Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[FITO] Jejak Ekuinoks

25 Agustus 2016   20:22 Diperbarui: 26 Agustus 2016   21:43 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam 21 Juni di bumi bagian selatan. Semburat keemasan masih terpancar dari ujung langit bagian barat. Ekuinoks telah berlalu, hari-hari tidak lagi sama panjang pada bagian dunia empat musim manapun. Bumi telah condong pada salah satu sisi wajahnya yang terbentuk di atas orbit yang tidak terinklinasi dengan matahari.

Berbulan lalu ia telah pergi. Namun keresahan yang ditinggalkannya masih menggelayut pada ranting maple yang kini tengah meranggas. Pohon – pohon itu yang menghiasi halaman telah tumbuh jauh sebelum ekuinoks menciptakan musim yang meluruhkan dahan-dahan mereka. Bagi beberapa maple mungkin ini yang kesekian kali. Terutama bagi ranting-ranting yang hampir menyamai tinggi atap bangunan tua berwarna merah di seberang jalan itu. 

Semakin gelap angin semakin kencang berhembus. Menyaput kegelisahan ranting-ranting yang menyeruak hingga ke bangunan tua beratap runcing tersebut.

“kenapa ia menelanjangi kita seperti ini?” protes pohon yang paling muda

“ia hanya menjalankan takdir” jawab yang paling tinggi

“apakah takdir kita juga menderita seperti ini?”

“kau akan terbiasa, aku telah mengalaminya selama empat siklus musim”

“ini tidak adil! Kenapa bangunan tua itu tidak ikut luruh?!

“hushh..!! ia tidak punya dahan!”

“tapi ia punya genting, Jendela dan cat merah yang bisa ia kelupas sendiri”

“tak bisa, semua miliknya itu bukan untuk diluruhkan”

lalu untuk apa?”

“menyimpan sejarah”

“tidak adil!!”

***

Musim gugur telah berubah menjadi musim dingin. Ekuinoks kian jauh meninggalkan jejak. Butiran es mulai menyelimuti atap bangunan tua tersebut, juga ranting- ranting maple yang telah membeku. Pandangan mereka jauh melewati jendela bangunan tua yang kini mulai berembun.

Di sana di sebuah ruangan di dalam bangunan tua itu, terlihat pohon yang paling muda.

“kenapa ia turut meluruhkan tubuhnya sendiri?”

“hanya ingin menjadi jendela atau apapun dari bangunan itu”

“kasihan..!”

Ranting-ranting segera menarik pandangan mereka dari pohon muda di sana, tak tega melihat tubuhnya terpotong - potong di samping tungku penghangat ruangan yang sedang membara. 

---o0o---

Jakarta, 25 Agustus 2015

Ekuinoks

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun