Mohon tunggu...
M Andri U .7anE5a
M Andri U .7anE5a Mohon Tunggu... -

Our LIfe Destination

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

AKI, PR Kesehatan Presidenku !

3 Desember 2014   10:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:10 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah kematian Ibu bukanlah masalah si Ibu sendiri akan tetapi merupakan masalah nasional dan internasional. Setiap Negara seharusnya memilki tanggungjawab untuk menanggulangi dan mencegah bertambahnya kematian ibu di masa kehamilan hingga persalinannya.

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.

Angka kematian ibu  merupakan indikator kesehatan yang cukup penting.  Angka kematian ibu  diketahui dari jumlah kematian karena kehamilan, persalinan dan ibu nifas per jumlah kelahiran hidup di wilayah tertentu dalam waktu tertentu.

Angka   Kematian Ibu mencerminkan resiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh : keadaan sosial ekonomi dan kesehatan menjelang kehamilan, kejadian  berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, serta tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetric.

Meningkatkan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yang diadopsi pada tahun 2000. Di bawah MDGs, negara-negara berkomitmen untuk mengurangi angka kematian ibu sampai tiga perempat dalam kurun waktu 1990 dan 2015, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Berikut perkembangan AKI di Indonesia berdasarkan data SDKI dan RISKESDAS.

Tahun 1991 AKI = 390/100.000 kelahiran hidup

Tahun 1995 AKI = 334/100.000 kelahiran hidup

Tahun 2000 AKI = 307/100.000 kelahiran hidup

Tahun 2007 AKI = 228/100.000 kelahiran hidup

Tahun 2012 AKI = 359/100.000 kelahiran hidup

Melihat data di atas rasanya sangat tidak mungkin Indonesia dapat mencapai target AKI dalam MDG’s.

Di Indonesia, menurut UNICEF, fokus harus lebih ditempatkan pada seluruh sistem pendekatan yang mengatasi semua komponen - sumber daya manusia, pendidikan kesehatan dan gizi, akses ke perawatan, kualitas pelayanan, peraturan dan standarisasi pelayanan, pemerintahan dan tingkat yang memadai dan penargetan pembiayaan. Upaya ini, bersama dengan asuransi kesehatan dan mekanisme perlindungan sosial lain, akan membangun sistem kesehatan yang lebih responsif dan sistem kesehatan masyarakat yang lebih baik.

Dibalik masalah pencapaian target AKI-MDG’s, ada hal menggembirakan dari proses yang menjadi dukungan untuk pencapaian penurunan AKI, diantaranya adalah Cakupan pelayanan antenatal pertama kali tanpa memandang trimester kehamilan (K1 akses) meningkat dari 92,7% pada tahun 2010 menjadi 95,2% pada tahun 2013. Peningkatan akses ini juga sejalan dengan cakupan ibu hamil yang mendapat pelayanan antenatal pertama pada trimester pertama kehamilan (K1 Trimester 1), yaitu dari 72,3% pada tahun 2010 menjadi 81,3% pada tahun 2013. Demikian pula pada tahapan selanjutnya, cakupan pelayanan antenatal sekurang-kurangnya empat kali kunjungan (K4) juga meningkat dari 61,4% pada tahun 2010 menjadi 70,0% pada tahun 2013.

Potret yang cukup menggembirakan juga tampak pada profil kesehatan ibu bersalin dan nifas. Proporsi ibu yang persalinannya ditolong tenaga kesehatan meningkat dari 79,0% pada tahun 2010 menjadi 86,9% pada tahun 2013. Pada tahun 2013, sebagian besar (76,1%) persalinan juga sudah dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan Poskesdes/Polindes dan hanya 23,7% ibu bersalin yang masih melahirkan di rumah. Angka peningkatan yang cukup drastis terlihat pada cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas (KF1), yaitu dari 46,8% pada tahun 2010 menjadi 81,7% pada tahun 2013.

Keberhasilan proses yang ada tentu tidak mengubur dalam-dalam realitas pencapaian target yang belum maksimal, dan itulah yang menjadi tugas dari pemerintahan sekarang untuk menaikkan level kerja yang lebih berkualitas. Kordinasi dari seluruh komponen di dalam Kabinet kerja bapak presiden Indonesia tahun jabatan 2014-2019 sangatlah dibutuhkan untuk menuntaskan ketidak sempurnaan capaian program yang telah direncanakan matang-matang pada masa jabatan kepresidenan yang telah berlalu, terkhusus masalah AKI

Program yang perlu disempurnakan itu memiliki kendala juga sumberdaya sebagai solusi dari kendala tersebut, persoalan kerja keras dan cerdas saja yang perlu dilakukan.

Gambaran status ekonomi berdasarkan tempat tinggal, Indonesia 2013

Kuintil indeks kepemilikan

Tempat tinggal

terbawah

Menengah bawah

Menengah

Menengah atas

Teratas

Perkotaan

4,4

11,6

22,1

32,1

29,7

Pedesaan

26,9

27,1

21,3

15,2

9,5

indonesia

15,6

19,3

21,7

23,7

19,7

Jika kita melihat fakta dari data di atas, menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi terutama di daerah pedesaan yaitu sebesar 26,9 %,sementara kalau kita merujuk pada salah satu penyebab terjadinya Angka Kematian Ibu meningkat adalah karena status ekonomi yang lemah, dapat berakibat pada status gizi ibu hamil berkurang, sehingga dapat menyebabkan berbagai komplikasi penyakit bumil, ditambah lagi daerah pedesaan adalah daerah yang fasilitas pelayanan kesehatannya tidak sebaik dan selengkap di perkotaan. Sudah fasilitas kurang memadai juga keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan melakukan akses ke tempat pelayanan kesehatan dengan efektif dan efisien.

Kaitannya dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)sekarang ini, akan lebih memperparah keadaan masyarakat miskin tadi, ujung-ujungnya adalah AKI kembali bisa meningkat kembali. Jadi, yang harus dilakukan adalah mencari alternatif pemecahan masalah secepat mungkin untuk mengatasi masalah akses pelayanan ini.

Berikut adalah Biaya transportasi yang dikeluarkan sebelum kenaikan harga BBM menurut data Riskesdas 2013 yaitu, paling banyak sejumlah Rp.10.000,- untuk menuju RS pemerintah (63,6%), RS swasta (71,6%), puskesmas atau pustu (91,3%), dokter praktek atau klinik (90,5%) dan praktek bidan atau rumah bersalin (95,2%). Demikian juga biaya transportasi ke poskesdes atau poskestren (97,4%), polindes (97,8%) dan posyandu (97,8%). Semua kondisi keterbatasan ekonomi ini terlepas dari adanya BPJS KESEHATAN yang tentu lebih meringankan pembiayaan kesehatan masyarakat di Rumah Sakit.

Dalam pencapaian status kesehatan yang baik, dibangun dari fondasi pengetahuan yang benar akan kesehatan itu. Maka yang terpenting sebenarnya adalah terlebih dahulu diadakan intervensi untuk merubah pengetahuan masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas. Hubungannya dengan hal itu, media komunikasi melalui menteri komuikasi dan informatika saat ini (bapak Rudiantara) yang bertugas sejak 27 oktober 2014, semoga bisa lebih mengencarkan informasi-informasi kesehatan kepada masyarakat agar mereka lebih paham dengan masalah AKI yang sedang mereka hadapi untuk kemudian bisa lebih mengambil langkah-langkah antisipatif.

Yang paling menjadi juru kunci keberhasilan penuntasan program kesehatan selanjutnya adalah dari Menteri Kesehatan sendiri yang kini diduduki oleh ibuNILA F MOELOEK, ia merupakan seorang ahli penyakit mata yang menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), usia beliau saat ini 65 tahun. Yang lebih dapat mendukung kesuksesan perannya nanti adalah Ibu Nila ini pernah menjadi utusan presiden untuk perwakilan Indonesia dalam Millenium Development Golas (MDGs) TAHUN 2009-2014. Sudah tentu ibu ini lebih mengetahui dengan jelas seluk beluk pembahasan MDGs termasuk AKI serta strategi-strategi apa yang harus dilakukannya ke depan.

Jadi, investasi di sektor kesehatan yang lebih adil, dan memperkuat jaring pengaman untuk mereka yang paling rentan, akan memberikan manfaat jangka panjang ke Indonesia," kata Dr Nandy. "Ibu yang sehat akan melahirkan anak-anak yang lebih sehat. Anak sehat akan tetap bersekolah, memiliki anak lebih sedikit tetapi lebih sehat di kemudian hari, dan lebih banyak anggota masyarakat yang produktif. Bersama-sama, ini memberikan dasar yang kuat untuk menghilangkan kemiskinan, mengurangi pengucilan sosial dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun