Pagi itu rasanya memang agak berbeda, seperti ada rasa kecewa yang benar-benar meledak ketika jiwa ini melihat sebuah baleho besar terpampang disalah satu simpang strategis kota Medan.
Sebuah baleho yang menggambarkan seorang Gibran yang katanya akan menjadi pemimpin muda di Indonesia. Anehnya, baleho itu ada kurang dari 1-2 hari setelah keputusan MK yang akhirnya melanggengkan Gibran untuk dapat maju menjadi Wapres mendampingi Prabowo.
Seketika kekecewaan saya meledak baik kepada Jokowi maupun kepada Prabowo. bagaimana tidak? Prabowo yang awalnya saya kira memiliki karakter kuat dan mampu meneruskan kepemimpinan Jokowi tampak menjadi macan akar dibawah tekanan Jokowi.
Prabowo terlihat kehilangan karakternya dan kehilangan rasa percaya diri. Ketika sebagian besar masyarakat sudah yakin jika Prabowo akan meneruskan program Jokowi dengan karakter garangnya dan mengaum membawa Indonesia lebih kuat, seketika berubah menjadi seekor macan akar yang cuma mampu mengeong dan  memangsa serangga kecil.
Disisi lain Jokowi pun terlihat sangat ingin mempertahankan legitimasinya setelah mundur jadi presiden dengan menggadang anak-anaknya. Seketika ada rasa infeel luar biasa muncul dijiwa ini. Tegak lurus pada Jokowi menjadi sebuah istilah dari para penjilat yang ingin mengejar market suara dari Jokowi.
Ya.. Saya pendukung Jokowi. Tapi rasa dikhianati oleh idola seketika membara. Saya juga penggemar Prabowo dan pernah membuat Tulisan tentang prabowo  di Kompasiana.
Politik dinasti serasa makin tercium bau busuknya. tapi apa kita bisa protes? Undang-undang tidak ada menuliskan hal itu dengan jelas. Tidak ada Undang-undang yang menuliskan bahwa anak presiden yang masih duduk tidak boleh jadi presiden ataupun wakil presiden. Ini semua hanya berdasarkan kesadaran etika ataupun moral dari si bapak maupun si anak.
Sebuah etika moral yang baik pernah dipertontonkan oleh SBY saat menjadi presiden. Jadi hal yang wajar jika Gibran gagal ingin menjumpai SBY. Karena SBY sangat menyadari jika ini adalah sebuah pelanggaran etika, dan sepertinya Ia juga  membiarkan Agus Harimurti untuk belajar dari hal ini agar dapat lebih dewasa dan siap memimpin Indonesia kedepannya.
Saya ambil sebuah foto lalu menambahkan beberapa coretan kata dan sedikit gambar untuk menggambarkan betapa menjijikkannya pelanggaran etika dan moral yang dilakukan para elit. sebuah langkah yang dahulu juga kami lakukan saat mahasiswa dalam membangung propoganda di Intra maupun ekstra kampus dalam menyerukan suara rakyat seperti menolak kenaikan BBM, Kenaikan uang kuliah dan lain-lain, yang saya sendiri sudah lupa berapa aksi demonstrasi pernah saya ikuti. Saya tidak tau apakah itu masih berjalan saat ini.Â
Yang saya tau itu adalah hal yang wajar selama tidak  menyebutkannya dalam kata-kata kotor langsung ke personal. Hal yang terpenting adalah membuat para pembaca atau yang melihat paham apa yang sedang diprotes dan mau ikut bergabung dan mengerti apa yang sedang diperjuangkan.