Mohon tunggu...
Andri Samudra Siahaan
Andri Samudra Siahaan Mohon Tunggu... Petani - Menulis salah satu metode perjuangan.

Petani dan Peternak, Alumni Teknologi Hasil Pertanian andrishn85@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemusnahan Babi dengan Cara yang Bermartabat

19 Januari 2020   12:31 Diperbarui: 20 Januari 2020   12:41 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar dari Kompas

Beberapa hari ini saya melihat sebuah sticker yang berisikan ajakan untuk melakukan aksi demonstrasi ke kantor gubernur dengan tujuan menolak kebijakan dari Gubernur Sumatera Utara yang hendak melakukan pemusnahan ternak Babi. Hal ini diawali oleh konsep yang sedang dipertimbangkan oleh Gubernur Edi Rahmayadi untuk memutus  penyebaran virus African swine fever (ASF) alias demam babi Afrika yang menyebabkan kematian massal ternak babi di Sumatera Utara, hingga saat ini tidak ada obat maupun vaksin yang dapat menyembuhkannya.

Penyebaran virus ASF pun sudah menimbulkan banyak kerugian bagi seluruh peternak yang ada di Sumatera Utara, termasuk saya yang akhirnya banting stir setelah puluhan ekor ternak saya habis dalam hitungan 2 minggu. 

Sedikit berbeda dari pendukung #SAVEBABI, jauh di lubuk hati saya malah bertanya kenapa Edi Rahmayadi membutuhkan waktu sebulan untuk melakukan tindakan pemusnahan masal babi setelah Kementerian Pertanian sendiri telah resmi mengakui kejadian ASF di Sumatera Utara melalui kepres Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019.

Sejak penyakit ini merebak di Dairi, pemerintah pusat dan daerah sepertinya berusaha menutupi wabah yang sedang menyerang saat itu dengan menyatakan wabah yang menyerang adalah Hog Cholera. Sumatera utara sendiri memiliki populasi lebih dari satu juta ekor. Demi melindungi kepentingan corporate besar yang mengekspor babi keluar negeri pemerintah tidak mendeklarasikan serangan ASF di Sumatera Utara. 

Alhasil pengendalian pun tidak dilaksanakan dengan cepat, tiada sosialisasi pencegahan dan upaya memutus rantai wabah ASF. Perlahan tapi pasti sentra utama peternakan babi pun berjatuhan dimulai dairi Dairi, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Toba Samosir hingga Deliserdang.

Beredarnya isu serangan Hog Cholera tentu menyebabkan peternak hanya melakukan tindakan antisipatif dengan melakukan vaksin Hog Cholera dan melakukan sterilisasi kandang saja. Hal yang biasa dilakukan oleh peternak rumahan. 

Kami tentu percaya kepada pemerintah yang awalnya mengumumkan bahwa serangan yang terjadi adalah Hog Cholera. Tapi apa daya setelah beramai-ramai melakukan vaksinasi terhadap ternak babi, serangan masih terus terjadi. Jutaan rupiah digunakan untuk membeli vaksin dan obat-obatan akan tetapi ternak  tetap tidak bisa diselamatkan. 

Perusahaan besar yang menjual obat-obatan dan vaksin Hog Cholera diprediksi mengalami keuntungan besar saat bencana itu terjadi. Produk mereka menjadi bahan buruaan  ketika serangan wabah merebak, padahal vaksin dan obat-obatan mereka tidak berguna sama sekali untuk mencegah wabah ini. Perusahaan Peternakan besar tetap bisa melakukan eksport daging babi keluar negri tampa kendala  isu ASF. 

Mereka tentu tidak mengalami kerugian karena mereka memiliki antisipasi yang baik dalam melakukan pencegahan penyakit dengan prosedural yang ketat. Hingga saat ini saya tidak terdengar ada perusahaan peternakan besar yang mengalami masalah karena wabah ini kecuali perusahaan pakan yang mengalami penurunan omzet.

Masyarakat kecil yang  tidak memiliki pemahaman yang baik di dalam melakukan sanitasi pencegahan penyebaran penyakit mengalami kerugian besar dan efeknya ternyata menimbulkan banyak anak yang putus sekolah. Hal ini saya ketahui dari seorang sahabat saya yang  bercerita ketika hampir separuh muridnya di kelas tidak mampu membayar uang sekolah karena ternak orang tuanya mati. Dia mengajar disekolah swasta yang ada di Deliserdang kecamatan Sunggal. 

Di sekolah itu kebanyakan muridnya adalah anak dari para peternak dan pemulung yang tinggal di kawasan Sukadono dan Tanjung Gusta salah satu kawasan marginal di Deliserdang. Saya tidak bisa bayangkan bagaimana dengan daerah lain yang juga masyarakatnya mengandalkan kehidupan dari Ternak ini, berapa banyak anak yang terancam putus sekolah.

Ketika pemerintah mengumumkan deklarasi ASF menyerang Sumatera utara, saya sempat berpikir pemerintah akan menjadikannya sebuah bencana nasional sehingga kami dapat memperoleh alternatif penghidupan yang baru, ternyata semua di luar ekspektasi. Tidak ada alternatif yang diberikan pemerintah kepada rakyat kecil, baik dari kebijakan pemerintah pusat hingga daerah apa lagi dikabupaten tercinta saya Deliserdang.

#SaveBabi | gajahtobanews.com
#SaveBabi | gajahtobanews.com
Kembali kepada #SAVEBABI, Saya melihat undangan dan ajakan itu dari salah seorang aktivis dan advokat yang cukup terkenal sepak terjangnya di Sumatera Utara. Beliau tentu memahami bahwa permasalahan peternakan babi sangat sensitif dan ajakan yang beliau lakukan tentu dengan kajian yang sangat matang. 

Pemusnahan babi yang direncanakan pak Edi Rahmayadi adalah salah satu solusi dalam menghilangkan wabah ini. Tapi bukankah seharusnya dilakukan pemetaan dahulu. Kawasan yang positif terkena suspect ASF wajar dilakukan pemusnahan tetapi untuk kawasan yang tidak terkena ASF apakah wajar untuk dimusnahkan dan menerima ganti rugi, Yang saya takutkan adalah Pengusaha yang tidak mengalami kerugian malah mendapatkan ganti rugi karena memiliki perijinan yang jelas dan terdata oleh pemerintah daerah, bagaimana dengan peternak rumahan?

Jikapun pilihan pemusnahan babi harus dilakukan, maka pemerintah harus menyusun sebuah program untuk para peternak babi yang ada saat ini. Apa alternatif bagi para peternak babi yang akan dimusnahkan babinya ataupun peternak yang sudah habis babinya karena wabah.

Para peternak yang sudah menggantungkan hidupnya dari peternakan harus diberi alternatif bukan berupa uang. Berikan mereka bantuan berupa ternak lain seperti ayam, kambing ataupun bebek. Hal itu untuk mencegah penyimpangan program pemusnahan babi yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian bagi Negara. 

Karena sulitnya menjual ternak saat ini maka ada sebuah harapan bagi peternak untuk memusnahkannya dengan  konpensasi harga yang tepat daripada harus menjual dengan harga yang tidak manusiawi (Rp 10.000,- /Kg) ataupun membiarkannya mati dan keluarkan biaya Rp 100.000,- untuk menguburkan ternak. Dengan mengganti ternak ke bentuk ternak lain akan tetap mempertahankan kehidupan ekonomi peternak rumahan.

dearmarintan.wordpress.com
dearmarintan.wordpress.com
Memusnahkan babi secara total adalah hal yang mustahil di bumi Sumatera Utara. Pemerintah harus mempertimbangkan bahwa salah satu suku terbesar di sumatra utara yaitu suku batak toba memerlukan babi dalam menjalankan tata adat istiadat. 

Edi Rahmayadi harus mampu menyusun program pemusnahan yang terstruktur , rapi dan cerdas. Edi harus juga menyusun penyiapan cadangan bibit unggul yang berkualitas dan bebas dari ASF. Kinerja Balai Peternakan Babi pun akan semakin meningkat pasca serangan ASF ini, bukan tidak mungkin setelah wabah ini berlalu para peternak akan mencari bibit-bibit unggul untuk mengembalikan usaha mereka.

Untuk ke depannya Pemerintah daerah harus melakukan pendampingan dengan lebih memfokuskan pada para peternak rumahan sehingga pemahaman peternak dalam usaha budidaya babi lebih meningkat, baik dalam usaha produksi, sanitasi dan pencegahan hama penyakit. 

Sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah harus dilakukan karena Gubernur Sumut bukan penanggung jawab penuh terjadinya serangan ASF di Sumatera Utara. Ini murni kegagalan dari Sistem Karantina Indonesia. Kenapa Penyakit yang sudah merebak di daratan Cina bisa masuk ke sumatera utara. Ada apa dengan sistem karantina negara +62 ini? Jika hal ini tidak diperbaiki secepatnya bukan tidak mungkin sentra peternakan babi yang ada di provinsi lain akan terserang juga. 

Keterlambatan pemerintah pusat dalam melakukan deklarasi sudah cukup membuat kami kecewa apalagi ketika kami mengetahui bahwa pemerintah juga tidak punya program untuk mengembalikan perekonomian peternak rumahan pasca deklarasi serangan ASF di Sumatera Utara. 

Harapan besar tetap kami tujukan kepada Bapak Edi Rahmayadi untuk dapat memberikan solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Jikapun Harus melakukan Pemusnahan Babi secara masal, lakukanlah dengan cara yang bermartabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun