Berbagai postingan kontrofersial dapat kita temukan akhir-akhir ini. Beberapa postingan sepertinya bertujuan untuk mencari sensasi hingga postingan yang betujuan mencari perlindungan dari tindakan ketidakadilan. Media sosial memang memberi peluang untuk kita mengaktualisasikan bakat dan potensi diri kita, tapi apakah layak untuk mengejar eksistensi dengan melakukan tindakan yang jauh dari nilai moral?
Bagi sebagian masyarakat media sosial merupakan jalan untuk mendapat perlindungan diri dari tindakan ketidakadilan dan terbukti mampu menarik simpati masyarakat dan membuat pelaku mendapat hukuman sosial. Tapi alangkah miris ketika ada para influencer yang memang sengaja membuat sensasi untuk menarik perhatian banyak orang yang kemudian malah menimbulkan kekacauan.
Pada akhirnya kita memaknai bahwa para pelaku pencari sensasi adalah orang-orang yang memiliki kesadaran saat memosting hal-hal yang bersifat provokatif. Hanya bertujuan mencari pengikut ataupun folower.  Lihat saja seorang influencer yang telah sempat buron akhir-akhir ini. ditengah pengejarannya Ferdian malah meminta kepada publik agar  suscribernya bertambah lalu meminta maaf. Diperparah dengan beredarnya video minta maafnya yang diikuti kata tapi bohong ya?
Tindakan Ferdian Paleka sepertinya menyadarkan kita bahwa maaf sudah mengalami pernurunan nilai dari makna sebenarnya. Maaf yang seharusnya diucapkan dengan tulus dari hati hanyalah sebuah ucapan untuk menyelesaikan tidakan para influencer yang telah menyebabkan keonaran. Ini tentu sangat berbahaya mengingat media sosial saat ini benar-benar bagian dari kehidupan masyarakat.Â
Media sosial bukan lagi untuk menambah pertemanan lagi seperti tujuan awalnya, Saat ini media sosial adalah tempat seseorang untuk dapat mencari eksistensi dan bahkan sebagai fasilitas pengembangan bisnis. Tentu kita memahami bahwa pada masa saat ini Media Sosial ini merupakan media komunikasi yang bebas dimana setiap orang dapat memiliki akses komunikasi kepada setiap orang maupun tokoh publik.
Media sosial memberi peluang untuk munculnya para influencer yang dapat menimbulkan energi positif maupun negatif kepada masyarakat. Permasalahan yang sering muncul adalah ketika kita melihat konten-konten negatif yang menimbulkan kekacauan, Kemudian dengan mudahnya sang influencer akan meminta maaf. kemudian Jika hal ini terus berulang masih kah ada guna kata Maaf?
Terakhir yang cukup menghebohkan adalah seorang influencer yang melelang keperawanannya seharga 2 Milyar. Aneh saya rasa, seorang gadis mengumbar kata perawan seakan cukup hina dengan harga 2 milyar. Timbul sebuah pertanyaan dari hati saya "Seberapa hebat pelayanan Seks yang mampu dia berikan sehingga layak dibayar 2 Milyar, walau bertujuan utuk disumbangkan bagi penanganan Covid 19 ?". Notabene Dia seorang gadis yang tidak pernah melakukan hubungan Seks. Pada akhirnya Seperti yang mudah ditebak  Sarah Keilh pun meminta maaf.
Tapi saya cukup bersyukur ternyata masih ada harapan untuk kata Maaf. Â Wapres Ma'Ruf Amin membuka peluang bagi makna kata maaf untuk kembali menemukan nilainya. Makna maaf yang tampa disadari telah tergerus oleh berbagai tindakan yang dilakukan para influencer dan masyarakat dikembalikan dengan untuh oleh pemerintah. Bagaimana tidak ? Pemerintah telah melakukan banyak hal dalam usaha pengendalian pandemi Covid-19 dengan mengerahkan segala potensi yang dimilikinya, kemudian dengan kerendahan hati Ma'ruf Amin meminta maaf.
pemerintah telah melakukan banyak hal untuk menangani pandemi ini. Tetapi pada hakekatnya kitalah yang membuat Virus Corona terus meningkat-jumlahnya. Segala antisipasi dan kebijakan yang pemerintah keluarkan yang bertujuan untuk memutus mata rantai covid-19 dilanggar oleh masyarakat, seperti aturan PSBB, larangan mudik dan anjuran #dirumahaja. kemudian ketika jumlah Covid-19 terus bertambah beramai-ramai para pencaci menyerang pemerintah dan mengatakan gagal. Bukankah masyarakat yang gagal membantu pemerintah memutus rantai pandemi covid-19 ?