Mohon tunggu...
Andri Samudra Siahaan
Andri Samudra Siahaan Mohon Tunggu... Petani - Menulis salah satu metode perjuangan.

Petani dan Peternak, Alumni Teknologi Hasil Pertanian andrishn85@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

#SavePeternakBabi, Ketika Peternak Babi Rumahan di Ujung Tanduk

14 Juni 2020   14:29 Diperbarui: 14 Juni 2020   15:22 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah peternak  yang merangkap pemulung

Akhir tahun 2019 merupakan masa yang kelam bagi para peternak babi di Sumatera Utara. Wabah virus ASF (African Swine Fever) yang menyebar dengan cepat di seluruh penjuru provinsi Sumatera Utara telah menimbulkan kematian kurang lebih 47 ribu ekor babi yang ada di seluruh sumatera utara.

Peternak besar maupun kecil tidak dapat terhindar dari wabah ini. Alhasil ribuan masyarakat mengalami kerugian yang tidak sedikit. Pukulan berat dirasakan para peternak yang sebagian besar adalah masyarakat golongan menengah kebawah. Sumber mata pencaharian mereka hilang dalam sekejap.

Di daerah Helvetia, sukadono, mandala dan simalingkar B   kabupaten deli serdang kita dapat melihat ribuan peternak rumahan mengalami kolaps karena kehilangan sumber penghasilan.

Sebagian besar dari mereka adalah pemulung yang sering mengais-ngais sampah dari masyarakat kota medan untuk makanan ternak mereka.  Ketika para peternak sudah tidak bergeliat lagi t sampah di daerah perumahan kota medan  terlihat menumpuk.

Peternak Babi 
Peternak Babi 

Sebagian besar para peternak juga merangkap sebagai pemulung. Bagi yang bermodal besar mereka akan mengontrak hotel, rumah makan dan rumah sakit yang ada di kota medan untuk diambil sampah dan sisa makanannya. 

Makanan sisa mereka jadikan makanan ternak dan sampah-sampah plastik, karton, kertas dan botol mereka sortir dijual ke agen botot (daur ulang) untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Begitulah kehidupan para peternak rumahan yang berada di sekitar pinggiran kota medan selama Ini sebelum virus ASF menyerang.

Pada awalnya Virus ini hanya menyerang daerah kabupaten Dairi  lalu menyebar ke seluruh wilayah Sumatera Utara. Lambatnya identifikasi terhadap wabah ini menyebabkan penyebaran virus ini menyebar dengan cepat. Informasi awal dari wabah ini hanyalah virus Hog Cholera .

Kandang babi sekaligus plastik yang akan mereka jual
Kandang babi sekaligus plastik yang akan mereka jual

Para peternak ramai-ramai memborong vaksin hog cholera yang ada dipasaran akan tetapi hasilnya sia-sia karena tidak mampu mencegah penularan virus ASF. 

Kematian ternak pun menyebar dengan cepat dan menimbulkan efek kekacauan karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang bangkai disungai-sungai. Alhasil seluruh sungai di kota medan pun dipenuhi bangkai babi yang mengambang.

Keterlambatan pemerintah dalam melakukan deteksi wabah tentu menjadi salah satu faktor penyebab kekacauan sosial ini. Pemerintah pada akhirnya terlambat melakukan edukasi kepada para peternak dalam upaya penanggulangan wabah. 

Kurangnya edukasi membuat masyarakat tidak menyadari jika pembuangan bangkai di sungai  malah membuat penyebaran wabah semakin tidak terkendali.

Rumah peternak  yang merangkap pemulung
Rumah peternak  yang merangkap pemulung

Kini para peternak rumahan yang ada di sumatera utara pun sudah tidak memiliki sumber penghasilan lagi. Gerakan #savebabi yang diciptakan untuk mengembalikan pendapatan merekapun sudah teralihkan dengan pandemi baru yaitu covid-19.

Bencana baru ini seakan membuat mereka semakin tidak berdaya. Bagaimana tidak ? Harga botot pun jatuh dan tidak memiliki harga yang memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ironisnya mereka kebanyakan tidak mendapat bantuan BLT pada masa pandemi covid 19 dari desa ditempat mereka tinggal.

Ke mana janji pemerintah yang akan membantu memulihkan perekonomian ribuan peternak dahulu? Apakah karena mereka peternak babi sehingga tidak layak menerima bantuan?

Saya kurang memahami apa yang menjadi syarat dan ketentuan bagi penerima bantuan covid 19. Bantuan sembako pun sepertinya tidak mereka terima. Kalaupun ada itu dari perorangan yang datang dan membagikan sembako kepada mereka dari lembaga ataupun yayasan dengan jumlah sangat terbatas.

Pemerintah daerah mungkin sedang sibuk dalam mengatasi penyebaran wabah covid 19 saat ini. Akan tetapi cobalah untuk peduli nasib mereka yang terlebih dahulu telah kehilangan pendapatan sebelum wabah Covid 19 terjadi.

Karena setelah Covid 19 terjadi perekonomian mereka semakin terpuruk dan terpuruk. Seharusnya mereka juga harus diperhitungkan dalam pembagian bantuan Covid 19.

Efek dari pembatasan kegiatan dengan mengumpulkan orang dalam jumlah besar  mengakibatkan tidak adanya  lagi acara adat, kemudian dilain sisi rumah-rumah makan daerah kehilangan  pengunjung. Alhasil harga daging pun jatuh dan jauh dari yang diharapkan.

Nasib mereka ada diujung tanduk, anak mereka terancam putus sekolah. Jangan kan mengharapkan anak sekolah, untuk makan saja penghasilan dari memulung  sampah pun tidak cukup. 

Semester baru akan  segera dibuka bagi para siswa SD-SMU, akan tetapi kebanyakan anak-anak peternak dan pemulung seperti kehilangan harapan untuk melanjutkan sekolah. 

Biasa mereka menjual ternak untuk biaya sekolah anaknya namun sekarang ntah apa yang hendak mereka jual. Bisa membeli beras saja dari sisa hasil memulung parnab (parnasi Babi/pencari sisa makanan untuk babi) rasanya sudah cukup memuaskan.

Ok lah .. Jika BLT tidak diberikan kepada mereka para peternak yang merangkap pemulung itu. Paling tidak pemerintah Sumatera Utara harus mencoba memikirkan agar anak-anak pemulung yang juga peternak babi bisa melanjutkan sekolahnya, minimal hingga  bangku SMU pada masa Covid 19 ini. 

Apakah dengan bantuan potongan uang sekolah,buku ataupun bantuan seragam sekolah? Hal kecil itu akan sangat membantu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun