi dan Kemanusiaan

17 Oktober 2023   07:00 Diperbarui: 17 Oktober 2023   07:06 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://cdn.pixabay.com/photo/2021/06/01/07/03/sparrow-6300790_1280.jpg

Pada tahun 1958, pemimpin komunis China, Mao Zedong, meluncurkan kampanye "Lompatan Besar ke Depan" yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan dan industri di China dalam waktu singkat. Namun, kampanye ini ternyata menjadi bencana ekonomi dan sosial yang menewaskan jutaan orang akibat kelaparan dan kekurangan gizi. Salah satu penyebab utama dari bencana ini adalah pemusnahan burung gereja yang dilakukan oleh Mao Zedong dan rakyat China.


Mengapa Mao Zedong Ingin Memusnahkan Burung Gereja?

Burung gereja adalah salah satu jenis burung yang banyak hidup di China. Burung gereja memiliki tubuh yang kecil, bulu yang coklat atau abu-abu, dan paruh yang pendek dan tebal. Burung gereja biasanya hidup berkelompok dan bersarang di atap rumah, gedung, atau pohon. Burung gereja memakan biji-bijian, serangga, buah-buahan, dan makanan sisa manusia.

Mao Zedong menganggap burung gereja sebagai hama yang terlalu banyak memakan biji-bijian, terutama padi, yang seharusnya menjadi makanan rakyat. "Burung-burung itu, telah menghalangi perkembangan ekonomi Republik Rakyat China," ujar Mao Zedong. Maka, pada bulan Maret 1958, Mao Zedong memerintahkan rakyat China untuk membasmi semua burung gereja yang ada di China.

Bagaimana Cara Rakyat China Memusnahkan Burung Gereja?

Rakyat China melakukan berbagai cara untuk memusnahkan burung gereja. Mereka menggunakan senjata api, panah, batu, tongkat, cambuk, kipas angin, petasan, lonceng, gendang, panci, pengeras suara, dan alat-alat bising lainnya untuk menembak, melempar, memukul, mengusir, atau mengganggu burung gereja agar tidak bisa mendarat atau beristirahat. Mereka juga merusak atau membakar sarang-sarang burung gereja dan membunuh telur-telur atau anak-anak burung gereja yang ada di dalamnya. Mereka bahkan menggunakan jaring-jaring besar untuk menangkap atau menjebak burung gereja yang terbang di udara.

Pemusnahan burung gereja ini dilakukan secara massal dan terorganisir oleh pemerintah China. Pemerintah China memberikan insentif atau penghargaan kepada orang-orang atau kelompok-kelompok yang berhasil membunuh banyak burung gereja. Pemerintah China juga membuat laporan-laporan statistik tentang jumlah burung gereja yang dibunuh setiap hari atau setiap minggu. Pemerintah China bahkan mengadakan upacara-upacara perayaan atau pameran-pameran mayat-mayat burung gereja untuk menunjukkan prestasi mereka.


Apa Akibat dari Pemusnahan Burung Gereja Terhadap Ekosistem dan Kesehatan Manusia?

Pemusnahan burung gereja oleh Mao Zedong pada tahun 1958 memiliki akibat yang sangat buruk terhadap ekosistem dan kesehatan manusia di China. Berikut adalah beberapa akibatnya:

- Menyebabkan ketidakseimbangan ekologi yang parah dan menjadi salah satu penyebab Kelaparan Besar Tiongkok pada tahun 1959-1961. Hal ini karena burung gereja merupakan pemakan serangga yang mengendalikan populasi hama tanaman. Dengan hilangnya burung gereja, populasi hama seperti belalang, ulat, dan tikus meningkat pesat dan merusak tanaman pangan. Akibatnya, jutaan orang meninggal karena kelaparan dan kekurangan gizi.

- Mengurangi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem. Burung gereja memiliki peran penting dalam penyerbukan bunga, penyebaran biji, dan rantai makanan. Dengan hilangnya burung gereja, banyak tanaman dan hewan lain yang tergantung pada burung gereja juga terancam punah atau mengalami penurunan populasi. Selain itu, burung gereja juga berkontribusi terhadap kesehatan tanah, udara, dan air dengan menghasilkan kotoran yang mengandung nutrisi.

- Mempengaruhi budaya dan tradisi masyarakat. Burung gereja merupakan simbol kebahagiaan, kesuburan, dan kemakmuran bagi banyak orang. Burung gereja juga sering dijadikan sebagai hewan peliharaan, masteran burung kicau, atau sarana fangsheng (melepaskan hewan untuk menghormati kehidupan) bagi etnis Tionghoa. Dengan hilangnya burung gereja, banyak nilai-nilai budaya dan tradisi yang hilang atau berubah. Selain itu, pemusnahan burung gereja juga menimbulkan trauma psikologis bagi banyak orang yang terlibat dalam kampanye tersebut. Mereka harus menyaksikan atau melakukan pembunuhan massal terhadap makhluk hidup yang tidak bersalah.

Apa Pelajaran yang Bisa Diambil dari Pemusnahan Burung Gereja oleh Mao Zedong?

Pemusnahan burung gereja oleh Mao Zedong pada tahun 1958 adalah sebuah tragedi ekologi dan kemanusiaan yang tidak boleh terulang lagi. Pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa ini adalah sebagai berikut:

- Tidak boleh mengabaikan keseimbangan ekologi dan keanekaragaman hayati dalam mengejar perkembangan ekonomi dan modernisasi. Burung gereja memiliki peran penting dalam mengendalikan populasi hama, menyerbuk bunga, menyebarkan biji, dan menjadi bagian dari rantai makanan. Dengan membasmi burung gereja, Mao tidak hanya menyebabkan kerugian biologis dan lingkungan, tetapi juga kelaparan besar-besaran yang menewaskan jutaan orang.

- Tidak boleh mengambil keputusan berdasarkan asumsi yang tidak berdasar atau tidak mempertimbangkan fakta dan data yang ada. Mao menganggap burung gereja sebagai hama yang terlalu banyak memakan biji-bijian, padahal burung gereja juga memakan serangga yang merusak tanaman. Mao juga tidak memperhitungkan dampak jangka panjang dari pemusnahan burung gereja terhadap ekosistem dan kesehatan manusia.

- Tidak boleh mengorbankan nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat dalam mengejar ideologi politik. Burung gereja merupakan simbol kebahagiaan, kesuburan, dan kemakmuran bagi banyak orang. Burung gereja juga sering dijadikan sebagai hewan peliharaan, masteran burung kicau, atau sarana fangsheng (melepaskan hewan untuk menghormati kehidupan) bagi etnis Tionghoa. Dengan membasmi burung gereja, Mao tidak hanya menyakiti perasaan dan keyakinan masyarakat, tetapi juga menghilangkan nilai-nilai budaya dan tradisi yang penting bagi identitas bangsa.

Apa Upaya untuk Mengembalikan Populasi Burung Gereja di China Saat Ini?

Meskipun pemusnahan burung gereja oleh Mao Zedong pada tahun 1958 telah menyebabkan kerusakan ekologi dan sosial yang besar di China, ada beberapa upaya untuk mengembalikan populasi burung gereja di China saat ini saat ini. Berikut adalah beberapa contohnya:

- Pada tahun 2010, China mengadakan program fangsheng (melepaskan hewan untuk menghormati kehidupan) yang melibatkan pelepasan sekitar 10.000 ekor burung gereja yang diimpor dari Taiwan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati dan mengembalikan keseimbangan ekologi di China.

- Pada tahun 2013, China meluncurkan proyek "Burung Gereja Kembali ke Beijing" yang didanai oleh organisasi nirlaba dan swasta. Proyek ini membangun lebih dari 10.000 sarang burung gereja di berbagai lokasi di Beijing, termasuk taman, sekolah, dan rumah sakit. Proyek ini juga menyediakan pakan dan air untuk burung gereja, serta melakukan edukasi dan advokasi kepada masyarakat tentang pentingnya melindungi burung gereja.

- Pada tahun 2018, China mengumumkan rencana untuk membangun "jaringan ekologi" yang mencakup pembangunan hutan kota, taman nasional, dan koridor hijau. Rencana ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta mengembalikan habitat alami bagi berbagai spesies hewan, termasuk burung gereja.

Kesimpulan

Pemusnahan burung gereja oleh Mao Zedong pada tahun 1958 adalah sebuah tragedi ekologi dan kemanusiaan yang tidak boleh terulang lagi. Pemusnahan burung gereja menyebabkan ketidakseimbangan ekologi yang parah dan menjadi salah satu penyebab Kelaparan Besar Tiongkok pada tahun 1959-1961. Pemusnahan burung gereja juga mengurangi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem, serta mempengaruhi budaya dan tradisi masyarakat. Pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa ini adalah tidak boleh mengabaikan keseimbangan ekologi dan keanekaragaman hayati dalam mengejar perkembangan ekonomi dan modernisasi, tidak boleh mengambil keputusan berdasarkan asumsi yang tidak berdasar atau tidak mempertimbangkan fakta dan data yang ada, dan tidak boleh mengorbankan nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat dalam mengejar ideologi politik. Saat ini, ada beberapa upaya untuk mengembalikan populasi burung gereja di China dengan cara melepaskan burung gereja dari luar negeri, membangun sarang burung gereja di berbagai tempat, dan membangun jaringan ekologi yang ramah lingkungan.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun