Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam ini Ibu Kembali Pulang

20 Desember 2015   10:33 Diperbarui: 1 Januari 2016   21:02 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sore ini hujan kembali turun. Airnya terasa lebih dingin dari kemarin. Begitu sejuk melumuri badan. Bahkan teduhnya sampai terasa ke hati. Jujur saja aku tak pernah bisa melewatkan hujan tanpa bermain-main dengannya. Berlarian di bawah riuh rintiknya.   

Tetesannya yang bertubi, mengetuk-ngetuk isi kepalaku. Membangunkan banyak cerita masa lalu. Hujan mengalir di atas keningku, turun ke batang hidung hingga kemudian berhenti tepat di ujung bibirku. Aku menghisapnya. Menelan butirannya yang bening. Ah rasanya amat segar. Dinginnya langsung memenuhi seluruh badan. Bersama angin dan seikat rasa kerinduan. Hujan selalu saja datang membawa kenangan. 

Hari telah gelap. Hujan turun semakin deras. Aku berbaring di atas ranjang bambu. Beralaskan kain batik lusuh milik ibu. Aku merapatkan sarung kotak-kotak pemberian nenek. Menepis hawa dingin yang merasuk secara diam-diam. Di antara banyak kenangan yang datang, ternyata hujan juga menawarkan sebuah kehangatan. Aku segera menariknya, memeluknya erat kedalam dekapan. Hujan telah membuat malam berjalan lebih lamban. Aku segera menutup mata, tak sabar bertemu lelap. Semoga malam ini aku bisa bertemu ibu.

***

Ibu menggendong tubuh kecilku. Saat itu umurku belum genap tiga tahun. Aku terlihat sedang menangis. Tangisanku begitu merengek. Ibu mendekapku erat. kemudian ia menciumi kening, pipi juga bibir mungilku. Ibu telah siap dengan dua buah tas besar. Meski aku masih terlalu kecil, saat itu aku sudah bisa menyadari rencana kepergiannya. Tak tahu ibu akan kemana. Namun dari caranya menciumiku, sepertinya ia akan pergi jauh meninggalkan rumah.   

Bapak kemudian merebut aku dari gendongan ibu. Aku meronta-ronta menolaknya. Bapak tetap saja memaksa. Ibu tiba-tiba saja menangis. Air matanya mulai berjatuhan. Ia menutup mulutnya. Menghalau suara tangisannya sendiri. Ia kemudian memalingkan wajahnya dariku. Dan bergegas bersama tasnya menuju pintu. Namun sebelum menjauh, ibu berbalik dan memandang ke arahku. Ia kembali menangis, kali ini dengan amat tersedu. Aku memanggil-manggil dirinya. Ia terus saja melangkah. Hingga tubuhnya menghilang ditelan gelap malam.       

***

Tujuh tahun sudah kepergian ibu. Kini usiaku hampir mencapai sepuluh tahun. Masih teringat dengan jelas malam terakhir aku menatap wajahnya. Aku kerap kali bertanya pada nenek. Kemana sebenarnya ibu pergi. Kenapa ibu tidak pernah pulang. Apa ia telah lupa pada kita. Apa ibu lupa pada diriku. 

“Nenek, aku sangat merindukannya. Tidakkah sudah terlalu lama ibu pergi. Aku bahkan mulai lupa pada raut senyum di wajahnya” 

Nenek memberitahuku bahwa ibu pergi bekerja di luar negeri. Ibu pergi ke Arab Saudi. Nenek hanya bilang itu saja. Nenek tak banyak bercerita. Sebagaimana diriku, nenek mungkin juga sangat rindu pada anaknya. Namun ia seperti enggan untuk membahasnya. Setelah itu aku tak pernah lagi bertanya tentang ibu padanya. Ah, seandainya saja menangis dapat melipat jarak. Barangkali sekarang aku sudah berada di hadapannya. Berdiri memandangi wajahnya. 

***

Sudah terlalu lama bapak tidak bekerja. Meski begitu bapak jarang sekali berada di rumah. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di warung kopi. Nenek kerap kali marah padanya. Namun bapak tak pernah menghiraukan. 

Empat tahun setelah kepergian ibu. Bapak pergi meninggalkan rumah. Meninggalkan aku dan nenek. Bapak telah menikah lagi dengan perempuan penjual kopi. Saat itu nenek menangis dengan amat pilu. Ia menyebut-nyebut nama ibu dalam tangisannya. Aku sendiri seperti tidak perduli dengan pernikahan bapak. Karena sejak lama aku merasa telah ditinggalkan olehnya. Ia tak pernah perduli pada diriku. 

Jika ada hal yang membuatku cukup bersedih dari pernikahannya, itu adalah kesedihan nenek dan kesedihan ibu. Cepat atau lambat ibu pasti akan mengetahuinya. Nenek merasa bapak tidak punya perasaan. Ia sama sekali tidak menghargai perasaan ibu dan perasaannya. Bisa-bisanya ia menikah lagi dengan perempuan lain saat istrinya sedang berada jauh, sedang bersusah payah bekerja di negeri orang.  

Bapak terkadang masih sempat datang ke rumah. Bukan untuk melihat kondisi kami. Bapak datang hanya untuk meminta sebagian uang kiriman dari ibu. Nenek menolak untuk memberikannya. Namun Bapak terus memaksa. Ia membentak nenek, berteriak pada kerentaannya. Nenek menangis meraung-raung. Aku bersembunyi di balik pintu, ikut menangis. Aku tak bisa menolong nenek. Aku tak bisa mengusir bapak. Aku sangat membenci bapak. Aku tak pernah ingin melihatnya lagi. 

***

Hujan terasa begitu diam. Baru kali ini mereka benar-benar membuatku merasa kesepian. Tubuhku menggigil kedinginan. Aku menangis di bawah rintikannya. Aku menelan butiran air mataku sendiri. Hujan kali ini datang tanpa kenangan. Aku memang sedang tidak menginginkan kenangan. Aku juga sedang tidak ingin mengingat ibu. Aku hanya ingin menangis. Malam nanti aku juga tak ingin lagi bermimpi tentang ibu. Mungkin memang sudah seharusnya aku melupakan dirinya. Melupakan kenangan tentangnya. Seharusnya aku tak pernah menunggunya kembali. 

Beberapa hari belakangan seorang pria dan seorang wanita terlihat sering datang menemui nenek. Ia bercerita bahwa kabar tentang pernikahan bapak telah membuat perasaan ibu terluka. Ibu menjadi sangat sedih dan terpukul. Mereka meyakinkan nenek kalau ibu sebenarnya tidak berniat untuk menghilangkan nyawa seseorang. Saat itu pikiran ibu hanya sedang kalut dan ibu hanya sedang berusaha membela dirinya. Sang pria juga mengabarkan bahwa kemarin ibu telah dihukum. Malam ini ibu akan kembali pulang. Begitu semua telah siap, jenazahnya akan dikirim langsung ke rumah nenek. 

---o0o---

 

Depok, 20 Desember 2015

 

Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun